Sepi dan Emosi

Senna Simbolon
Chapter #3

Shopia

~Keramaian hanyalah backsound kehidupan, yang ketika hilang akan menimbulkan keheningan~

❤☺❤

“Ann balikin pulpen aku. Ih… aku aduin ke Bu Guru ya!” ancamnya dengan gemas. Sepertinya wajah kesal mulai tercipta karena lelah.

“Aduin aja! Aku nggak takut… beckkkk….” Aku menjulurkan lidah sambil terus menjauhkan pulpen dari pemilik sebenarnya.

“Iseng banget sih, balikin sini! Aku tampol mau?” Kepalan tangan yang ia bentuk sangat kecil dan sama sekali tidak membuatku takut.

Wajah lucunya sangat memukau. Aku sangat menyukai wajah gadis yang memanyunkan bibir, tanda kekesalan yang tiada akhir. Terkadang bola matanya seolah hampir keluar mencari perkara. Ekspresi polosnya menambah kesan yang tak terkatakan. Sungguh aku sangat menyukai makhluk cantik bagaikan bidadari ini.

Tubuhku yang lebih tinggi adalah salah satu keberuntungan utama untuk mampu mengerjainya dengan sederhana. Kerap sekali ia marah dan malah mengabaikanku yang sedang mencoba mengusiknya. Seharusnya ia tahu, semakin sering aku mengusiknya, semakin besar pula rasaku dan akhirnya aku mengembalikan pulpen pada miliknya. Aku takut ia semakin marah dan bersikap tak karuan. Aku harus menahan diri untuk mengerjainya, aku juga harus menahan rasa untuk memilikinya. Semua ada waktunya, termasuk untuk menjadi tuan atas hatinya.

                                 ❤           

“Ann aku ingin ice cream.” Mata bulatnya mengedip-ngedip, bibirnya membetuk lekukan terbalik. Ekpresi seperti inilah yang selalu kuwaspai, bulu matanya yang lentik juga ikut-ikutan membuat diri tak sabaran. Seharian di sekolah tidak merubah wajah segarnya.

Ehem…” Sebuah deheman yang kubuat untuk menguasai diri, juga untuk mengumpulkan segala kekuatan.

“Ann, ayolah traktir aku ice cream!” Wajah memelasnya semakin membuat diri tak tahan.

Huhft… baiklah, tapi jangan marah kalau nanti badanmu jadi melar!” Mudah sekali aku menyerah atasnya.

“Itu sih tergantung situasi dan kondisi.”

“Tuhkan! Sudah kuduga aku akan selalu jadi tumbal. Udah aku yang traktir, kamu yang nikmatin. Ehgiliran gendut aku yang dimarahin. Gadak… gadak.…”

“Itulah gunanya sahabat. Sekecil apapun itu, kamu harus berperan dalam hidupku. Termasuk menjadi sasaran empuk, ketika berat badanku menumpuk,” ia menjawab seolah-olah aku akan terharu.

“Jebakan apa lagi ini furguso? Jangan menyangkutkan semua hal dengan persahabatan kita! Aku nggak suka ya kalau__”

“Udah… udah stop! Mau beliin nggak?”

“Ya mau!”

“Ya ayo!”

“Ya selow lah!”

“Ya udah!”

Melihatnya tertawa, semakin membuatku bahagia. Aku ingin sekali mengenalkannya pada dunia. Namanya Cantika Shopiani dan aku selalu memanggilnya dengan sebutan Shopia. Terkesan lembut ketika dilafalkan, terkesan membekas ketika dipikirkan. Sesuai nama depannya, Shopia memang sangat cantik, kulitnya kuning langsat khas Indonesia, tatapannya teduh membangun suasana. Aku tidak pernah melihatnya dalam keadaan gendut, namun terkadang ia selalu mengeluh setelah makan banyak. Aku selalu meyakinkan dirinya bahwa tidak ada yang berubah sama sekali. Semua masih sama ketika ribuan makanan masuk menyusupi perutnya. Ia masih Shopia, gadis cantik yang memancarkan aura menarik. Tapi dumelan semua perempuan masih sama.

“Apa aku terlihat gendut? Apa kamu percaya? Sekarang berat badanku nambah sekilo. Mengapa kamu tidak melarangku makan? Kamu sungguh keterlaluan, angka ditimbangan ini salahmu!”

Aku sering mengalami perubahan berat badan yang lebih dari sekilo dan semua masih sama. Sungguh sekilo tidak akan mempengaruh apapun. Perempuan cenderung suka melebih-lebihkan sesuatu dan tidak tahukah mereka bahwa kebanyakan lelaki suka tubuh yang sedikit lebih berisi? Apa gunanya memandangi batang lidi? Sedikit berisi akan menambah lekukan yang berarti. Bukan bersikap kurang ajar atau mencoba berpikiran jorok. Sesuatu yang indah tidak harus mengikuti kata sempurna.

Begitulah Shopiaku, yang selalu panik ketika timbangan mulai menaik. Untuk apapun keadaannya, Shopia menempati hatiku yang paling teristimewa. Bagaimana pun ia, aku tetap akan mengagumi senyumnya. Aku tidak akan mengurangi cinta meski ia berubah jadi yang berbeda.

Selain berat badan, Shopia sangat tidak menyukai gelap, hujan dan kesepian. Ia suka sekali memasang musik keras-keras ketika sendirian. Kadangkala, ia meminta untuk ditemani saat akan berpergian. Tentu permintaan itu hanya ditujukan padaku seorang. Shopia yang tidak suka kesepian sangat suka dengan kesetiaan. Namun, tidak berarti ia suka keramaian. Itulah mengapa sahabatnya, hanya aku seorang. Keramaian hanyalah backsound kehidupan, yang ketika hilang akan menimbulkan keheningan.

Di umur kami yang hampir menginjak angka 17 tahun, Shopia masih berkutat pada berbagai hal yang dari kecil menempel padanya. Shopia masih menyukai warna biru, masih menyukai ice cream vanila, masih menyukai suasana taman, masih suka menggambar pemandangan, masih tidak suka bepergian terlalu jauh, bahkan masih menjadikanku satu-satunya teman. Ketika tahun-tahun berganti, Shopia masih kutemukan dengan sesuatu yang tidak beralih sama sekali. Saat semua perempuan mencoba berbagai model rambut yang nge-hits, ia sama sekali tidak berniat untuk mengikuti. Rambutnya tetap terurai panjang.

Aku pertama kali melihatnya ketika masih duduk di bangku TK. Shopia yang memiliki sifat dasar ceria, sedang bermain sendiri dengan berbagai pensil warnanya. Mataku terpanah akan gambar yang dihasilkan. Untuk ukuran anak seumuranku, bakatnya pantas diacungi dua jempol. Aku mulai mendekatinya, bermain dengannya dan selalu mendapat senyum hangat melalui sapaannya.

Semenjak hari itu kami selalu bersama, tidak ada orang lain yang boleh ikut serta. Kami juga selalu merayakan ulang tahun bersama. Bisa kalian tebak, bahwa tanggal lahir kami hanya berjarak tiga belas hari. Angka yang mungkin dianggap membawa sial bagi hubungan ini. Tapi bagi kami berdua, sesuatu yang terjalin, memiliki maksud kebaikan tersendiri. Entah untuk mendewasakan, memberi pengalaman, memberi kebahagiaan atau hanya melengkapi. Semua itu bukan sekedar takdir yang tak sengaja mampir. Dan tentang Shopia, aku ingin dunia tahu bahwa aku sangat bersyukur bisa mengenalnya.

“Dua atau tiga?” Shopia mengangkat tiga ice cream vanila yang bermerk sama.

Lihat selengkapnya