Sepi dan Emosi

Senna Simbolon
Chapter #8

Weekend bersama Shopia

 ~Silahkan berubah sesukamu, tapi tolong jangan siksa aku dengan ketakutan yang tak menentu~

❤☺❤

Shopia berjalan mendahuluiku. Maniknya fokus ke depan tanpa berniat mengarahkan padaku walau sekali. Jika aku memilih berbalik, mungkin ia tidak akan menyadari. Namun, aku merasa ada yang sedang mengganjal di hatinya. Shopia tidak mengucapkan sepatah kata pun sedari tadi. Hanya bungkam dan berkecamuk dengan suara hati sendiri.

“Pia….” Kucoba memeriksa kesadarannya.

“Iya?” Shopia berbalik dan benar-benar tidak menyadari sama sekali. Ada yang salah dari Shopiaku, aku sangat yakin.

“Menurut kamu kita harus ke mana? Bioskop? Toko buku? Atau_”

“Aku tahu… aku tahu…!” Shopia bersorak, berjalan ke arahku dan mengimbangi langkah kami. “Pertama kita ke toko buku, terus ke bioskop, makan di SS Sambal, dan sorenya ke Alun-alun Kidul.” Sorot mata yang berbinar hampir saja menghentikan detak jantungku. Sungguh gadis ini layak disebut bidadari. Walau tidak sempurna, ia perempuan yang indah.

Aku sering melihat adegan jatuh cinta di film dan membaca narasinya di novel. Semua sangat berlebihan dan seperti dibuat-buat, tapi kini semua deskripsi terasa nyata. Rambut Shopia diterbangkan angin lembut, wajahnya disinari cahaya yang manut dan ribuan kupu-kupu serasa menyeruak dari dalam perut. Kalian akan setuju saat sudah dimabuk.

“Banyak banget, emang sanggup nyewa aku seharian?” responku bercanda.

“Ann? Aku lagi serius nih,” ucap Shopia dengan menyipitkan sebelah mata.

“Iya Shopia aku juga serius sama kamu. Jadi kapan mau aku lamar? Selesai UN atau selesai jalan-jalan?” Aku sungguh masih ingin menggodanya. Semoga apa yang telah berbeda segera kembali tanpa cidera.

Meski terkadang ia terlihat berbeda, aku sangat senang bila melihat beberapa hal yang masih sama. Ia masih Shopia, sahabat sekaligus cinta pertamaku. Saat sampai di halte kentungan, kami berdua pun serempak duduk tanpa dikomando. Kami akan menaiki Trans Jogja, satu-satunya angkutan umum di sini.

Ngarep? Sorry nggak sudi.” Shopia memasang tampang jijik dan itu semakin membuat perutku terasa menggelitik.

Ha… ha… oke oke aku takkan memaksa, aku tunggu saja sampai kamu sudah cinta. Tapi untuk jalan-jalan kali ini jangan porotin aku ya? Habis ke kamu mulu uang aku, kalau udah jadi istri sih ya wajar,” ucapku sambil meliriknya sedikit.

“Sebenarnya kamu ‘kan nggak perlu uang. Ngisi kuota internet? Temanmu ‘kan hanya aku dan kita selalu berjumpa, jadi tidak perlu chat. Kamu juga tidak suka ngegame. Beli makan? Kan bisa makan di rumah kamu atau rumah aku. Ngisi bensin motor? Punya juga enggak. Bayarin pacar makan? Apalagi ini, sadar diri dong jomblo!” Penuturan Shopia membuat seorang gadis yang juga ikut menunggu bus menahan tawa.

“Jujur amat sih tempurung kelapa,” sahutku untuk tidak memperpanjang masalah. Tanpa Shopia tahu, jangankan uang, seluruh raga dan jiwa pun rela kuberikan.

“Tapi tenang! Sebagai rasa terimakasihku kepada kacung yang selalu setia, kali ini aku yang akan bayarin semua!” Senyum Shopia mengulum dengan bangga.

“Eh tumben?”

“Habis dapat uang jajan tambahan dong dari Papah,” Sahutnya dengan senang. “Yuk!” Shopia segera menarik tanganku karena Bus Rute 2B sudah tiba.

Lihat selengkapnya