Sepi dan Emosi

Senna Simbolon
Chapter #9

Orang Baru

~Sebagai seorang laki-laki, aku tahu bahwa buaya itu memiliki niat lebih dari sekadar membantu. Aku harus lebih hati-hati agar pujaan hati tidak berlalu dari pelukku~

❤☺❤

Berbagai tumpukan kertas yang dijilid menurut jenisnya terlihat di sekeliling kami. Sampul warna-warni begitu indah, isinya begitu berharga; yaitu jendela dunia. Sebentar lagi sekolah tingkat menengah atas akan melakukan ujian nasional untuk menentukan kelulusan. Jadi wajar bila toko buku ini sedang ramai oleh kunjungan, tapi aku tidak merasa tertekan oleh keadaan. Hanya saja sedari tadi aku ingin terjun ke dalam buku-buku fiksi, tapi ruang tidak diberi oleh dia yang sibuk mencari.

“Kalau yang ini?” tanyaku pada Shopia yang dari tadi sibuk di tumpukan buku, tapi belum menemukan yang sesuai dengan kalbu. Dia menggeleng tidak tertarik. “Semua buku contoh soal UN itu enggak beda jauh, kenapa milih aja susah sih?” tambahku sebagai komentar karena sudah lelah memberi saran dan dia tidak memperdulikan.

Aku berjalan ke arah pojok toko buku, aku akan menunggu di sana saja. Menemani perempuan belanja memang tidak akan ada habisnya. Aku mulai mengambil posisi jongkok. Toko buku memang sangat jarang menyediakan tempat duduk, mungkin agar pengunjung segera membeli dan tidak hanya baca di tempat.

Rasa bosan mulai menyusupi dengan bangga. Hela napas mulai membara. Jadi kukeluarkan ponsel entah untuk apa. Jari hanya bolak-balik menggeser-geser menu. Tidak ada game karena aku tidak menyukainya, tidak juga ingin bermain sosial media karena aku hanya dekat dengan Shopia. Tanpa sengaja satu menu menarik perhatianku, kubuka dan mulai mengarahkan pada sosok yang masih hanyut dalam pencarian buku.

Beberapa gambar telah terambil dan aku mulai bangkit untuk memotret dari berbagai sisi. Hasilnya memang tidak jauh berbeda, karena Shopia sedang tidak bergaya. Setelah banyak foto mencukupi, barulah aku berhenti. Saatnya untuk memeriksa hasil tangkapan. Aku mulai memperbesar gambar hingga terlihat senyum datar. Hati mulai berdebar-debar karena ada yang mulai tak sabar. Ingin sekali kumiliki ia sekarang, tapi harus tetap tertahan dan aku cukup menyesal baru pertama kali mengabadikan indahnya pemandangan.

“Ann! Kamu ya, bukannya bantuin malah asyik sendiri di sini!” protes Shopia yang kini sudah berada di hadapan dan dia pun berkacak pinggang, seolah-olah aku melakukan kesalahan besar.

“Eh gingsul, tadi aku udah bolak-balik ngasih saran ‘kan? Kau aja yang terus nolak, jadi salah aku di mana coba?” Pembelaan pun kulayangkan karena adanya demikian.

“Ya, pokoknya salah. Dapatin buku yang tepat aja enggak bisa, apalagi dapatin pacar!” Shopia mulai mengada-ngada.

Lihat selengkapnya