“Untuk siswa-siswi yang menjadi kandidat baru anggota OSIS, silakan berkumpul di ruang OSIS.”
Semua orang terdiam mendengar pengumuman itu. Dengan serempak beberapa orang mengemas bukunya lalu berjalan keluar kelas setelah mendapat izin dari guru yang saat ini mengajar di kelasnya.
Termasuk gadis ini, Niya Frasahira dan salah satu teman terdekatnya yaitu Raya Amanda.
“Lo mau jadi apa, Ra?” Niya memulai obrolan sambil menuju ruang OSIS. Sejak keluar kelas tadi, mereka memang hanya diam.
“Jadi orang sukses,” jawab Raya asal, seperti biasa.
Niya menghela, “bukan itu, bego. Maksudnya lo mencalonkan diri jadi apa?” Gadis itu kesal sendiri, meskipun sebenarnya ia sadar dirinya yang salah bertanya.
“Oh itu, yang jelas dong kalau nanya. Gue mencalonkan diri sebagai bendahara sih kalau bisa, kalau ga bisa ya seksi keamanan aja.”
Niya mengangguk paham.
“Lo?” kini Raya balik bertanya. Sebenarnya meskipun dia tidak bertanya, Niya berniat akan mengatakannya sendiri.
“Gue mau jadi seksi perlengkapan aja deh, nggak mau ambil jabatan yang sulit.” Niya terkekeh pelan, dibalas dengan anggukan paham dari Raya.
Sebenarnya tidak ada alasan khusus untuknya bergabung dengan OSIS. Niya hanya penasaran, karena saat SMP ia tidak berani mengikutinya. Dulu kakaknya bergabung sebagai sekretaris OSIS di SMA. Dia bercerita pada Niya setiap hari tentang betapa menyenangkannya masuk organisasi itu. Karena hal itulah Niya jadi penasaran, mungkin memang ada hal menarik yang akan terjadi.
Mereka sampai di depan ruang OSIS. Kedua gadis itu mengucapkan permisi dengan sopan pada kakak kelas yang berada di depan pintu. Informasi saja, karena mereka adalah adik bungsu alias adik kelas yang baru masuk SMA, jadi mereka harus sopan pada kakak kelas.
Anehnya tidak banyak yang berada di ruangan itu. Entah masih banyak yang belum datang, atau memang tidak banyak yang berminat. Tapi desas-desus yang Niya dengar dari berbagai kelas, penanggung jawab organisasi OSIS adalah Bu Fivie, guru tergalak di sekolah. Jadi tak heran juga kalau banyak yang memilih untuk tidak bergabung.
Hanya saja, pandangan Niya berbeda tentang ini. Tidak dapat dipungkiri jika guru itu memang galak, tapi beliau tampak sangat bersahabat dengan anggota OSIS. Bu Fivie sering membantu anggota OSIS jika mereka memiliki masalah di sekolah, bahkan terkadang Bu Fivie membela anak buahnya alias anggota OSIS dan membuat mereka aman tanpa sanksi.
Ya, ini salah satu keuntungan anggota OSIS yang harus dimanfaatkan.
Baru saja hendak duduk, seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya dari belakang. Niya menoleh padanya dengan wajah terkejut.
“Nggak nungguin.”
Ternyata itu Firzan, teman sekelasnya juga.
“Loh, lo ikutan juga?” Niya benar-benar tidak tahu kalau Firzan juga mencalonkan diri.