Hari berikutnya di sekolah Srajaya, semuanya berjalan seperti biasanya. Tidak ada yang tercapai ataupun gagal, hanya keseharian Niya yang normal. Niya sudah bergabung sebagai seksi perlengkapan di OSIS, begitu pun dengan Raya dan Firzan. Kini mereka harus membagi waktu antara belajar dan kegiatan OSIS. Namun, menurut Niya tidak terlalu sibuk juga.
“Kalian duluan aja ke kantin, gue sama Raya harus ngasih data diri ke ruang OSIS dulu. Nanti kami nyusul, deh,” ucap Niya sambil menarik Raya, lalu terhenti untuk melihat ke arah Firzan. “Bareng nggak?” Niya menatap laki-laki berkulit tan itu, mengingat waktu itu ia dan Raya meninggalkannya saat perekrutan anggota OSIS baru.
Firzan tersenyum lalu mengangguk, “ayo,” kemudian berlari kecil untuk menyamakan langkah gadis itu.
Perbincangan kecil pun terjadi di antara mereka bertiga. Tidak ada yang penting, hanya membicarakan akan seperti apa nantinya setelah bergabung dengan organisasi ini.
“Selain masuk OSIS, kalian mau gabung ke ekskul apa nih?”
Benar juga, SMA Srajaya adalah sekolah yang terkenal dengan ekstra kurikulernya yang cukup banyak. Sebenarnya pendaftaran masuk ekskul itu sudah lama terjadi, namun setahu Niya, bisa mendaftar meskipun bukan awal mulai sekolah.
Sebenarnya Niya tidak tertarik.
“Gue masuk ekskul voli,” jawab Raya dengan santai.
Menakjubkan! Padahal Raya lebih pendek dari Niya. Jika Raya diterima, Niya juga pasti akan diterima. Tapi Niya tidak pandai dalam olahraga, melelahkan dan menyakitkan, baginya.
“Wih keren, berani juga lo ikut ekskul itu.” Firzan lagi-lagi mewakili apa yang ingin Niya katakan. “Kalau gue pramuka, cuma itu yang gue ikuti dari SMP.”
Beda sekali dengan Niya yang sama sekali tidak pernah mengikuti ekskul sejak SMP. Selain alasan tidak mau, di SMP-nya juga hanya memiliki sedikit ekskul, bahkan yang ia ingat hanya pramuka.
“Niya?”
“Eh?” Niya tersentak karena melamun, ternyata Raya dan Firzan sedang menatapnya sambil menunggu jawaban. “Oh, kalau gue nggak ikut ekskul.” Niya menjawab seadanya, wajah kedua temannya menunjukkan kekecewaan.
“Nggak seru banget hidup lo.”
Sebenarnya Niya pun berpikir demikian, tapi ia tidak mau kerepotan.
“OSIS aja udah susah, apa lagi ikut ekskul lain. Udahlah, gue fokus ke sekolah sama organisasi ini aja.”
Niya mendengar helaan dari mereka. Ia sadar bahwa jawabannya memang kurang memuaskan, tapi setidaknya jawaban itu menghentikan percakapan ini.
Mereka sampai di ruang OSIS. Di sana cukup sepi, mungkin karena jam istirahat. Hanya ada Lion Prawiradinata—Ketua OSIS, Gilang Wira—Wakil Ketua OSIS, dan
Shaka.
Arshaka Reyandara, Sekretaris.
Niya terpaku lagi, tetapi segera memalingkan wajahnya ketika Shaka menyadari kehadiran mereka.