Sepotong Kisah Mei Lien

Sylvia Damayanti
Chapter #5

Kesepakatan Baru

“Ari, nanti pas ketemu lagi aku bakalan kasih kamu senyuman paling hangat dan tulus, nggak kayak dulu, hehe,” Mei Lien menuliskan beberapa kalimat, dengan membayangkan pertemuan kedua yang pastinya akan terasa sangat berbeda.

“Karena di pertemuan kedua ini, kita juga udah saling menghadirkan perasaan.”  

***

2023

“Ri, kamu kan tahu kasus tahun 98 itu tuh udah lama dan udah ditutup paksa,” ucap Bambang yang merupakan salah satu senior Ari dan juga seorang pengacara ternama.

Mendengar hal tersebut membuat Ari semakin geram, setelah permintaannya untuk kembali menguak kisah lama ditolak mentah-mentah.

Bukan tanpa alasan, ia memang tidak menyaksikan secara langsung apa yang terjadi pada tahun 1998, namun hingga saat ini, tak pernah ada terdengar kabar penangkapan pelaku yang telah menyebabkan kerusuhan tesebut.

Sebenarnya hanya satu yang diinginkannya, ia sangat ingin mengungkap dan menangkap sosok yang telah merusak dan melenyapkan kekasihnya, Mei Lien.

Rasanya, semua berkas yang dikumpulkannya sejak dulu tak cukup kuat untuk meyakinkan rekannya agar bisa mendukungnya dalam kasus ini.

Ari memang tak ada di tempat pada saat itu, namun getirnya keadaan sangat ia rasakan. Perasaan kecewa yang jelas terasa saat itu, bahkan masih membekas hingga kini.

Semua angan yang harusnya indah, terkikis sudah saat ia tak bisa menemukan Mei dalam waktu satu minggu.

Bahkan, harapannya seketika sirna, kala mengetahui bahwa Mei menjadi salah satu korban dari kekerasan seksual yang berakhir tragis.

Janji yang telah dibuat keduanya memang ditepati, tapi ternyata Tuhan memiliki cara lain dalam mewujudkan impian keduanya.

Bukan Mei yang hangat, dengan wajah berseri yang ditemuinya. Melainkan sosok yang telah terbujur kaku, dengan kulit putih pucat dan tampak beberapa memar merah di lehernya.

Gambaran terakhirnya mengenai Mei, membuat Ari menjadi sosok yang sangat buas. Ia berubah menjelma menjadi sosok temperamental.

Hingga kini, Ari masih menyimpan dendam. Amarahnya masih terpendam, tanpa tahu harus dilampiaskan pada siapa.

“Kasus ini sangat penting buat saya, Pak,” Bambang melangkahkan kakinya mendekat kearah Ari yang tengah duduk di salah satu sofa yang ada di ruangannya.

Bambang berusaha dengan sangat hati-hati untuk merangkul juniornya yang memang terkesan galak ini.

Lihat selengkapnya