1997
“Ari, ini apa?” tanya Mei Lien dengan bahasa isyarat, matanya melihat sebuah kalung dengan liontin berbentuk hati.
Melihat Mei yang sedang mengikat beberapa box berisi kue basah pada jok belakang sepeda, di depan rumah sang nenek, Ari segera memberikan barang yang ia beli di plaza tadi.
Sejujurnya, ia memang sengaja mencari sesuatu untuk diberikan pada sosok perempuan yang dikaguminya, dan sekarang Ari merasa takut kalau saja Mei tidak menyukai pilihannya.
“Tadi aku ke plaza, terus lihat kalung itu, bagus,” terang Ari menggantung. Mei, dengan matanya yang masih menatap Ari, menunggu lanjutan dari kalimat yang akan dikeluarkan laki-laki yang diam-diam ia cintai.
“Buat aku?” tanya Mei langsung, seakan tak sabar menunggu. Walaupun belum lancar, tapi Ari bisa mengerti dan sudah mulai bisa menggunakan bahasa isyarat.
“Kamu suka?” tanya Ari singkat membuat Mei dengan segera menganggukkan kepala, matanya sangat berbinar menatap sosok yang ada di depannya.
“Aku juga suka kalung itu, sama seperti aku menyukaimu,” Mei tersipu, untuk pertama kalinya Mei merasakan perutnya terasa mulas, bersamaan dengan hatinya yang seakan hendak meledak.
***
2023
Sempurna, merupakan satu kata yang pantas untuk menjelaskan kehidupan seorang Nia Pudjiastuti. Kecantikan, uang, dan pintar membuat dirinya merasa tidak memerlukan sosok lain.
Sepeninggalan ibunya, semua urusan dilakukan sendiri. Hal ini yang secara tak sadar membuat Nia berubah menjadi sosok yang arrogant. Ia bahkan sangat jarang menengoki sang ayah, satu-satunya keluarga yang ia miliki.
Sikap sang ayah yang membuat Nia muak untuk hanya sekedar melihat wajahnya, terakhir kali ia mendengar bahwa ayahnya terlibat dengan kerusuhan yang terjadi pada tahun 1998, ntah itu benar atau tidak.