Tetangga baru? Pasti membuat orang-orang di sekitarnya penasaran. Bagaimana wajah orangnya, karakternya, jumlah penghuni rumah itu berapa, sampai rela repot-repot membuat kue dan dikasihkan pada tetangga sebagai tanda perkenalan. Begitu juga dengan keluarga penghuni rumah merah muda. Alea dan kedua orangtuanya kepo ketika melihat mobil angkut sebanyak dua buah berhenti di seberang rumah mereka. Alea, Mama Ela, dan Papa Yoga mengintip lewat jendela depan rumah mereka.
"Itu pasti tetangga baru yang hari ini resmi pindah ke seberang rumah kita deh, Pa," ucap Mama Ela.
"Iya. Kira-kira orangnya gimana ya, Ma? Sombong atau enggak," sahut Papa Yoga.
Alea yang berada di bawah mereka, mendelik ke atas menatap Mama dan Papanya.
"Ma, Pa, kita ngapain pakai ngintip kayak gini sih? Kalau kepo ya keluar aja langsung. Tanyain."
Ela tak mengubris. Namun matanya membulat ketika seorang wanita cantik paruh baya keluar dari mobil Avanza merah yang baru saja tiba. Tanpa sadar Mama Ela memukul puncak kepala Alea.
"Eh! Itu kan Lusi teman Mama. Ya ampun ternyata dia tetangga baru kita. Kalau gini mending langsung keluar aja!" heboh Mama Ela sembari beranjak dan membuka pintu rumah dengan ekspresi paling ceria sedunia.
"LUSI!"
Wanita cantik paruh baya itu menoleh mendengar suara seruan Mama Ela. Senyumnya begitu lebar ketika melihat teman lamanya sedang bergegas menghampirinya.
"ELA! AAAAA ... kita ketemu lagi! Ya Allah, Ela. Ternyata kamu tinggal di sini?" heboh Tante Lusi sambil menyambut pelukan Ela.
Mama Ela melepaskan pelukannya. "Kamu gimana kabarnya? Udah lama aku stalking kamu di sosial media. Tapi nggak ketemu sama akun kamu."
"Oh, aku ganti akun, El. Ya udah lupain masalah sosial media. Kamu udah lama tinggal di sini?"
"Udah lama. Semenjak pindah dari Bandung, kami sekeluarga langsung pindah ke sini."
Tiba-tiba seorang pemuda perawakan jangkung, rambut berjambul, dan berkulit kuning langsat keluar dari dalam mobil Avanza merah itu juga.
"Bunda, Altan boleh pergi main sekarang?"
Mama Ela dan Lusi menoleh, tampak pemuda yang bernama lengkap Altan Mahendra Putra itu bersandar di depan pintu mobil sambil memasang wajah memelas.
"Nanti dulu dong, Al. Bantuin Bunda atur barang-barang kita," sahut Lusi.
"Kan udah tukang atur barang buat nata di rumah."
"Ya setidaknya kamu ada gunanya. Anak laki loh kamu. Benahi kamar barumu sana!"
"Yah ... Bunda."
"Anak kamu, Lus?" tanya Mama Ela.
"Bunda, boleh, ya?" timpal Altan. Namun Lusi malah lebih menyahuti Mama Ela.
"Iya, Ela. Ini putra bungsuku, namanya Altan. Masih kelas 2 SMA. Rencananya mau pindah sekolah di sini juga," celoteh Lusi.
"Oh ... ganteng ya anakmu. Bisalah temenan sama anak cewekku. Nanti Altan bisa satu sekolah sama dia."
"Bisa tuh, Ela. Ngomong-ngomong mana anakmu?"
"Tunggu, aku panggilkan," sahut Ela.
Sementara Papa Yoga dan Alea masih mengintip sambil bergosib tentang wanita kebanggaan mereka.
"Mamamu pasti lagi ghibahin Papa tuh. Ketauan dari muka dia," sewot Papa Yoga.
"Yang ada Mama ngomongin Alea. Bentar lagi juga Alea dipanggil sama Mama."
"ALEA SAYANG! KELUAR, NAK! KENALAN SAMA TEMAN MAMA DAN ANAKNYA!" seru Mama Ela dari arah luar.
Alea Nandini Putri, sosok cewek berbadan mungil dan rambut panjang digulung dua itu tersenyum kemenangan pada papanya. Tebakannya kali ini benar, Alea pun berdiri dari posisinya sambil membenarkan letak kacamata minusnya.
"Tuh, kan. Baru aja Alea bilang. Mama pasti panggil Alea. Jadi Papa jangan geer. Misi, Alea keluar dulu. Nanti Mama ngomel," celoteh Alea sambil membuka pintu dan keluar dari sana.
Alea berjalan menghampiri Mamanya dan Lusi. Tatapannya tak sengaja bertemu dengan sosok Altan. Altan tampak terkejut sambil menunjuk ke arah Alea.
"Eh, lu—"
"Altan—kok lo di sini?" tanya Alea sama bingungnya.
"Kalian saling kenal? Wah ... nggak perlu dikenalin dong," celetuk Lusi.
Altan terkekeh tanpa suara melihat wajah kesal Alea. Ela dan Lusi saling tukar pandang kebingungan.