SEPTEMBER

Mona Cim
Chapter #7

Chapter 7 - Altan, Alea, dan Sepeda

Altan menghela napas lega begitu tak mendapati sosok ayahnya di meja makan. Altan duduk di kursinya dan memulai sarapan. Lusi sedari tadi melirik Elfan untuk memberi isyarat apakah sekarang adalah hal yang tepat untuk memberitahu Altan tentang kepergiannya ke Sukabumi besok pagi.

"Altan," panggil Lusi.

"Kenapa, Bund?" tanya Altan.

"Semalam Tante kamu yang di Sukabumi telepon Bunda. Katanya Nenek kamu sakit, Sayang. Jadi ...."

"Altan ikut," sahut Altan cepat.

"Loh, nggak bisa, Al. Kamu kan harus sekolah. Baru aja kamu masuk sekolah, masa mau cuti. Paling enggak Bunda di sana 3 sampai 7 harian. Gapapa ya, kamu tinggal sama Kak Elfan," bujuk Lusi.

"Altan nggak mau. Altan cuti aja, Bunda tinggal bilang sama kepala sekolah. Beres," sahut Altan kekuh sambil melanjutkan makannya.

"Pokoknya kamu nggak boleh ikut. Nanti kamu gabung sama teman-temanmu yang ada di Sukabumi. Bunda udah trauma ajak kamu ke sana. Nggak bisa, Al," kekuh Lusi tegas.

"Tapi Altan nggak mau sendirian. Apalagi kalau Ayah ke sini sewaktu Bunda nggak ada. Altan nggak mau."

Elfan menatap mereka curiga.

"Emangnya kalau Ayah ke sini kenapa? Lo berantem sama Ayah, Tan?" tanya Elfan.

"Lo sebaiknya jangan ikut campur deh. Gue ada masalah sama Ayah atau enggak, itu urusan gue!" ketus Altan.

"Altan! Nggak boleh ngomong kayak gitu sama Kakak kamu," tegur Lusi.

"Bunda sama aja kayak Ayah. Belain Kak Elfan mulu. Altan terus yang salah!" cetus Altan sebelum beranjak meninggalkan meja makan.

"Altan habisin makanmu dulu! Altan!" seru Lusi.

"Udah, Bund. Biarin aja dia masuk kamar dulu. Dia tuh lagi emosi, nanti juga tengah malam bakal balik ke sini cari makanan," ujar Elfan.

"Terus gimana? Apa Bunda nggak usah pergi aja, ya, El?"

"Jangan, Bund. Kasihan Nenek. Beliau udah tua dan mau ketemu sama anaknya. Gapapa, besok pagi pas Altan sekolah Bunda pergi aja. Elfan janji bakal jagain Altan. Bunda tenang aja," ucap Elfan menenangkan.

Lusi menggenggam tangan Elfan dengan tatapan penuh harap.

"Makasih ya, Sayang. Tolong jagain adikmu. Ya sebenarnya hubungan Altan sama Ayahmu emang nggak terlalu baik. Biasalah, Altan bikin ulah terus. Jadi Bunda mohon, kamu buat Ayahmu dan Altan nggak bertengkar pas ketemu nanti, ya."

"Iya, Bunda."

Altan keluar dari rumah. Sangat kesal hingga menendang bola basket milik Elfan yang ada di depan rumah. Seperkian detik terdengar suara keras sesuatu yang terjatuh. Ternyata bola yang Altan tendang tepat mengenai sepeda Alea yang terparkir di depan rumah sementara orangnya sedang mengikat tali sepatu di teras rumah.

"Yah! Sepeda gue!" pekik Alea segera menghampiri sepedanya. Alea mendapati stang sepedanya sedikit miring. Alea menatap tajam Altan yang masih berdiri di tempat dengan tatapan blank.

"Eh, Capung! Rusak nih sepeda gue gara-gara elo! Stang sepedanya miring!" cetus Alea kasar.

"Mana? Nggak kenceng juga gue tendang bolanya. Sepeda lo aja yang rapuh kayak nenek renta," sahut Altan sembari mendekati Alea.

"Lo tuh, ya. Bukannya minta maaf, malah ngatain gue. Gimana nih!" kesal Alea.

Altan melihat-lihat sepeda Alea. Benar saja, akibat bentulan bola basket tadi sepeda Alea menjadi lecet.

"Gue ganti. Beli yang baru lah," sahut Altan.

"Enak aja! Ini hadiah ulangtahun dari Nenek."

"Nenek doang. Kecuali itu dari orangtua lo, baru berharga banget," sahut Altan.

Alea berdecak mencoba menahan emosinya yang sudah di ubun-ubun.

"Nenek doang? Lo nggak mikir gimana sayangnya seorang Nenek sama cucunya? Setelah kedua orangtua lo yang paling menunggu banget kelahiran lo di dunia ini adalah Nenek dan Kakek lo. Bahkan ketika Bunda lo lagi nggak sehat, pasti Nenek lo yang bantu urus lo. Lo juga harus ingat, tanpa Nenek dan Kakek lo, Bunda atau Ayah lo nggak ada di dunia," tukas Alea sambil menunjuk wajah Altan yang tak berekspresi. Namun dalam hatinya, ada sedikit sentuhan dari kata-kata Alea untuknya.

"Y-ya udah bawa ke bengkel aja. Biar Kang bengkel yang benerin tuh stang sepeda lo," sahut Altan.

"Tapi gue mau ke minimarket sekarang. Besok ada praktek bahasa Inggris cara buat kue. Jadi gue harus beli perlengkapannya sekarang."

"Eh, ada tugas bahasa Inggris? Kok gue nggak tau?" heran Altan.

"Ya kan sebelum lo masuk sekolah. Kami disuruh berkelompok buat praktek buat kue di depan kelas pakai bahasa Inggris."

"Ya udah gue gabung kelompok lo aja."

"Kok gitu? Ogah ah, yang ada kelompok gue rusuh ada lo."

"Kapan gue pernah rusuh pas kerja kelompok sih. Gue kalau kerja kelompok paling aktif, ya. Jadi jangan ragukan gue," ujar Altan mengelak.

Lihat selengkapnya