Altan baru saja ingin keluar kamar, melihat Elfan yang hendak menuju kamarnya. Altan lekas menutup pintu, tetapi Elfan berhasil menahannya.
"Lepas atau tangan lo gue jepit!" ketus Altan.
"Jepit aja. Daripada lo menghindar terus dari gue."
"Mau lo apaan sih? Bisa kan nggak usah urusin hidup gue!"
"Nggak bisa. Lo itu tanggung jawab gue," sahut Elfan.
Altan kalah, ia melepaskan pintu dan kembali masuk ke dalam kamar. Elfan bernapas lega, lalu mengikuti Altan masuk ke dalam kamarnya. Tanpa diduga, Elfan menerjang badan Altan dan mereka berdua terjatuh ke atas kasur. Tentu saja Altan panik dan mengamuk.
"Apaan sih! Woy Kak lepasin, bego!"
"Mulut lo harum banget kalau ngomong bejat. Gue kakak lo," ucap Elfan masih memeluk badan Altan.
"Dih, anj—ah! Lepasin gue, Elfan! Jijik tau, nggak!"
"Lo adek gue."
"Tapi nggak gini. Udah gede, malu!" marah Altan.
Elfan tertawa keras sambil melepas pelukannya pada Altan. Altan langsung mengubah posisi menjadi duduk. Rambutnya acak-acakan karena bergelud dengan kakaknya.
"Hancur nih rambut gue! Lo kenapa sih, sok manis banget," julid Altan membenahi rambutnya.
Elfan yang masih rebahan enggan mengubah posisinya. Namun menatap langit-langit sambil bersuara lembut.
"Lo kenapa musuhan sama Ayah?"
"Dia yang musuhin gue duluan."
"Heh! Mulut lo jangan ngomong gitu. Elu bisa gede gini Ayah yang cariiin duit buat lo makan," ujar Elfan.
"Lo nggak tau aja gimana masalahnya."
"Justru itu. Lo harus kasih tahu gue. Gue juga mau tanya, kenapa lo kayak punya dendam sama gue. Emang gue punya salah apaan?"
Altan geram, matanya berkaca-kaca. Hatinya merasa tercabik ketika mengingat masa lalu yang silam tersebut. Elfan bangkit, lalu memegang pundak Altan.
"Cerita sama gue."
Altan menempis tangan Elfan dan berdiri sambil menatap nyalang Elfan.
"Gue bakal kasih tau, asal lo usir Ayah sama istri mudanya sekarang juga! Oh, sama anak angkatnya juga," ketus Altan.
"Ya mana mungkin gue usir Ayah. Apalagi Tante Wulan sama anaknya. Lagian kenapa kekuh banget sih bilang Tante Wulan istri mudanya Ayah?"
"Ya Emang Gitu Kenyataannya, Bego! DIA ISTRINYA AYAH! CUMA AYAH AJA YANG NGGAK TAU MALU BOHONG SAMA LO!"
Elfan terdiam, tertegun mendengar tutur kasar dan nyaring adiknya. Mengapa Altan begitu keras kepala pada hal ini?
"Tan, lo jangan gini dong. Oke, gue bakal tanyain sama Ayah secara langsung. Paksa beliau buat jujur," ucap Elfan.
"Percuma. Ayah pasti akan tetap bohong sama lo. Karena dia nggak mau lo kecewa atau marah sama dia. Secara kan ... lo anak kebanggaan Ayah. Apa-apa aja diutamakan. Lebih disayang dan lebih dipedulikan. Nggak kayak gue. Sadar, nggak?" cetus Altan sebelum keluar dari kamarnya dengan emosi yang masih membara.
Elfan terdiam, menatap pintu yang barusan dibanting oleh Altan. Pikirannya sekarang bercabang. Percaya pada ayahnya atau pada adiknya?
"Mana mungkin sih Ayah nikah lagi. Ayah nggak mungkin khianati Bunda. Bunda juga kelihatan baik-baik aja. Tapi Altan ... gue nggak liat kebohongan di matanya kali ini," monolog Elfan begitu dilema.
Altan menuruni anak tangga, hampir berselisihan dengan Ardana yang ingin menaiki tangga entah mau ke mana. Altan menatap kesal Ardana, sementara Ardana malah menunjukkan raut santainya.
"Mau ngapain lo naik ke atas? Di atas cuma ada kamar gue dan Kak Elfan. Kamar tamu ada di bawah!" ketus Altan.
"Gue mau ke kamar Elfan. Gue bakal sekamar sama dia. Kami seumuran, jadi bakal asyik kalau bareng," sahut Ardana tersenyum miring.
"Songong banget sih lo! Mana mungkin Kak Elfan mau bareng lo!"
Ardana melambaikan tangannya pada Elfan yang baru saja keluar dari kamar Altan. Altan menoleh, Elfan melemparkan senyuman pada Ardana.
"Hei, Dan. Nyari gue?"
"Sekamar sama gue gimana? Bisa main game bareng."
"Bisa. Ke kamar gue aja," sahut Elfan.
"Yoi, Bro."
Ardana melewati Altan yang sedang menahan geram. Altan melanjutkan langkahnya turun dari tangga. Suara langkah kaki yang kasar itu masih membuat Elfan memperhatikan adiknya.
Lo kenapa sih, Tan?
***
Altan mengeluarkan motornya dari garasi. Niatnya saat ini adalah mendatangi Nikky dan Baim yang ada di base camp. Namun ketika Altan hendak menjalankan motor, ia melihat Renaldy dengan motornya berhenti di depan rumah Alea. Tak lama Alea keluar dengan pakaian rapi.
"Alea, cantik banget," ucap Renaldy tanpa beban.
Alea tersenyum. "Emang." Alea naik ke motor Renaldy. Tak sengaja ia bertemu tatap dengan Altan.
"Udah belum?"
"Udah."
Renaldy segera menjalankan motornya. Tentu ia melihat Altan yang menatap mereka serius. Namun justru Renaldy senang melihat Altan merasa kesal.