Altan memasuki base camp dengan raut wajah kesal. Juan yang rebahan di sofa, bangkit ingin menyapa. Namun melihat raut wajah Altan yang langsung menempatkan diri di sofa, membuat Juan urung untuk berbasa-basi. Delan dan Prabu menoleh sebentar, lalu kembali fokus pada permainan PS mereka.
"Lo kenapa, Tan?" tanya Juan.
Nikky datang dari dapur sambil membawa es kopi hitam. Disusul oleh Baim yang membawa semangkuk mi instan rasa Soto Banjar.
"Eh, Tan! Baru datang lo," sapa Nikky sambil bergabung duduk di sofa.
"Ya," sahut Altan menyandarkan tubuhnya di sofa sambil menatap langit-langit. Juan yang merasa sudah di ambang batas kepo, tak menyerah menanyakan hal yang sama lagi.
"Tan, lo kenapa? Muka lo kumel banget pas pertama kali masuk tadi," tanya Juan.
"Gapapa. Cuma badmood aja sih. Biasalah, anak perjaka," sahut Altan.
"Gue perjaka nggak kayak elu mukanya. Santai terus gue mah. Senyum dan selalu cerita sepanjang waktu," ujar Juan.
"Gue ... ah, gak tau gue!" Altan merebahkan dirinya sambil memeluk bantal sofa. Pikirannya masih dipenuhi oleh Alea dan Renaldy.
Kira-kira ngapain ya tuh anak ke rumah Renald?
Sementara itu, Renald, Alea, dan Amelia tiba di Dufan. Amelia terpana melihat keindahan di depannya. Berbagai wahana hiburan ada di depannya.
"Wah, Kak Enal! Ini bagus banget."
"Iya. Tapi kamu cuma boleh naik komedi putar aja. Atau coba permainan kecil," ucap Renald yang berada di samping kiri adiknya.
"Tapi kalian ikut main, kan?" tanya Amelia menoleh pada Renaldy dan Alea.
"Kenapa enggak. Ayo kita naik!" sahut Renaldy berdiri di antara Alea dan Amelia. Lalu menggandeng keduanya menuju wahana tersebut.
Mereka benar-benar bersenang-senang. Itu semua Renaldy lakukan untuk adiknya. Juga, Alea tentunya. Kalau tidak karena Amelia, mungkin sulit bagi Renaldy untuk mengajak Alea pergi bersamanya. Renaldy mengeluarkan ponselnya. Memotret dirinya, Amelia, dan juga Alea.
"Bagus nggak, Kak?" tanya Amelia.
"Bagus dong. Sekarang giliran Kak Enal sama Kak Alea," ucap Renaldy mengarahkan kameranya sehingga ia dan Alea berada dalam satu frame. "Alea, senyum dong," pinta Renaldy pada Alea yang berada di belakangnya.
"Ah? Oh, oke," sahut Alea sembari tersenyum manis.
Satu potret berhasil diabadikan oleh Renaldy. Ia tersenyum puas sambil menyimpan kembali ponselnya. Renaldy beralih menatap Amelia di sampingnya. Adiknya tampak senang dan menikmati hiburan tersenyum. Renaldy tersenyum, ia merasa puas melihat ada kebahagiaan di wajah adiknya.
Sehat-sehat, Dek. Lo nggak boleh tinggalin gue. Jangan tinggalin dunia sebelum lo gapai kebahagiaan yang lebih dari ini.
Alea tersenyum sendu melihat tatapan Renaldy pada Amelia. Ia tahu, Renaldy sangat menyayangi Amelia.
***
Altan baru pulang sekitar jam 7 malam. Altan sejenak menghentikan langkahnya sambil menoleh ke ruang tengah. Ada Wulan yang bersantai menonton TV dengan berbagai camilan di hadapannya.
"Cih, berasa rumah sendiri, ya. Nggak bakal gue biarin," gumam Altan berjalan ke arah Wulan.
Wulan menoleh pada Altan yang baru saja datang padanya. Altan yang memegangi jaketnya, menatap dingin Wulan. Dapat Altan lihat senyum munafik wanita di depannya.
"Sudah pulang, Altan."
"Nggak usah basa-basi. Tujuan Anda datang ke rumah saya apa? Nggak cukup bikin Bunda menderita? Sekarang apa? Mau ngerasain tinggal di rumah mewah ini? Jangan harap!" ketus Altan.
Wulan tersenyum, meraih teh manis di atas meja dan meminumnya sedikit. Sangat tenang begitu mendengar penuturan ketus Altan padanya.
"Kalau iya, kenapa? Kamu nggak bisa berkutik, Altan. Ayahmu mencintai saya dan saya juga mencintainya."
"Mencintai uangnya lebih tepat," sahut Altan.
"Oh, itu juga bagian kecil dari cinta saya," sahut Wulan.
"Dasar wanita ular! Pergi lo! Gue nggak sudi orang kayak lo masuk ke rumah gue dan Bunda!" sarkas Altan marah.
"Apa tadi lo bilang?" sahut seseorang dengan lantang. Altan menoleh, mendapati Ardana berjalan ke arahnya.
"Nih juga curut gede. Mau ikut campur masalah gue," sindir Altan.
Sekarang Ardana ada di samping Altan menghadapnya.
"Ulangin apa yang lo ucapkan tadi. Lo bilang Mamah gue apa?" tanya Ardana geram.