SEPTEMBER

Mona Cim
Chapter #14

Chapter 14 - Tertangkap Basah

Wulan memasuki kamar Lusi. Sementara Ardana menunggu di luar kamar. Entah apa yang mereka berdua rencanakan.

"Mah, ketemu belum sertifikatnya?" tanya Ardana.

"Belum, Ar. Di mana sih Lusi menyimpannya. Kayaknya dia apik banget simpan sesuatu," sahut Wulan yang sedang menggeledah isi laci Lusi.

"Cepat dikit, Mam. Ntar anak setan itu keburu pulang ke rumah."

Wulan masih mencoba menemukan sertifikat itu rumah tersebut. Mulai dari laci, lemari, hingga ke bawah lipatan kasur. Namun Wulan tidak kunjung menemukannya. Tiba-tiba terdengar suara mobil Elfan di depan rumah. Ardana panik dan masuk ke dalam kamar menghampiri ibunya.

"Mah, udah nanti aja. Mereka udah datang!"

"Dapat. Ini sertifikatnya," ucap Wulan menemukan sertifikat rumah di atas lemari. Wulan bahkan rela menaiki kursi untuk mencapai sana.

"Ayo cepatan!"

Mobil Elfan kembali meninggalkan halaman rumah. Sementara Altan masuk ke dalam rumahnya. Altan terkejut menjumpai Ardana dan Wulan yang baru keluar dari dalam kamar ibunya.

"Eh-heh! Kalian ngapain masuk kamar Bunda? Ngapain!" ketus Altan.

"Bukan urusan lo," sahut Ardana.

"Ya jelas urusan gue. Itu kamar Bunda gue. Lo nggak berhak masuk gitu aja sembarangan!"

"Kamar Bunda lo juga kamar bokap gue," sahut Ardana.

"Kata siapa? Bunda sama ayah sudah lama pisah kamar gara-gara wanita sialan yang rebut ayah dari bunda!" cetus Altan berapi-api.

"Maksud lo apaan? Siapa yang wanita sialan?" kesal Ardana beralih mencengkram kerah Altan.

Altan terkekeh sinis menatap Ardana. Tersenyum meremehkan setelahnya.

"Kenapa? Lo mau pukul gue? Nggak ingat kemarin lo babak belur karena pukulan gue? Lebam lo aja belum sembuh. Jangan ngeyel deh, nanti gue tambah."

"Bangsat lo, Altan!

Ardana melayangkan pukulan, tetapi Altan dengan sigam menahan tangan kekar itu dan memutarnya ke belakang. Ardana mengerang sakit, kekuatan Altan memang tak bisa diremehkan.

"Gimana? Mau lanjut atau udahan?" tanya Altan.

"Oke. Gue nyerah, lepasin gue," ucap Ardana.

Altan yang merasa Ardana sungguh menyerah, melepaskan kakak tirinya begitu saja. Tanpa tahu niat Ardana sebenarnya yang tiba-tiba langsung meninju telak rahang Altan dengan keras.

Dugh!

Bruk!

"Akhh! Gila lo, Ardana! Pengecut lo!" murka Altan seraya berdiri hendak membalas. Namun Ardana sudah mengincar titik lemah Altan hingga detik berikutnya Altan menggerang keras begitu Ardana memukul keras perut bagian kiri Altan. Di mana jahitan operasi ginjal Altan dilakukan.

Bruk!

Altan merintih kesakitan sampai tak bisa berkata apa-apa lagi. Bahkan air matanya lolos begitu saja. Ardana dan Wulan saling bertatapan cemas. Apa yang akan terjadi jika Elfan mengetahui hal itu.

"Altan!"

Ardana dan Wulan menoleh ke arah pintu. Tampak Elfan berada di sana dengan memegang kantung plastik berisi makanan. Elfan melepas apa yang ia pegang begitu saja. Berlari kesetanan menuju Altan yang hampir tak sadarkan diri.

"Tatan! Hei, lo kenapa? Tan, lo kenapa, Tan?" panik Elfan sambil memangku kepala adiknya.

"Eungh ... sa-sakit banget ... shhh."

Elfan menatap Wulan dan Ardana dengan tatapan murka.

"Kalian kenapa diam aja?! Bantu adik saya ke rumah sakit!"

"I-iya, El. Ayo kita bawa ke rumah sakit," ucap Wulan gugup.

"Gu-gue bantu," sahut Ardana langsung berjongkok membantu Elfan menggendong Altan.

"Tante Wulan. Tolong bukain pintu mobil saya!"

"Iya, El," sahut Wulan berlari menuju arah luar.

Bertepatan saat itu, Alea baru saja sampai rumah diantar oleh sopirnya. Alea cemas begitu melihat Altan dimasukkan ke dalam mobil oleh Ardana dan Elfan. Alea langsung menghampiri mereka.

"Kak Elfan! Itu Altan kenapa?"

"Gak tau. Saya harus bawa Altan ke rumah sakit dulu. Saya tinggal, ya," sahut Elfan buru-buru memasuki mobilnya.

Alea masih melongo melihat mobil Elfan yang telah meninggalkan halaman rumah. Tatapan Alea tertuju pada Wulan yang berdiri dengan tatapan frustrasi. Alea sejujurnya sudah tahu Wulan dari Altan. Altan sendiri yang mengiriminya pesan malam-malam kalau dirinya sedang galau. Ada ular piton dan butu ijo di rumahnya. Itulah yang Altan curhatkan pada Alea.

Jadi ini selingkuhan ayahnya Altan. Kenapa dia cemas banget sama Altan? Katanya dia benci sama Altan. Aneh deh.

***


Altan masih di UGD. Elfan sangat khawatir tak mampu duduk dengan tenang. Ia merasa gagal menjaga Altan, padahal ibunya menitip adiknya padanya. Sedangkan Ardana masih bergelud dengan pikirannya. Ia juga takut kalau Elfan mengetahui hal itu. Tiba-tiba tatapan Elfan tertuju pada Ardana. Tatapan Elfan sungguh dalam seolah-olah sedang memastikan sesuatu.


"Jelasin sama gue apa yang terjadi sama Altan? Kenapa Altan kesakitan kayak gitu di hadapan kalian berdua dan kalian nggak ngelakuin apa-apa?" tanya Elfan menatap Ardana tajam yang duduk di seberangnya.


"Gu-gue ... tadi tuh Altan tiba-tiba pelintir tangan gue-"


"Tiba-tiba? Nggak mungkin. Gue kakaknya Altan. Gue tau gimana Altan. Dia nggak bakal nyerang gitu aja tanpa lawannya emang salah. Pertanyaan yang harus lo jawab jujur, kesalahan apa yang lo dan ibu lo lakukan sama dia?"


Ardana menghela napas keras.

Lihat selengkapnya