Elfan kecewa ketika Altan tak mau memberitahunya masalah operasi yang pernah Altan lakukan. Elfan sekarang berada di depan ruangan Altan, lebih tepatnya duduk di kursi yang ada di sana. Merenung memikirkan sesuatu yang sungguh membuatnya frustrasi.
"Apa yang Altan sembunyikan dari gue? Gue tau Altan nggak suka bohong. Pasti ada yang melarang dia buat ngasih tau gue semuanya," monolog Elfan.
"Oh, Tante Wulan dan Ardana." Elfan baru ingat dua orang itu. Tiba-tiba ponselnya berdering. Elfan langsung menerima panggilan itu yang teryata dari penjaga rumah Elfan.
"Halo, Den Elfan?"
"Iya, Pak. Ini saya Elfan. Ada kabar baru?"
"Tadi saya lihat Wulan sama Ardana kayak mau pergi dari rumah. Ardana kayak ngecek taksi online ke luar rumah yang baru aja mereka pesan."
"Oke, Pak. Tolong tahan mereka sampai saya datang, oke?"
"Siap, Den."
Tanpa izin terlebih dahulu, Elfan berlari meninggalkan ruang rawat adiknya. Tujuannya ingin menanyakan secara langsung apa yang terjadi sebenarnya pada Wulan dan keluarganya.
Sementara itu di ruang rawat Altan, Alea hanya bisa menatap datar sosok pasien yang ia jaga sedang main game di ponselnya.
"Huuu ...woaaah gila! Skill gue mantep woy!"
"Lo beneran sakit kan, Tan?" tanya Alea.
"Menurut lo? Masa pura-pura sampai masuk UGD," sahut Altan tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel.
"Kejadian sebenernya gimana sih? Gue jadi kepo deh. Lo kenapa bisa sampai masuk UGD? Parah banget, ya?" tanya Alea hati-hati.
Altan menghentikan permainannya, terlihat seperti memikirkan sesuatu. Alea masih setia menunggu cowok itu untuk buka suara.
"Gua nggak tau lo orang yang tepat buat denger ini atau enggak. Cuma gue ngerasa mungkin gak masalah lo tau ini," ucap Altan menggantung. "Tante Wulan itu istri muda bokap gue. Ardana itu anak sulungnya. Tapi dua hari yang lalu, Ayah bawa mereka ke rumah gue dengan mengakui kalau mereka sepupu jauh dia. Semua itu Ayah lakuin karena ayah nggak mau Elfan tau kebenarannya. Kak Elfan nggak tau apa-apa ayah selingkuhin Bunda bahkan sampai menikah lagi. Makanya gue benci sama mereka. Dan sebelum gue berada di sini, gue lihat mereka masuk kamar Bunda. Gue lihat Tante Wulan sembunyiin sertifikat rumah di belakang tubuhnya. Gue marah dan terjadilah perdebatan hingga pada akhirnya kami berkelahi. Gue mah hebat, kalai aja Ardana nggak ngibulin gue, gue nggak kayak gini. Ardana tahu di mana titik lemah gue. Perut sebelah kiri, bekas dulu gue operasi ginjal. Pukulannya nggak main-main, mungkin sampai nyentuh ginjal gue. Sakit banget, sampai gue nggak tahan dan pingsan. Mungkin saat yang bersamaan Kak Elfan datang dan bawa gue ke rumah sakit. Gitu ceritanya," tutur Altan panjang lebar. Ia melirik Alea yang masih terdiam setelah mendengar curhatan Altan.
"Kok diem?"
"E-eh. Lo kenapa nggak bilang sama Kak Elfan? Dia pasti—"
"Dia nggak percaya. Makanya gue benci dia. Terlalu baik dan lebih percaya pada orang lain ketimbang gue adeknya sendiri. Gue tau gue nakal, tapi gue nggak suka bohong."
"Mungkin setelah kejadian ini, Kak Elfan bisa sadar, Tan. Lo jangan sedih," ucap Alea.
Altan tiba-tiba tertawa, membuat Alea mendongkak dan menatap Altan heran.
"Kenapa? Ada yang lucu?"
"Ahahahahha! Konyol sumpah."
"Apanya yang konyol?"
"Kita akur nggak si? Ternyata lo bisa prihatin juga ya sama gue. Gimana, udah mulai sayang belum?" goda Altan.
"Ish, apaan sih. Nggak. Nggak ada yang akur. Gue cuma kasihan sama lo. Gue juga kepo sama Kak Elfan yang kelihatan cemas banget," sahut Alea mengelak.
"Eh, udah bulan November, kan? Lo ulang tahun bulan ini, kan?" tanya Altan yang tiba-tiba teringat sesuatu.
"Ngasal deh. Gue lahir Desember."
"Masa?"
"Bodo ah. Lagian pasti nggak penting juga buat lo," sahut Alea kesal.
"Penting dong. Kan kita teman."
"Ogah jadi teman lo."
"Ogah jadi teman, iya jadi pacar?"
"Nggak dua-duanya!"
Altan tertawa lagi sampai tak sadar kalau perutnya kembali berdenyut. Altan meringis sambil memegangi area yang sakit.
"Shhh ...."
"Eh, kenapa? Ada yang sakit?"
"Perut gue."
"Makanya jangan ketawa terus. Tegang tuh otot perut lo," omel Alea sambil membantu merebahkan Altan.
"Ya kan lucu, masa gue tahan tawa. Makin sakit."
"Tau ah. Eh, Kak Elfan kok nggak masuk-masuk, ya. Apa dia pulang?"
"Uda pasti dia ninggalin gue," sahut Altan.
"Ish. Positif thingking aja. Mungkin Kak Elfan ngambil sesuatu di rumah."
"Ale," panggil Altan.
"Apa?"
"Gue ...."
"Apa?" tanya Alea penasaran.
"Gue mau kentut. Lo keluar gih, dari pada masuk UGD setelah ini," ujar Alea.