Altan merebahkan tubuh penatnya di sofa. Berjam-jam menemani para cewek berbelanja memang bukan hal yang mudah. Lengannya terasa keram harus menjinjing barang belanjaan Alea. Altan yakin total belanjaan itu berjuta-juta.
"Gila tuh cewek peras tenaga gue. Sengaja kali ya bikin anak orang capek. Mana laper lagi," gerutu Altan.
Tiba-tiba terdengar bunyi suara langkah kaki menuruni anak tangga. Altan menoleh, mendapati sosok Elfan berjalan ke arahnya. Altan menghela napas, mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Tan, yuk makan. Gue tadi udah beli makanan dan nunggu lo balik. Ternyata Bibi besok baru bisa kerja lagi usai anaknya melahirkan," ucap Elfan.
"Gue nggak laper."
Bunyi perut Altan terdengar.
"Gue tau lo laper. Ayo makan! Jangan sia-siain duit gue yang beli makanan."
"Siapa suruh beli."
"Tan, Kakak mohon."
Altan luluh, berdiri dan berjalan melewati Elfan dengan wajah super cemberut. Elfan tersenyum, tahu bagaimana cara membujuk adiknya.
"Nasi goreng kimchi! Gue beli di kedai baru teman gue. Dia jual masakan ala Korea gitu. Cobain deh, kali aja lo suka. Ini gue sengaja beli yang nggak pedas buat lo. Supaya nggak bahaya buat lo," jelas Elfan.
"Gue bisa kok makan pedas. Lebay banget."
"Tapi kan lo lagi sakit."
"Udah enggak."
"Syukur deh kalau enggak. Ayo makan! Biar besok lo nggak sakit sambut kedatangan Bunda."
Mata Altan berbinar menatap Elfan. Ia tak salah dengar, kan?
"Apa, Kak? Bunda datang besok? Beneran besok?"
"Iya. Seneng kan lo? Makanya buru makan. Ntar lo sakit dan Bunda khawatir."
Dapat Elfan lihat senyum bahagia Altan sambil mencoba nasi goreng yang ia beli. Sepertinya Altan menyukai makanan tersebut.
"Kenapa liatin gue kayak gitu? Lo nyuruh gue makan tapi lo sendiri nggak langsung makan. Gimana sih." Altan sewot menatap Elfan.
"O-oh. Gue seneng aja liat lo seneng. Rasanya rasa bersalah gue sedikit berkurang," sahut Elfan.
"Cih, lo pikir gitu? Kalau lo tau kejadian yang sebenarnya, gue pikir lo nggak bakal merasa, rasa bersalah lo berkurang hanya dengan liat gue seneng," sahut Altan. Entahlah, ia tiba-tiba ingat kejadian beberapa tahun yang lalu.
"Emang apaan? Masih ada yang lo sembunyikan dari gue?" tanya Elfan penuh rasa penasaran.
"Tanya terus. Gue mau makan!"
"Tapi nanti jelasin."
"Bodo."
"Tan."
***
Altan keluar dari rumahnya, tak sengaja melihat Alea yang berpelukan dengan kedua orangtunya. Tampaknya Yoga dan Ela akan bepergian ke suatu tempat. Terlihat dari koper yang mereka bawa. Altan yang penasaran lantas mendekat.
"Pokoknya Alea nggak mau kalian lama-lama di luar negeri. Emang enak apa tinggal sendirian di rumah. Alea cewek, Mah, Pah," rengek Alea.
"Iya, Sayang. Kami janji cuma 1-2 minggu aja di Hongkong. Kamu jangan kayak anak kecil gini dong. Bibi Imah kan ada di rumah, jadi kamu nggak sendiri, Al," ujar Ela mengusap punggung Alea.
Altan mengerti, lalu perlahan mendekati mereka lagi.
"Wah, Om sama Tante mau ke mana? Rame banget," tegur Altan.
Alea yang mendengar itu mengusap kasar air matanya.
"Rame apanya! Cuma berdua juga yang pergi."
"Dih, galak banget sama teman sendiri. Kita kan bestie, Al," ucap Altan tersenyum.
"Tuh, ada teman lagi. Kamu nggak sendiri Alea."
"Dia bukan teman aku, Mah," sahut Alea.
"Pacar deh kalau bukan teman. Ehehe," celetuk Altan.
"Bisa aja kamu, Tan. Tapi gapapa kalau mau," sahut Yoga.
"Hehehe. Eh, tadi pertanyaan saya belum dijawab, Om. Mau ke mana nih? Sampai bestie saya nangis gitu. Ckckckc, kasihan," ujar Altan.
"Ini, Tan. Kami mau ke Hongkong. Anak perusahaan kami yang baru buka di sana. Sekalian mau rapat penyusunan staf baru juga," ujar Yoga menjelaskan.
"Oh, gitu toh, Om. Wah, sukses ya. Om sama Tante pergi aja dengan selamat. Jangan khawatir sama Alea. Ada temannya di sini." Altan tersenyum lebar pada Alea.