"Yok berbaris Yok! Saatnya bagi-bagi duit yang akan diserahkan langsung oleh Kak Altan dan Kak Alea!" seru Juan.
"Yang cewek baris di depan Kak Alea dan yang cowok di depan Kak Altan. Dua orang kaya silakan angkat tangannya," seru Baim. Dengan terpaksa Alea dan Altan mengangkat tangannya. Mereka sama-sama tak bersedia menjadi objek untuk dokumentasi Dangers Gang.
Alea dan Altan membagikan satu-satu amplop putih yang mereka pegang. Mereka merasa senang melihat wajah senang anak-anak itu. Apalagi Altan, baru pertama kali ia melakukan kebaikan seperti ini. Terlebih dengan anggota gang yang ia pimpin. Hanya Danger Gang yang membawa perubahan besar dalam hidupnya. Amat berbeda dengan gang yang dulu ia pimpin. Berandal dan suka membuat onar. Ternyata teman adalah cerminan perilaku kita di kemudian hari.
Mulai sekarang gue nggak akan salah pilih teman lagi. Teman gue sekarang adalah teman yang paling berharga.
Usai membagikan makanan dan uang, mereka semua pamit pulang pada pengurus panti.
"Terimakasih atas sumbangan kalian. Anak-anak pada senang semua," ucap wanita paruh baya berhijab yang merupakan pengurus panti.
"Sama-sama, Bu. Kami juga seneng banget bisa berbagi dan lihat mereka semua gembira. Hehe," sahut Juan.
"Kapan-kapan nanti kami mampir ke sini lagi. Kalau begitu, kami permisi pulang dulu," imbuh Alea.
"Iya. Hati-hati ya, Nak."
"Iya, Bu."
Perasaan lapang dan bahagia Altan rasakan. Ternyata berbagi itu begitu indah dan menambah kebahagiaan. Altan melambaikan tangan pada sosok anak laki-laki yang juga melambaikan tangan padanya sambil tersenyum lebar. Hal itu tak luput dari perhatian Alea. Baru pertama kalinya Alea melihat Altan tersenyum setulus itu. Biasanya hanya tawa menyebalkan dan senyum jenaka yang diperlihatkan Altan padanya.
Ternyata tuh cowok bisa senyum tulus juga. Gue pikir suka becanda mulu.
Tanpa sadar teman-temannya sudah masuk ke dalam mobil. Anita menyembulkan kepalanya di jendela mobil, melihat ke arah Alea yang menatap Altan dan Altan asyik dengan acara melempar senyuman pada anak-anak. Anita tersenyum jahil, tepat sekali ketika pandangannya tertuju pada mobil sebelah. Juan juga sama tersenyum penuh arti pada Anita.
"Wan, gimana kalau kita kerjain aja?" tanya Anita pelan.
"Boleh. Biar akrab tuh anak dua. Kerjaannya ribut terus," sahut Juan.
"Oke. Kita tinggalin mereka biar pulang bareng," sahut Anita tersenyum puas.
Juan menoleh pada Prabu.
"Prab, jalankan mobilnya duluan."
"Itu Alea sama Altan nggak masuk mobil Anita?" tanya Prabu.
"Ntar juga masuk. Cepetan jalan! Gue mau langsung pulang. Badan gue lengket banget," ujar Juan beralasan. Ia tak mau memberitahu Prabu soal akal piciknya bersama Anita. Pastinya Prabu tak mau melihat temannya kesusahan.
"Oke."
Setelah mobil Prabu bergerak jalan, Anita menyusul mobil itu. Alea baru sadar ketika mendengar suara mobil yang bergerak menjauh. Matanya terbelalak, teman-temannya meninggalkan mereka?
"Eh?"
"I-itu kok udah jalan aja?" tanya Altan sama paniknya ketika ia juga melihat ke arah mobil Anita.
"ANITA! AMILA! KAMI KETINGGALAN" teriak Alea.
"WOY! KALIAN DURHAKA SAMA KETUA!" teriak Altan juga sama nyaringnya.
"Duh, gimana dong? Mereka kenapa sih, nggak mungkin kan lupa sama kita," keluh Alea.
"Gue pikir mereka sengaja mau ngerjain. Awas aja besok, gue jadiin dadar gulung mereka semua!" kesal Altan.
"Ck, yah ... tas gue ada di dalam mobil Anita. Wah, parah banget sumpah. Dompet sama Hp gue ada di sana," cemas Alea.
Altan menunjukkan senyum jenakanya. Alea yang melihat lekas mengubah ekspresinya menjadi sangat datar.
"Apa maksud tatapan lo?"
"Hehe. Itu artinya kita balik berdua. Naik taksi bareng gue berarti," ucap Altan tersenyum puas.
Alea mengembuskan napasnya kasar.
"Terserah deh. Buru pesan taksi, gue udah laper banget nih. Mau pulang."