Kelas XI IPA-1 sedang melangsungkan ulangan matematika. Keadaaan kelas sangat hening. Dan malangnya, Pak Darwos menggantikan Bu Wiwi mengawas ulangan mereka. Alhasil, satu pun dari mereka tak berani menyontek. Lain lagi Altan yang sudah menjadi kebiasaan mendarah daging selalu menyontek ketika ulangan. Badannya bergerak gelisah dengan tatapan senantiasa tertuju pada Pak Darwos. Sosok Pak Darwos duduk dengan tegak di depan dengan raut sangat dan mata yang menelisik. Altan beberapa kali menghela napas gusar.
Kalau nggak nyontek, gue bakal ngumpul soal doang sama guru. Ya mending disidang sama Bu Wiwi, lah kalo Pak Darwos. Ckcckc, hilang telinga gue.
Altan melirik ke arah Alea. Alea tampak fokus mengerjakan soal dan menghitung di kertas kosong yang telah ia sediakan sebelumnya. Altan diam-diam melempar tutup pulpennya pada Alea hingga cewek itu menoleh.
"Nomor 1 apa?" bisik Altan.
Alea melotot pada Altan, lantas kembali menatap lembar kerjanya. Altan berdecak sebal begitu Alea mengacuhkannya.
"Sssttt ... Alea ... nomor 2 apa? Please ... satu doang," bisik Altan lagi.
Namun Alea tak menanggapi Altan sedikitpun. Altan mengembuskan napas kasar sambil menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan. Lain lagi dengan Juanda. Cowok itu dengan lihai menyalin jawaban Anita. Anita dengan suka rela menunjukkan kertas ulangannya dengan cara pura-pura membaca soal di lembar selanjutnya.
"Waktu pengerjaan soal sisa 15 menit," ujar Pak Darwos.
Altan mendelik ke arah Alea. Lalu menatap lembar kerjanya yang minim jawaban. Dengan helaan napas kasar Altan mengisi dengan apa yang ia tahu.
Ketika bell pulang berbunyi, semua murid mengumpulkan tugasnya, begitu juga dengan Altan. Usai Pak Darwos keluar dari kelas, barulah Altan berani melayangkan ocehannya yang sedari tadi ia pendam.
"Eh, Induk Tungau! Lo pura-pura tuli kan tadi? Gue minta jawaban malah nggak tanggepin gue," ketus Altan berdiri di samping meja Alea.
"Ya suka-suka gue dong. Lagian lo nggak liat siapa yang jaga? Mau dihukum sama Pak Darwos? Usaha sendiri dong, kemarin-kemarin lo kan udah nyontek sama gue," balas Alea.
"Tapi setidaknya gue bener satu nomor, Al. Lah tadi apa, gue silang ganteng doang. Apa kata Bunda nanti."
"Ya udah kek. Elu yang yang salah nggak belajar." Bukan Alea yang menjawab, tetapi Anita. "Yuk, Al! Kita pulang bareng!" ajak Anita menarik lengan Alea.
"Eh tapi gue udah janji sama Kak Renald buat ke rumah dia. Lo sama Mila aja, ya?" jawab Alea.
Altan melirik tak suka begitu mendengar hal itu.
"Oh gitu. Ya udah deh, kalau gitu gue sama Amila duluan, ya."
"Oke."
"Ayo, Mil. Kita pulang bareng!"
"Mampir dulu di kedai es krim, ya. Gue pengin," pinta Amila.
"Siap. Gue juga mau."
Alea beranjak dari kursinya. Namun Altan menghalangi pergerakannya yang ingin pergi. Melihat wajah serius Altan membuat Alea bingung.
"Kenapa lo? Minggir, gue mau lewat."
"Ngapain sih lo pulang sama Renaldy?"
"Ya gue mau sekalian mampir ke rumahnya."
"Ngapain? Orangtuanya ada nggak di rumah? Kalian ngapain aja?" tanya Altan serius.
"Ck, apa sih urusannya sama lo. Denger ya, Tan. Kalau lo pikir gue ngelakuin hal yang nggak bener sama dia, itu salah. Lo cuma nggak tau satu fakta yang buat gue dekat sama Renaldy," sahut Alea. Ia berjalan melewati Altan setelahnya.
"Fakta kalau lo suka sama dia?"
Alea menghentikan langkahnya, lantas berbalik menatap Altan yang juga menghadapnya.
"Sekali lagi gue tanya, urusannya sama lo apa? Nggak mungkin kan kalau lo cemburu?"
"Kalau ada kemungkinan gimana?"
Alea sedikit terkejut dengan sahutan Altan. Tiba-tiba sosok Renaldy muncul dari arah luar pintu.
"Alea, udah belum? Kita pulang sekarang."
Alea berbalik, mengangguk patuh pada Renaldy.