Mood Altan benar-benar buruk. Sehabis dari rooftop, ia berjalan menuju UKS. Altan merebahkan dirinya di ranjang UKS untuk merehatkan badan dan pikirannya. Menghiraukan Elfan yang sedang berbicara dengan dokter Ade di samping ranjang yang ia tempati.
"Iya, makanya gue ngajuin jadi guru honor di sini. Sekalian mau pantau adek gue," ucap Elfan. Ia tak sadar keberadaan Altan karena posisinya sekarang membelakangi Altan.
"Adek lo sekolah di sini? Siapa namanya? Kelas berapa?"
"Altan kelas 11 IPA-1."
Dokter Ade menengok ke belakang Elfan dan melihat Altan rebahan di sana. Dokter Ade memang cukup kenal pada Altan, karena Altan sudah beberapa kali bolos jam pelajaran hanya untuk tidur di UKS. Bilangnya sakit, padahal ngantuk.
"Eh, itu Altan adek lo? Altan Mahendra 'kan?"
"Eh, lo kenal?"
"Itu di belakang lo!"
Elfan menoleh, ia terkejut melihat Altan berbaring di atas ranjang dengan satu lengan menutupi kedua matanya.
"Altan, lo kenapa? Lo sakit?" tanya Elfan menyentuh bahu Altan.
"Ah, berisik lo!"
Dokter Ade hanya menggeleng menyaksikan tingkah Altan. Tidak ingin mengganggu keduanya, Dokter Ade beranjak ke lemari obat. Sedangkan Elfan masih berusaha membangunkan Altan.
"Eh, Tan. Lo kenapa gue tanya? Sakit, ya?"
"Aduuh! Rese deh, Kak. Gue nggak sakit, gue ngantuk!" ketus Altan sembari mengubah posisinya membelakangi Elfan.
"Ya kan gue cuma tanya. Lo tuh kalau ngantuk ya cuci muka, terus masuk kelas belajar. Kecuali sakit baru ke sini."
"Bodo."
Elfan menghela napas pasrah. Dirinya masih susah meluluhkan hati seorang Altan.
"Mau gue bawain makanan, nggak?"
"Jus mangga oke sih," sahut Altan.
Elfan terkekeh. "Oke, gue beliin dulu. Untung lo punya kakak guru."
Sepeninggalan Elfan, Altan kembali memposisikan badannya menghadap langit-langit. Pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian di atap. Di mana Renaldy dan Alea resmi menjadi sepasang kekasih. Altan bahkan tak percaya jikalau Alea ternyata memiliki rasa pada Renaldy. Ia mengira bahwa Alea hanya berteman dekat dengan cowok itu.
Kenapa gue jadi cengeng begini? Alea bukan orang yang spesial bagi gue. Dia cuma Induknya para tungau di seluruh pelosok bumi. Ya, dia bukan orang yang spesial di hidup gue.
***
Pulang sekolah, Renaldy sudah menunggu Alea di depan kelas. Altan dan Juan yang keluar berbarengan melewati Renaldy. Tatapan Altan menajam begitu mendapati sosok Renaldy sambil menengok ke dalam kelas. Altan sudah menduga jikalau tujuan Renaldy menunggu di depan pintu kelas adalah menunggu Alea.
"Eh, Tan. Lo ikut ngumpul di base camp nggak? Gue sama Baim mau nonton film horor bareng. Bokapnya Baim ternyata ngoleksi banyak film horor. Seru tuh, ikut nggak?" tanya Juan.
"Gue skip dulu deh, Wan. Nggak enak badan gue."
"Lo sakit?"
"Nggak, cuma nggak fit gitu. Lo aja sama yang lain."
"Oke, kalau gitu gue nyamperin Baim di kelasnya. Baik-baik lo, Bro," ucap Juan sembari berlari. Altan hanya menunjukkan jempolnya.
Altan tak langsung pulang, ia bersembunyi di balik tembok untuk menunggu Renaldy dan Alea yang lewat.
Alea baru saja keluar dari kelas bersama Anita dan Amila. Renaldy langsung menahan langkah mereka.
"Alea, pulang bareng," ucap Renaldy.
"Cieee yang mau pulang bareng pacar. PJ jangan lupa, ya," goda Amila.
"Apaan sih, Mil. Emang masih jaman PJ-PJ-an," sahut Alea.
"Wah, Nit. Katanya udah nggak jaman PJ. Masa iya?"
"Tau nih. Pokoknya kalian harus traktir kami berdua. Nggak boleh enggak," cetus Anita.
"Iya-iya. Nanti gue traktir kalian berdua. Mau makan di mana? Resto bintang lima? Gue jabanin," sahut Renaldy.