Sekitar jam 8 malam, Altan baru diperjalanan pulang ke rumahnya. Saat hendak memasuki perumahan, tak sengaja ia bertemu dengan Alea yang hanya berjalan kaki. Altan menekan klakson ketika posisinya di belakang Alea. Alea sedikit berjengkit kaget sambil menoleh ke belakang.
"Altan."
"Habis dari mana lo?"
"Gue habis dari minimarket beli camilan."
"Kok jalan kaki? Sepeda lo mana?"
"Males keluarin dari garasi."
"Males aja pelihara. Gimana kalau ada orang gila? Lo nggak bisa lari laju, kan?"
"Dih, kok lo sewot gitu. Udah ya kalau nggak mau tawarin gue tumpangan, mending lo lewat aja sana," kesal Alea ingin kembali melangkah.
"Ya udah ayo naik. Lumayan nggak capek."
Alea menoleh, lalu berjalan ke belakang Altan dan naik motor itu. Altan tempat terdiam dan Alea menepuk pundaknya.
"Cepetan jalan!"
"I-iya sabar."
Mereka sudah sampai di depan rumah Alea. Terdengar suara musik tak begitu nyaring dari dalam rumah Alea. Altan yang heran menoleh pada Alea yang baru saja turun dari motornya.
"Di rumah ada siapa? Kek ada yang nyanyi nggak sih?" tanya Altan.
"Nyokap gue."
"Eh, udah pulang?"
"Udah. Baru aja sore tadi. Mamah ada oleh-oleh buat lo, ntar gue kasihin deh."
"Mana? Sekarang aja. Lo ajak gue masuk rumah kek. Sekalian gue minta camilan lo," ucap Altan tanpa malu.
"Dih, siapa yang mau bagi-bagi."
"Gak mau tau harus bagi-bagi. Gue mampir, ya," ucap Altan turun dari motornya.
"Nggak ada. Ntar lo ngomong macem-macem sama Nyokap gue."
"Ngomong apaan sih, cuma semacem dong," sahut Altan lebih dulu naik ke atas pelatar rumah Alea.
"Altan!"
"Tante Ela! Altan mampir, ya?!" seru Altan dari arah luar.
"Hah? Altan? Eh, iya masuk, ganteng!"
Alea menahan tangan Altan dengan tatapan tajam.
"Awas aja ya lo ngomong gue pacaran sama Renaldy. Gue nggak mau nyokap bokap gue tau."
"Kenapa?"
Ela tiba-tiba membuka pintu, membuat percakapan mereka terputus begitu saja.
"Ayo masuk! Ngapain kalian ngomong di luar. Altan, Tante bawa oleh-oleh buat kamu. Ayo masuk, Ganteng," ucap Ela senang sambil menarik lengan Altan.
"Ehehe. Iya, Tante. Wah, Tante baik banget sama teman anaknya," ucap Altan tersenyum girang masuk ke dalam rumah Alea. Sementara Alea mendengkus kesal ikut masuk ke dalam rumahnya.
Ela mengambil koper dari kamar dekat ruang tamu. Lalu mengeluarkan sebuah totebag dan menyerahkannya pada Altan.
"Nih, Tante beliin kamu jaket. Bagus banget jaketnya, Sayang. Cocok buat kamu. Pasti kamu ganteng banget pakai jaket ini," ucap Bu Ela.
Altan langsung mengeluarkan sebuah jaket berwarna marun. Alea yang duduk di seberang Altan, bersedekap tak suka.
"Wiih, Tante. Ini jaket keren banget. Altan coba langsung, ya."
"Iya coba aja. Duh, pasti kamu ganteng banget."
"Pasti dong," sahut Altan sambil memakai jaket itu.
Tak ada yang bisa memungkiri bahwa Altan itu terlihat bagus dan keren dengan pakaian apapun. Apalagi memakai sesuatu yang berwarna cerah, Altan tampak sangat menawan.
"Tuh, Tante. Bagus 'kan kalau Altan yang pakai?"
"Ya ampun, Altan. Kamu ganteng banget, Sayang. Tuh-tuh, Alea aja liatin kamu terus," gurau Bu Ela.
"Apaan sih, Mah. Nggak juga."
"Dia emang suka gitu, Tan. Suka curi-curi pandang ke Altan. Padahal nggak nyuri pun, tetap Altan kasih."
"Ahaha. Lucu ya kalian," tawa Bu Ela.
Alea tiba-tiba berdiri dan meninggalkan mereka berdua.
"Eh, Alea kamu mau ke mana? Teman kamu ditinggal?" seru Bu Ela.
"Dia capung ijo! Bukan teman Alea!" seru Alea yang sudah menaiki anak tangga.
"Kenapa sih tuh anak," keluh Bu Ela.
"Gapapa, Tante. Alea emang sering ambekkan. Bisa jadi karena dia nggak seneng sama Altan," ucap Altan pura-pura sedih sambil duduk di sofa kembali.
"Yah, Altan. Jangan ngomong gitu dong. Alea cuma badmood aja kok. Alea itu suka sama kamu, Tante yakin deh."
"Tapi kan Alea sudah punya pacar," sahut Altan mencebik.
"H-hah? Alea punya pacar? Siapa? Kok Tante nggak tau?"
"Sabar, Tante. Baru aja kok. Sama Kakak kelas 12."