Alea keluar dari kelas, ia hendak menuju toilet. Namun tak sengaja ia melihat Elfan membawa Altan di punggungnya. Alea langsung berlari menyusul Elfan.
"Kak Elfan!"
"Kak—eh, Pak. Itu Altan kenapa?" tanya Alea.
"Pingsan di rooftop. Saya mau bawa dia ke UKS."
"Ya ampun. Ya udah aku bukain pintu UKS, ya."
Alea pun turut ikut mengantar Altan ke UKS. Alea membukakan pintu UKS setelah mengetuknya. Tampak Dokter Ade sedang membereskan obat-obatan di dalam lemari.
"Ade, tolong periksa Altan, De. Pingsan tadi di atap sekolah," ucap Elfan panik. Dokter Ade langsung menghampiri Elfan untuk membantu merebahkan Altan ke ranjang.
"Wah, mukanya lebam-lebam, Fan. Digebukin orang ini?" tanya Ade membuka satu kancing seragam Altan.
"Ada insiden sebelumnya pokoknya. Cuma dia baik-baik aja pas berangkat sekolah. Nggak tau kenapa pingsan di rooftop. Lo periksa deh, ya."
"Iya gue periksa dulu," sahut Dokter Ade.
Alea masih menatap wajah pucat Altan yang diperiksa Dokter Ade. Seketika ia merasa bersalah, Alea takut kalau itu karena Altan terlalu memikirkan sikapnya yang berubah pada Altan.
"Gimana, De?" tanya Elfan.
"Kayaknya adek lo banyak pikiran. Keadaan tubuhnya juga kurang fit. Imunnya lagi lemah, Bro. Bisa jadi setelah ini dia demam."
"Tuh 'kan gue bilang juga apa. Nih anak bandel banget. Disuruh libur dulu malah ngeyel. Terus gue harus gimana nih?" dumel Elfan.
"Gapapa. Altan di sini aja istirahat. Gue bakal pasang infus buat dia. Lo beliin dia makan deh. Bubur atau sup ayam boleh tuh."
"Ya udah. Gue titip Altan ya, De. Kalau dia bangun dan mau pergi, suntik bius aja sekalian."
"Wah, jahat kau kawan."
"Abisnya nih orang bandel."
"Ya udah gue jaga. Dia nggak bakal bisa ke mana-mana. Badannya nggak akan kuat untuk itu."
"Oke. Gue ke kantin dulu."
Elfan menoleh pada Alea. Alea tampak sedih sambil menatap Altan. Elfan menyentuh pundak Alea, membuat gadis itu mendongkak.
"Alea, kita keluar, yuk."
"Iya, Kak."
Alea dan Elfan berjalan keluar UKS.
"Kamu sebaiknya kembali ke kelas, Al. Altan biar saya dan Dokter Ade yang jaga. Terus catatan yang saya kasihkan tadi, jangan lupa dikumpulin dan suruh Juan antar ke kantor. Di meja saya, ya?"
"Iya, Pak."
"Udah panggil Kak Elfan aja. Jadi aneh."
"Eh, iya. Terus Altan tadi—"
"Dia gapapa, paling cuma kecapean doang. Oh iya sekalian saya mau minta maaf sama kamu atas nama Altan. Dia buat pesta kamu hancur berantakan. Kalau saya tahu permasalahannya, pasti saya cegah Altan buat hadir di sana. Saya tau kamu marah sama Altan, tapi saya harap kamu bisa lebih memikirkan dengan alasan apa dia ngelakuin itu. Ya udah, kamu ke kelas sana. Saya permisi dulu," pungkas Elfan sebelum melangkah pergi. Meninggalkan Alea yang masih berdiri di sana. Alea menunduk, ia tiba-tiba merasa apa yang ia lakukan itu adalah sebuah kesalahan.
Apa gue harus minta maaf sama Altan?
Alea kembali ke kelasnya. Berjalan lesu mendekati Anita dan Amila yang tengah membicarakan sesuatu di meja paling belakang. Alea duduk di kursi Altan yang kosong. Anita yang melihat itu merasa heran, apalagi Alea duduk di kursi orang yang ingin ia hindari.
"Lo baik-baik aja 'kan, Al? Ke toilet kok lama banget. Keluar banyak, ya? Ahahaha," celoteh Anita di sambut tawa geli Amila.
"Mulut lo, Nit! Gue sumpel juga lo pakai kaus kaki," cerca Amila.
"Menurut kalian, gue marah wajar nggak sih Altan?" tanya Alea tiba-tiba.
"Kalau menurut gue sih wajar, ya. Cuman ... kalau lo harus benci dia atau berlebihan banget ya ... nggak adil juga. Soalnya kan bukan cuma Altan yang salah, Pidi juga. Bahkan dia yang jadi biang masalah," tukas Anita.
"Betul tuh. Gue emang nggak lama kenal sama Altan. Tapi nakal-nakal gitu dia nggak pernah buat masalah serius sama orang selama di sini 'kan? Baku hantam sama Pidi juga buat bela lo, Al," imbuh Amila.
"Oh, iya. Baru inget gue nih. Tadi pagi Altan sempat ngomong sama gue. Katanya dia ngelakuin itu juga buat ngelindungin Renaldy. Altan sebelumnya udah ada ketemu sama Pidi dan Pidi ngancem dia apa gitu. Jadi si Altan itu takut kalau Renaldy pas di pesta ngaku jadi pacar lo dan sasaran Pidi malah ke Renaldy. Altan kasihan sama Amelia. Kalau Renaldy kenapa-kenapa, otomatis Amelia bakal shock banget dong? Kasihan 'kan? Cuma Altan nggak mikirin dampak yang lainnya gitu. Pikirannya cuma menjurus ke situ doang. Intinya dia nggak sengaja kok," tutur Anita lagi melakukan pembelaan.
"Tapi Altan tahu Renaldy punya adek dari siapa?" tanya Amila.
"Kan teman-temannya ada, Mil. Bisa jadi siapa kek yang ngasih tau," sahut Anita.
"Iya juga, Nit, Mil. Gue jadi nyesel juga karena terlalu nyalahin Altan," ujar Alea menunduk. Ia sangat merasa bersalah.
"Makanya jangan asal nilai aja, Al. Kita nggak tau yang sebenarnya terjadi 'kan? Cowok emang gitu. Dia nggak mau bilang sesuatu yang buat ceweknya khawatir. Bisa jadi si Pidi ngancem apa kek ke Altan. Makanya Altan kek punya dendam gitu sama Pidi," ujar Anita lagi.
"Terus gue harus minta maaf sama dia?" tanya Alea tak yakin.
"Ya iya. Tapi kalau lo gengsi, tinggal bilang kalau lo maafin dia."
"Sekarang Altan di mana? Kok nggak masuk dari tadi?" tanya Amila.
"Dia di UKS. Sakit. Tadi pas gue mau ke toilet, gue ketemu sama Kak Efan yang bawa Altan di punggungnya. Kayaknya Altan pingsan. Jadi gue ngikut ke UKS. Pas diperiksa kata Dokter Ade Altan banyak pikiran, imunnya rendah. Ada kemungkinan sakit demam juga. Duh, gue jadi ngerasa bersalah banget. Mungkin aja yang dia pikirin kesalahan dia sama gue 'kan?"
"Bisa jadi tuh. Lo jengukin dia deh pas jam istirahat. Lepas itu lo ke kantin nyusul kita. Gue pesanin makanan duluan ntar."
"Oke, Nit. Thanks, ya. Semoga Altan nggak kenapa-kenapa deh," ucap Alea khawatir.
Anita dan Amila saling memandang dan tersenyum penuh arti.
"Cie ... ada yang mulai khawatir," goda Anita.
"Bentar lagi jadi sayang," sambung Amila.
"Apaan sih kalian berdua. Gue nggak khawatir, cuma merasa bersalah doang," elak Alea.
"Mana duduk di kursi Altan lagi. Jauh tapi berasa dekat gitu, ya. Ahahah!" puas benar Anita tertawa.
"Rese deh, Nit! Gue balik nih ke kursi gue," dumel Alea beranjak dari kursi Altan.
"Dih, ngambek Ratu gengsi. Cie ... ahahaha!"
***
Altan dipapah oleh Elfan masuk ke dalam kamarnya. Lusi yang ingin menyambut kedatangan mereka terkejut melihat keadaan anak bungsunya.
"Elfan, ini Altan kenapa?" tanya Lusi langsung menghampiri Altan dan meraba badan dan kening anaknya.
"Sakit demam. Ngeyel sih mau berangkat sekolah."