Sepucuk Surat

Zia Faradina
Chapter #4

Luka di Selasar Mata

Gemuruh luka menggenang di selasar mata Gayatri. Tubuhnya kehilangan daya. Sekuat apapun melakukan perlawanan. Ikatan yang menjerat tangan dan kakinya tak mudah dilepaskan.

Gayatri terjebak di gudang kebun karet yang lama tidak digunakan. Bau apek menguar masuk ke olfaktoriumnya. Napasnya mulai sesak, terbatuk-batuk. Tak ada satupun yang datang menolongnya. Hanya berteman gelap dan sepi.

"Linggar, bantu aku keluar dari sini. Tolong akuuu! Ingatlah kebaikan mas Danur." Teriakan Gayatri membuat laki-laki muda bertubuh kurus itu merasa jeri. Ada sekat yang membatasi langkahnya untuk tetap bertahan di pos keamanan dibandingkan menolong Gayatri.

Linggar tidak pernah lupa kebaikan Danur. Satu-satunya orang yang membelanya di saat yang lainnya menjauh. Dianggap sampah, karena sering berbuat onar di desa. Mabuk-mabukan, judi sabung ayam, sering memalak orang lain. Terjerat utang rentenir hingga nyawanya jadi taruhan.

Danur datang menyelamatkannya. Membayar seluruh tanggungan Linggar dengan tanpa syarat. Mengangkat kehidupannya dari lembah hitam dan memberi pekerjaan di kebun karet.

Tubuh penuh tato di tubuh Linggar mulai dihapus. Aktivitas kelamnya ditinggalkan. Linggar berubah menjadi sosok yang baru. Pemuda santun yang rajin ibadah.

"Ibuuu, Arumi takut." Gadis kecil itu kembali meronta. Tangannya dimasukkan di bawah pintu agar bisa bersentuhan dengan ibunya. Gayatri yang melihat jemari Arumi, hanya bisa pasrah, tak bisa menggenggamnya.

Tangannya diikat kuat dengan rantai besi. Kakinya di pasung. Ini klimaks kesedihannya setelah kehilangan Danur.

Gadis itu masih menunggu di luar. Duduk di lantai kotor. Menanti ibunya keluar. Impiannya untuk bersekolah hari ini kandas. Seragam putih yang dikenakan Arumi berubah menjadi warna coklat terkena debu tebal saat mengintip dari bawah pintu.

Linggar yang melihat Arumi sesenggukan, berusaha memalingkan muka. Jauh dari lubuk hatinya, muncul perasaan perih. Andai Danur masih hidup dan melihat Linggar hanya diam saja dengan penderitaan istri dan anaknya. Danur akan kecewa berat. Orang yang ditolongnya menusuk dari belakang.

Perasaan bersalah, membuat nurani Linggar terketuk. Buru-buru dia mencari bos barunya untuk meluapkan isi hati. Diedarkan pandangannya ke seluruh area kebun karet. Berharap lelaki berbadan tegap itu muncul.

Saat melihat sosok yang dicari akan meninggalkan kebun karet. Linggar berlari menemuinya.

"Tunggu, Pak Karim!" Lelaki berpenampilan parlente itu mengurungkan langkahnya masuk ke dalam mobil. Berbalik arah menemui Linggar.

"Maaf, Pak Karim! Mohon kasihani, Bu Gayatri dan Arumi," ucap Linggar dengan napas memberat. Mendengar jawaban pemuda itu, Karim yang dikenal tangan besi melepas kacamata hitamnya. Lalu meludahi wajah Linggar dan memberinya hadiah bogem mentah di perutnya.

"Rasakan ini!" Pemuda itu membungkuk kesakitan. Nyeri menjalar di sekujur tubuhnya.

"Baiklah, kalau itu maumu, lepaskan Gayatri. Lalu tukar dengan Ibumu." Linggar tersentak, tubuhnya gemetar karena ketakutan.

Lihat selengkapnya