Sepucuk Surat

Zia Faradina
Chapter #5

Kesakitan Gayatri

Gadis kecil itu masih terbaring di sebelah perempuan muda yang bertubuh ringkih. Entah berapa banyak butiran bening yang menetes dari sudut matanya. Beban yang dipikulnya sangat berat untuk anak seusianya. Kehilangan sosok ayah yang dicintai dan ibu yang tak lagi mengingat siapa dirinya.

Sehari-hari yang dilakukan hanya merawat luka Gayatri hingga meringkuk kelelahan di sampingnya. Berharap perempuan itu membuka mata. Kembali mengisi kekosongan hatinya dengan binar afeksi, bukan kebencian.

Hampir setiap malam, Arumi terbangun saat Gayatri merintih kehausan. Kejadian dua hari lalu di gudang kebun karet, menyisahkan duka mendalam di hatinya. Tidak mau diingatnya lagi.

"Ibuuu!" Arumi sontak terbangun mendengar Gayatri mengigau. Raut wajah ibunya berubah cemas. Tubuhnya gemetar. Gayatri meraih selimut dan menutupkan di kepalanya.

"Pergi kamu!"

"Ibu ini aku ...."

Arumi menggenggam tangan Gayatri erat. Namun, perempuan itu mengibaskannya dengan kasar. Tubuh Arumi didorong hingga di pojokan ranjang.

"Siapa kamu? Jangan dekati aku. Pergiii!" usir Gayatri dengan lantang. Arumi turun dari ranjang sembari terisak. Bocah itu pergi meninggalkan Gayatri sendirian dengan membawa luka.

Ini sangat menyakitkan bagi Arumi, mengetahui perempuan yang disayanginya melupakan dirinya. Ibunya menjadi orang asing. Menambah kesedihannya semakin berlipat-lipat.

Dia hanya bisa mengintip dari balik kelambu melihat Gayatri membanting semua perabot yang ada di kamarnya. Tak ada lagi kelembutan di wajahnya. Semuanya berubah sejak orang-orang di kebun karet membawa ibunya pulang ke rumah.

Ingatan masa lalunya menghilang begitu saja. Bahkan namanya sendiri, Gayatri lupa. Persis lembaran kosong yang belum pernah dituliskan.

"Cepat sembuh, Bu! Arumi rinduuu." Gadis kecil itu kembali terisak, terduduk lemas di depan kamar Gayatri.

***

Perkebunan karet yang luasnya berhektar-hektar sudah dialih tangankan atas nama Karim. Mulai diproses menjadi lahan kelapa sawit. Pagar pembatas yang dipasang di sekeliling lahan, sudah dibongkar.

Seluruh pohon karet dipangkas habis. Foto Danur berikut file penting usahanya yang masih tersimpan di ruangan kerja dikumpulkan jadi satu lalu dibakar.

"Selamat tinggal, Danur. Tak ada lagi kenanganmu di sini," ucap Karim dengan senyum menyeringai.

Melihat kobaran api yang menyala-nyala, Karim merasa puas. Sepanjang hidupnya, baru kali ini lelaki itu bahagia. Rona mukanya berseri-seri menyembulkan senyum kemenangan. Tinggal satu langkah lagi menyempurnakan kebahagiaannya, menghukum Gayatri.

Lihat selengkapnya