Sepucuk Surat

Zia Faradina
Chapter #10

Tamu tak Diundang

Rumah kayu berukuran 4x8 meter itu hanya memiliki satu kamar. Lantainya masih berbentuk tanah liat, sama dengan jalanan di luar rumahnya.

Atapnya hanya ditutup seng. Jendelanya terbuat dari triplek. Untuk memasak masih menggunakan kayu bakar. Di desa ini, semua bangunan rata-rata sama, tidak ada yang menonjol. 

 Di belakang rumah, ada tanaman ubi kayu yang biasa dimanfaatkan Arumi untuk makan sehari-hari. Ada juga sayuran yang tumbuh di sekeliling pekarangan rumahnya.

Namun, sudah beberapa hari tinggal di sini, belum ada satu pun tetangga yang dikenalinya. Jarak antara satu rumah ke rumah yang lainnya cukup jauh. Membuat gadis ini sedikit ketakutan.

Arumi belum pernah keliling desa. Dia masih takut bertemu orang asing. Kejadian beberapa hari yang lalu masih membuatnya trauma. Sekarang menghabiskan waktu merawat luka ibunya. Perlahan, semuanya kembali normal. Hanya ingatan ibunya yang belum pulih.  

 "Ibu, bangun. Makan dulu." Gayatri membuka matanya, lalu duduk bersender di ranjang kayu. Tangan Arumi cekatan menyuapi ibunya dengan singkong yang masih hangat dan empuk.

 "Ini aku, A-ru-mi, Bu!" Berulang kali gadis itu menyebut namanya. Berharap Gayatri kembali mengingatnya.

 "Arumi ... anak ibu." Ditatapnya wajah ibunya yang masih pucat. Tak ada ekspresi dari perempuan itu. Datar dan terkesan cuek tetapi Arumi tetap tersenyum.

 "Ayo cepat turunkan!" Suara keramaian di depan rumah mengejutkan Arumi. Tak pernah ada kegaduhan di desa ini. Biasanya sunyi senyap. Gegas dia berlari keluar untuk memastikan apa yang terjadi. 

 Mobil pick up yang membawa papan kayu berhenti tepat di depan teras Arumi. Beberapa orang menurunkan satu per satu barang yang ada di atas pick up. Lalu mulai mendirikan rumah kayu yang lokasinya tepat di depan rumah Arumi.

Raut muka gadis itu berseri-seri, melihat orang-orang bekerja menyusun papan kayu menjadi sebuah bangunan. Arumi kembali ke kamar menemui ibunya untuk menyampaikan kabar bahagia.

 "Ibu, sebentar lagi kita akan punya tentangga baru." Digenggamnya jemari Gayatri.

 Bagi Arumi, tetangga adalah orang terdekat yang bisa dimintai tolong. Terutama menyangkut Gayatri. Emosi ibunya sering tidak stabil, membuat gadis itu kelimpungan menangani ibunya. 

Di tengah kondisi Arumi yang serba terbatas. Satu jalan mulai terbuka. Tinggal satu yang belum dia tahu, mencari pekerjaan untuk menyambung kebutuhan hidup.

Lihat selengkapnya