Hari ini adalah hari pertama Ayas mengajar disalah satu sekolah dasar yang ada didesa ini. Ia sudah rapi dengan pakaian dinasnya, make-up tipis telah menghias cantik wajahnya. Yang menjadi masalah rasa gugup kian tiada henti, belum lagi terbayang kenakalan para bocah yang selalu membuat masalah.
"Yas, Haris sudah nungguin tuh."
Ayas terbelalak kaget mendengar perkataan tantenya, kenapa Haris ada disini? Ia belum siap bertemu sepupunya itu setelah kejadian memalukan akibat tingkahnya sendiri.
Perlahan Ayas mendekat, berjalan menunduk pada Haris yang siap dengan jaket tebalnya. "Pagi, Bu guru." Jelas itu candaan dari Haris yang tidak lucu sama sekali bagi Ayas.
"Pagi, ayo jalan!" titah Ayas tanpa mau melihat Haris. Motor yang dipakai Haris kali ini bukan motor tua yang lelet meski kecepatan penuh, ia menggunakan motor standar dengan cepat supaya Ayas tidak terlambat dihari pertamanya.
Mereka melewati beberapa tempat yang pernah menjadi saksi bisu kebersamaan Haris dan Ayas sewaktu kecil. Bagaimana lucu dan menggemaskannya Ayas selalu mengekori Haris yang berperan sebagai pelindungnya, tak membiarkan orang lain menyakiti Ayas seperti yang di ucapkan Haris tadi malam. Kalau membahas persoalan tadi malam, Ayas jadi teringat ia yang mau lepas dari rengkuhan Haris bahkan Ayas mengajak Haris tidur bersamanya. Suatu perbuatan bodoh, dan untungnya tante Ina sudah terlelap puas hingga tidak mengetahui perbuatan Ayas yang hampir merusak dirinya sendiri. Tapi Ayas benar-benar bersyukur Haris tak menuruti permintaan konyolnya, kecuali kecupan dikening yang ia dapatkan akibat kerewelannya sendiri. Sekarang Ayas benar-benar kehilangan wajah tebalnya.
"Kenapa gak pakai yang motor ini aja buat tadi malam?" Suatu pertanyaan besar bagi Ayas yang mengetahui Haris punya motor normal. Ia segera turun begitu tiba digerbang sekolah.
"E-eh, kerena motor ini masih dibengkel baru subuh tadi bisa diambil," jawab Haris cepat, sedikit gugup kalau ketahuan bohong. Alasan yang sebenarnya ya Haris ingin bisa berduaan dengan Ayas lebih lama makanya ia membawa motor antik bapaknya. Apalagi sepulang acara Ayas benar-benar lengket tak ingin pisah darinya membuat Haris besar kepala dan hati penuh bunga bermekaran.
"Oh yasudah, kalau gitu nomor kamu tulis nih biar bisa dihubungin jemput aku nanti." Haris mengambil ponsel Ayas dan mengetikan beberapa angka miliknya.
Begitu selesai Ayas mengambil cepat ponselnya, melenggang pergi begitu saja. Ia masih merasa malu akan permintaan gilanya tadi malam, bukan hanya itu Haris benar-benar bisa membuat keadaan yang sama seperti dulu. Bagaimana ia bisa bermanja-manja pada sepupu sialannya itu? Dan lagi kemana ekspresi datar Haris yang sering membuang muka padanya? Argh, Ayas ingin memutar waktu andai bisa.
Berbeda pada Haris yang ditinggal dengan wajah tersipu malu. Menyugar rambutnya kali ini ia berharap Ayas tidak akan pindah ataupun menjauh dari desa ini lagi, ia tak ingin ditinggal pergi seperti sebelumnya. Dan kalau pun Ayas berniat pergi lagi, maka Haris akan menyiapkan ribuan cara supaya Ayas tidak berada diluar pantauannya.
Ayas melangkah masuk gugup menuju kelas pertama yang akan ia ajar, tentunya menjadi seorang guru tidaklah mudah. Ada berbagai jenis murid yang ia didik dengan tingkah laku yang berbeda.
"Assalammualaikum, selamat pagi anak-anak."
Salam dan sapaan hangat Ayas mendapatkan respon positif dari anak didiknya, mapel dijam ke-empat adalah seni yang akan ia berikan semua ilmu yang ia ketahui.
Dimulai dengan perkenalan yang menyenangkan dengan sedikit kericuhan dari beberapa murid yang agak nakal menguji kesabaran Ayas, lebih lagi ia punya murid yang tidak mau diatur.
Meskipun ini awal ia masuk, Ayas tetap memberikan awal materi dan memberi tugas menggambar bangunan. Terserah apa saja, bisa rumah, gedung, atau sekolahan yang penting bukan gambaran legend dua gunung, sungai, dan pohon. Baru beberapa menit kelas hening sudah terdengar tangisan dari salah satu siswi yang krayonnya diambil paksa oleh murid yang lain.
"Kia kenapa?"
Kia menangis tersedu-sedu dan mengadukan perbuatan teman sebangkunya. "Azka benar kamu yang melakukannya?"