Apalah yang lebih mengherankan bagi para pegawai melihat bos yang biasanya memasang wajah datar kini tersenyum senang berbunga-bunga bak anak abg sedang puber.
"Kayaknya bos ketempelan deh."
"Bukan ketempelan lagi tapi kena jampi-jampi tuh."
Haris mengabaikan bisikan para pegawainya, ia sedang dalam mood tidak ingin memarahi siapapun. Keceriaan mewarnai setelah pulangnya Ayas, Haris merasa inilah jodohnya. Kalau Ayas bukan jodohnya, Haris tetap akan memaksa dijodohkan dengan Ayas si cinta pertamanya.
Seindah dan secerianya senyum Haris berbanding terbalik dengan cuaca diluar toko sedang hujan deras dengan suara guntur nyaringnya. Haris jadi teringat akan bagaimana ia menjaga Ayas yang masih kecil.
Diumur Ayas yang baru menginjak empat tahun, ia benar-benar pecicilan tak bisa diam sebentar saja. Bahkan hujan deras begini pun Ayas bersikeras ingin main lumpur dibawah hujan, harus menyetok extra sabar menghadapi kerewelan Ayas kecil meski pada akhirnya ia berhasil kabur dan bermain lumpur dihalaman rumah depan. Haris yang tak tega mendengar tangisan Ayas pun mengikuti kemauannya dengan ikut bermain lumpur bersama. Hari berikutnya mereka sakit demam, sakitnya Ayas lebih lama dari dirinya karna kondisi tubuhnya yang melemah. Kala itu Haris benar-benar bersalah dan sedih akibat perbuatannya Ayas yang menggemaskan jadi sakit demam hingga dilarikan kerumah sakit.
Lamunannya buyar kala mendapatkan ide memodusi sepupunya itu. Hujan begini lebih enak saling berbagi kehangatan bersama dalam satu selimut, astaga pikiran Haris benar-benar kotor. Maklum saja, ia belum juga menikah dikepala tiga padahal orang tuanya sudah menasihati hingga mulut berbusa. Haris memegang teguh prinsip tak mau menikah kecuali dengan Ayas, satu janji kecil yang mungkin sudah dilupakan olehnya.
Walau hujan deras pelanggan tetap berdatangan, kebanyakan orang - orang membeli voucher kouta yang sudah menjadi suatu kebutuhan pokok. Karna sudah ada pegawai yang melayani pelanggan, Haris tinggal duduk santai memainkan game dilayar ponselnya. Ia sebenarnya sudah tak sabar menjemput pulang pujaan hati, satu menit sudah terasa satu jam bagi Haris yang menunggu.
~~~~~
Ayas tak mengerti aksi sepupunya yang nekat menjemputnya ditengah hujan deras yang belum menunjukan tanda akan reda. Lihat saja pakaian basah Haris, meskipun sudah menggunakan jas hujan tetap saja.
"Kalau lebat begini mending tunggu reda saja jemputnya," omel Ayas melap wajah Haris dengan tisu kering miliknya.
"Aku takut kalau kamu pulang bareng laki-laki lain." Ayas termangu mendengar ucapan sepupunya itu, ia lebih baik diam.
"Keringkan sendiri!"