Sekarang Ayas dan Haris saling menjaga jarak dan enggan bertemu satu sama lain semenjak peristiwa yang membuat keduanya susah tertidur dimalam hari.
"Yas, anterin tante kerumah Dian ya. Mau main sama cucu." Pinta tante Ina diiyakan Ayas. Sejak kecil Dian sudah tinggal bersama tante Ina, orang tua Dian menitipkannya karna waktu itu daerahnya masih dijajah dan banyak terjadi penculikan anak.
Mereka tiba dirumah Dian, Rifky ternyata sudah berada dipelataran duduk bersama sang pemilik rumah. Ayas menggendong Gio, balita yang masih berusia satu tahun delapan bulan ini sangat menggemaskan. Untuk sekarang Ayas masih sangat suka, beda lagi kalau Gio sudah besar nanti apalagi kalau sedang aktif - aktif nya. Kepala Ayas sering pusing kala menjaga keponakan yang tidak bisa diam sedetik saja, bahkan barang - barangnya ikut dilempar dan beberapa buku penting untuk kuliah malah dirobek.
"Cocok banget Ayas datang, mau ikut lihat pertandingan badminton gak?" Ayas melirik singkat Rifky, mengangguk ragu.
"Berantem sama istri bukannya dibujuk, malah ajak sepupu nonton badminton." sindir Anya pada Rifky yang tak merasa tersinggung sedikit pun.
"Abaikan, yuk. Aku yang bawa." Rifky mengambil kunci motor Ayas dan langsung menaiki kuda besi tersebut.
Satu penyesalan tak terlupakan Ayas adalah membiarkan sepupu laknatnya mengendarai motor cicilannya. Pekikan takut Ayas makin menjadi kala Rifky melaju kencang melewati tikungan tajam, jantung berpacu kencang seakan ajal didepan mata. Ayas mulai mengingat semua dosanya termasuk kejadian kemarin. Mulutnya komat - kamit beristighfar dan sesekali memaki sepupu laknatnya. Bahkan sampai tibapun rasa pening dan mual masih mendera kepalanya akibat
Ayas memuntahkan isi perutnya didepan gedung olahraga, tengkuknya diurut pelan Rifky sang pelaku. Pusing, mereka duduk sebentar demi meredakan pusing Ayas.
Setelah baikan mereka masuk kedalam gedung tersebut. Ayas menghentikan langkahnya, cepat - cepat ia berbalik kala melihat keberadaan Haris tak jauh didepan. Sayang, Rifky tak tahu kejadian memalukan itu. Ayas pasrah diseret Rifky menghampiri Haris yang sudah berpakaian lengkap akan ikut bermain badminton.
"Yas, dulu sering suka main sama Haris 'kan? Main lagi lah." Ayas mencubit keras lengan Rifky hingga sang empu mengaduh sakit.
"Hobi banget nyiksa orang!"
"A-aku sudah lama gak main, aku nonton kalian main aja!" Wajah bersemu merah tak berbeda dengan Haris yang membuang muka.
"O-oh okey Buk, jangan pakai bentak dong. Hati eike rapuh tau." Ayas menendang kaki Rifky kesal. Ia berlalu kepinggir dan duduk disalah bangku yang sudah disediakan. Dua set permainan dimenangkan oleh Haris, Rifky yang kalah harus push - up sebagai hukuman diawal kesepakatan
Peluh membanjir pada keduanya. Mereka menghampiri Ayas, lebih tepatnya Rifky menyeret Haris dan mendudukan disamping Ayas. Mendapati reaksi lucu dari kedua yang langsung berpaling bak dua kutub magnet yang berlawanan, Rifky terbahak gemas.
Rifky melap keringat yang membanjir, "Kalian kenapa lagi sih? " ia sendiri tahu kalau sudah ada kemajuan yang entah apa itu. Satu hal yang ia tahu kalau keduanya sama - sama salah tingkah.