Ayas baru mengetahui kebenaran Haris yang memang memiliki konter besar didekat kota pasar tradisional yang lebih lengkap, sepulang kerja Haris mengajak sepupunya tersebut lantaran Ayas yang mengeluh penjual kosmetik dan sebangsanya tidak banyak beredar dipasar desa.
"Kamu jualan hp? Mau yang merek apel kegigit tapi diskon 100% ya," pinta Ayas asal setengah becanda.
"Boleh, jadi istri dulu semuanya juga bakalan buat kamu," ceplos Haris tak menggetarkan hatinya, ia menganggap hanya candaan jenaka. "Nanti bangkrut loh."
Haris tersenyum kecil, menggenggam erat jemari Ayas yang tersipu malu. Aih, indah memang kalau sedang kasmaran begini. "Aku pikir kamu gak mau kesini, mungkin mall yang kamu bayangkan belum bisa aku bawa kesana."
Ayas menggeleng, kalau ke mall dia bisa tambah khilaf. Tapi kalau gandengan begini rasanya seperti pasangan saja, Haris benar - benar pintar meluluhkan hatinya. Mereka berkeliling sembari mencari - cari tempat berjualan kosmetik. Ayas tersenyum cerah menenteng kantong belanja, barang - barang yang sangat ia perlukan bisa kembali menambah kadar kebagusannya apalagi ini dibayarin Haris, makin sayanglah sama sepupunya yang satu ini. Eh?
"Haris, kamu gak mau beli baju atau apa gitu?"
Tampak kening Haris mengkerut, berpikir keras lalu menggeleng pelan. Ayas greget, "Memangnya para pria tidak punya kebutuhan apa gitu?"
Haris menggeleng, ia bukan pria yang suka beli pakaian kalau tidak perlu banget. Dia hanya akan membeli pakaian baru kalau robek atau sudah kekecilan. Kini Haris malah tersadar ia sudah tak membeli pakaian sejak dua tahun yang lalu. Lama juga ya, tampil seadanya begini.
"Kamu risih dengan aku yang tampil sederhana ini?"
Ayas terkekeh pelan, ia menggeleng. Malah ia suka pada laki - laki yang tak terlalu banyak gaya seperti Haris manis ini. "Gak lah, kenapa harus risih. Kalau kamu tampil nyentrik malah aneh menurut ku."
Beberapa kali Ayas melirik pakaian lucu untuk kebutuhannya, meski sudah menahan hasrat ingin membeli tetap saja ia kalah. "Haris, kamu tunggu didepan aja ya? Ada yang harus aku beli dan please, kamu jangan ikut." pinta Ayas mendorong Haris maju.
"Memangnya kamu mau beli apa?"
"Khusus perempuan." Ayas berlalu cepat tak sadar Haris mengekor beberapa meter darinya. Bak mata - mata Haris memicing melihat apa yang dibeli Ayas hingga ia tak boleh ikut, wajahnya memerah tahu sudah yang dibeli pujaannya.
"Haris?" Pias, Haris ketahuan. Gawat, alamat bakalan dicuekin atau kena pukul nih. Otaknya tak bisa bekerja maksimal dalam hal mencari alasan yang logis dan natural.
"Kamu nyusulin? Astaga, iya sih pas kecil aku gampang hilang tapi ini 'kan sudah beda lagi. Aku itu sudah bisa ingat jalan dengan benar."
"Tapi Yas, waktu kamu kesini pas masih sma kesasar juga 'kan?"
Memang benar waktu ia kesasar dipasar ini selama berjam - jam, tapi ada yang penullllllll
"Haris nyebelin!"