Seremoni Rasa

Dinda Ratri
Chapter #4

Fase 1 : Ganggu Part.2

“Ratna, tar makan siang bareng lagi ya?”

“Weekend mau ikutan jogging di balaikota sama Doni nggak?”

“Udah salat belum? Bareng yuk.”

Deretan pesan-pesan itu menjadi penghias di telepon genggam Ratna sebulan terakhir ini. Perhatian yang jarang Ratna dapatkan selain dari keluarga membuat hatinya membuncah. Tidak jarang pipinya bersemu merah saat pesan-pesan itu hadir. Ada kalanya rasa penantian saat tidak ada pesan yang kunjung datang. Sampai akhirnya Galih mulai berani mengajak Ratna pergi berdua saja. Ratna dimabuk cinta.

Sejak siang Ratna sudah kebingungan memilih pakaian yang akan ia kenakan untuk pergi ke bioskop bersama Galih nanti. Film action Avenger menjadi pilihan Galih untuk kencan pertama mereka walaupun belum resmi pacaran. Rencananya setelah itu Galih akan mengajak Ratna makan malam di salah satu café favorit di kota Banjarmasin. Seluruh agenda itu sudah dibuatkan oleh Galih sehingga Ratna cukup duduk di samping kemudi mobil Galih untuk menikmati perjalanan hari ini.

Jam menunjukkan pukul 17.00, masih ada waktu bagi Ratna untuk bersiap-siap sampai nanti Galih menjemputnya usai adzan maghrib. Tetapi tampaknya semua sudah rapi tertata untuk digunakan Ratna di depan meja rias. Setelan kemeja warna biru tua dengan renda dipadu dengan celana jeans dan clutch mungil berwarna putih akan menjadi tema Ratna hari ini. Sepatu yang ia kenakan juga berwarna putih lancip dengan tinggi hak 3 cm. Ia tidak ingin pegal setibanya di kosan setelah berjalan-jalan dengan Galih.

Tak terasa waktu berlalu, pesan yang dinanti pun tiba. Mereka sudah tidak perlu terlalu banyak kalimat pengantar saat ini. Bahkan sebelum berangkat tadi Galih sudah mengirimkan pesan terlebih dahulu agar Ratna bisa bersiap-siap.

“Ratna, aku uda di depan kosanmu, ya,” begitu isi pesannya. Dan seperti yang sudah diduga, Ratna segera menuju keluar, menyapa Galih yang sudah siap di kursi kemudi dan memasuki mobil itu. Tidak lama waktu yang dibutuhkan bagi Galih untuk mencairkan suasana. Waktu perjalanan mereka jadi terasa singkat menuju bioskop.

“Nanti aku ganti ya bayar tiketnya,” ujar Ratna setelah mereka membeli tiket di counter. Galih menatapnya sambil tersenyum.

“Ngapain, nggak usahlah, santai aja, kan kalo nge-date cowo yang bayarin. Eh, bentar kamu tunggu disini dulu, aku beli popcorn sama softdrink ya,” jawab Galih lalu sambil berlari ke arah counter penjual makanan. Ratna terdiam duduk memegangi tiket bioskop mereka. Tadi dia bilang ini date, kencan, jadi kami ini?, batinnya mulai merayap ke langit dengan harapan-harapan.

Ratna duduk di kursi beludru berwarna merah sambil memandangi Galih yang masih mengantri pesanan mereka dibuatkan. Tidak terlalu berbeda dengan kesehariannya, Galih nampak bersih dan rapi untuk ukuran laki-laki dewasa. Lengan kemeja kotak-kotak berwarna hijau cokelat ia tekuk hingga siku, dipadu padankan dengan celana jeans sehingga ia tampak trendi dan lima tahun lebih muda. Ia mengenakan kacamata netral frame hitam membuat garis mukanya tampak tegas. Sekilas ia nampak seperti Clark Kent di mata Ratna.

Saat Galih melangkah kembali, mata mereka tak sengaja menatap satu sama lain hingga akhirnya Galih duduk di sebelah Ratna dengan tangan penuh berisi makanan. Tak bisa ditahan. Keduanya tertawa satu sama lain.

“Apaan sih, ngliatin?!” kata Ratna sambil memukul pelan bahu Galih.

“Ya masa nggak ngliatin, kan tujuanku disini, tujuan akhirnya di kamu,” balas Galih terkekeh. Ia tidak menyadari kata-katanya sanggup melelehkan hati ratna seperti gunung es yang disiram sinar matahari.

“Ye, udah ah, langsung masuk aja yuk,” ajak Ratna sambil mencomot popcorn di tangan Galih. Lagi-lagi Galih hanya memandanginya hangat. Ia melihat pribadi Ratna seolah berubah saat ia di kantor dan bersamanya. Hal yang serupa juga dirasakan oleh Ratna. Tidak ada lagi Galih yang kaku tentang development plan di kantor. Ia merasa bisa memahami Galih seutuhnya. Tak ayal, ia juga berharap memiliki Galih seutuhnya.

***

Film bioskop malam itu selesai dengan sempurna. Begitupun perjalanan malam ini menurut Ratna. Galih memilih sebuah warung kecil di sekitar jembatan Benua Anyar. Sederhana tapi bermakna bagi Ratna. Sambil menikmati soto banjar ditengah tiupan angin yang dingin, Ratna merasa lebih banyak bercerita dibandingkan Galih. Galih memang pandai berinteraksi dengan orang lain sehingga setelah pertanyaan sebelumnya dijawab, ia akan menanyakan hal lain. Baru kali ini Ratna bisa merasakan ia bercerita banyak kepada orang lain selain dengan keluarganya sendiri.

Cerita, tawa, dan rasa kenyang menjadi satu setelah mereka menyelesaikan makan malam itu. Hampir dua jam lebih mereka duduk di warung itu hingga teh panas di atas meja tidak lagi bisa mengalirkan kehangatan di tubuh. Kantuk sudah menyerang Ratna, Galih melihat tanda itu. Ia mengajak Ratna pulang meskipun tampaknya Ratna enggan dan masih ingin bersamanya lebih lama.

“Besok lagi, udah malem, ayo pulang,” kata Galih setengah tegas. Ratna yang sudah nyaman mulai meluruhkan kepribadian pegawai keras miliknya. Ia manyun mendengarkan ajakan Galih. Kelakuan itu membuat Galih tertawa kecil. Setelah membayar makanan mereka, Galih mengajak Ratna menuju mobilnya. Sambil berkelakar ala kadarnya, ia membukakan pintu untuk Ratna. Sebuah tindakan yang tidak disangka namun membuat bunga dalam hati Ratna semakin membuncah wangi. Mungkin setelah ini dia akan menyatakan cinta di dalam hati, harap Ratna dalam hati. Ada rasa kekagokan bagaimana ia harus menjawab pernyataan cinta dari Galih. Jawabannya tentu saja “ya” tetapi bagaimana cara menyampaikannya dengan elegan. Tentu saja karena ini adalah kali pertama bagi Ratna.

Pembicaraan mereka di dalam hanya sekenanya saja. Suasana temaram di dalam mobil seharusnya membuat rasa kantuk Ratna semakin kuat. Akan tetapi sebaliknya, ketenangan di dalam mobil yang tercipta dari nafas mereka berdua membuat adrenalin Ratna meningkat. Jantungnya berdegup kencang hampir setiap Galih mengambil nafas untuk mengatakan sesuatu. Paling tidak pikirannya sudah tidak jelas runtutannya.

Mobil Galih sudah hampir mencapai ujung gang kos Ratna.

“Udah sampe nih, jangan tidur malem-malem ya, Na,” kata Galih tepat di depan kos Ratna.

Lihat selengkapnya