Kenzo, duduk berselonjor di lempengan batu putih yang menyembul di antara hamparan pasir pantai. Punggung Kenzo menempel pada bongkahan batu putih lain di belakangnya. Senyum membayang di bibir Kenzo kala matanya menangkap semburat merah, jingga serta kuning yang mewarnai tepi langit dan permukaan air laut, jejak yang ditinggalkan sang matahari yang terbenam sesaat lalu.
Kenzo tidak pernah menghitung berapa kali dia menyaksikan pemandangan menakjubkan yang mengiringi terbit atau terbenamnya matahari. Yang pasti, Kenzo tidak pernah bosan dan selalu saja terpesona setiap kali menyaksikannya. Seperti yang saat ini dia rasakan.
Segudang rasa lelah yang Kenzo dapatkan setelah berkayak, menyelam, juga berjalan-jalan di sekitar pantai demi mendapatkan foto-foto spektakuler, sepenuhnya terhapus oleh keindahan yang tengah dia saksikan.
Ketika semua guratan merah, jingga, kuning, hilang sepenuhnya dari permukaan air dan tepi langit, digantikan oleh kegelapan yang semakin memekat di sekelilingnya, Kenzo tidak juga beranjak dari tempatnya berada.
“Beberapa menit lagi, aku akan meninggalkan pantai ini dan kembali ke penginapan. Tapi sebelum itu....”
Mata Kenzo beralih pada bulan serta jutaan bintang yang menghiasi langit malam. Senyum terbentuk di bibir Kenzo saat dia membetulkan posisi duduknya agar lebih nyaman.
Dengan senyum masih melekat di bibir, Kenzo menghirup dalam-dalam angin laut yang membawa aroma asin, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Kenzo melakukannya lagi, kemudian mengulanginya satu kali lagi.
Kenzo membiarkan dirinya menikmati keistimewaan sederhana yang diberikan alam padanya, ketenangan dalam kesunyian yang di iringi bisik lembut angin malam dan deburan ombak.
Lalu, kedua mata Kenzo menutup.
Desir angin menyapa telinga Kenzo, mengirimkan rangkaian nada indah yang terbang bersamanya.
Kedua mata Kenzo membuka. Satu kerutan kecil terbentuk di antara kedua alis Kenzo saat dia mengamati sekitarnya dan tidak melihat seorang pun di sekitarnya.
“Suara itu, aku memang mendengarnya, atau aku hanya....?”
Kenzo tidak melanjutkan kata-katanya ketika telinganya kembali mendengar rangkaian nada yang lembut dan indah.
Bergegas Kenzo berdiri, lalu mengedarkan pandangan ke sekitar, mencari seseorang yang memainkan instrumental indah yang terus membuai pendengarannya, dirinya.
Sayangnya, sinar redup sang rembulan dan kerlip jutaan bintang tidak berhasil menghalau pergi kegelapan yang menyelimuti seluruh pantai. Sinar dari ponsel juga tidak membantu Kenzo untuk menemukan keberadaan sosok yang dicarinya.
Kedua mata Kenzo menyipit, kedua alisnya bertaut saat mengamati laut yang gelap. “Musik ini, mungkinkah seorang peri laut yang memainkannya?”
Begitu selesai mengatakannya, Kenzo langsung mendengus sambil menggelengkan kepala. “Ken, apa sih yang kamu pikir dan katakan? Peri laut? Yang benar saja, Ken.” Kenzo kembali menggelengkan kepala, sementara bibirnya membentuk senyum miring, mengejek dirinya sendiri. “Sudah pasti, siapapun yang memainkan musik indah ini manusia biasa seperti kamu, Ken. Tapi,” Ken kembali mengamati sekitarnya, “Dimana dia berada?”
Kenzo kembali memicingkan mata saat mengamati seluruh penjuru pantai dan kembali tidak melihat siapapun disana.
Kenzo tidak mau menyerah, mencoba cara lain untuk menemukan sang pemain musik.
Kenzo memejamkan kedua mata, menumpulkan sejenak empat panca indranya, hanya menyisakan indra pendengarannya, menggunakannya untuk menemukan dari mana alunan musik indah yang terus memanjakan telinganya, berasal.
Kenzo tidak tahu, tidak menghitung berapa lama dia berdiri diam dengan kedua mata terpejam, memilah-milah setiap suara yang ditangkap telinganya, hingga satu-satunya suara yang dia dengarkan hanyalah alunan nada-nada indah yang mempesona.
Perlahan Kenzo memutar tubuh, terus berputar perlahan dan baru berhenti setelah yakin menemukan asal suara.
Kenzo membuka kedua matanya dan mendapati dirinya menatap tebing batu besar.
Kenzo menengadah, membawa matanya ke atas tebing batu, mengamati tepian tebing batu yang menjulang setinggi sebelas atau dua belas meter di hadapannya. Setangkup kecil cahaya di atas tebing batu menarik perhatian Kenzo.