Kenzo mengamati tumpukan makanan dan minuman instan yang ditata rapi di rak toko. Terbatasnya pilihan yang ada membuat Kenzo menggaruk bagian belakang kepala dengan jari-jari tangan kanan. Mulut Kenzo menyunggingkan senyum miring yang menggambarkan kepasrahan. “Ayolah, Ken. Ini tidak begitu buruk,” kata Kenzo pada dirinya sendiri. “Ada empat pilihan rasa yang akan menemani siang dan malammu di tebing batu.”
“Kamu beruntung, Ken, di desa yang cukup terpencil dan lumayan sulit di akses ini, ada toko yang menjual makanan instan kemasan. Toko yang kamu datangi sebelumnya hanya menjual bahan-bahan pokok dan peralatan rumah tangga. Makanan dari penginapan tidak bisa kamu jadikan bekal untuk berkemah di tebing batu, menunggu kemunculan sang Siren.”
Kenzo mengambi lima bungkus mie instan dengan tiga rasa berbeda. Kenzo tidak mengambil yang rasa kare karena tidak pernah menyukai rasa itu.
Dengan tangan kanan masih memegang mie instan terakhir yang dia masukkan dalam keranjang belanja, Kenzo mengarahkan mata ke jendela kaca toko.
Sama seperti belasan menit lalu, saat Kenzo meninggalkan penginapan, jalanan tetap saja lengang, tidak terlihat satu orang pun melintas.
Ketika Kenzo memasuki toko ini, sekitar sepuluh menit lalu, hanya ada dua orang dalam toko. Perempuan mungil berambut abu-abu yang berada di belakang meja kasir, dan seorang gadis cantik berambut coklat terang yang berdiri di depan showcase minuman dingin.
“Benar-benar desa terpencil yang jauh dari peradaban.” Kenzo melirik gadis yang berdiri beberapa meter darinya, mengamati gaya santainya yang unik dan tidak biasa untuk penduduk desa terpencil seperti ini. “Kecantikan seperti itu, pemandangan alam menakjubkan desa ini, menghilangkan rasa rebal akan minimnya fasilitas di tempat ini.”
Kenzo tidak mengalihkan matanya dari si cantik yang tengah menatap layar ponselnya dengan serius. Kenzo justru memanfaatkan keadaan untuk memuaskan dirinya, menikmati kecantikan di depan matanya.
Tiba-tiba, Kenzo merasa sedang di amati.
Mengalihkan pandangannya dari si cantik yang masih menatap layar ponsel dengan serius, Kenzo membawa matanya ke perempuan di belakang meja kasir.
Cengiran malu langsung terbentuk di bibir Kenzo begitu menyadari perempuan berambut abu-abu, melihat bagaimana dia diam-diam mengamati si cantik depan showcase minuman.
Kenzo menganggukkan kepala, sedikit melebarkan cengiran malunya, lalu memusatkan perhatiannya pada makanan dan minuman instan di hadapannya.
“Ken, kamu baru saja mempermalukan dirimu sendiri.”
Bibir Kenzo menghembuskan napas panjang.
Kenzo membaca keterangan di setiap makanan dan minuman yang dia ambil. Dengan sengaja melakukannya. Karena Kenzo, butuh sedikit waktu sebelum mendatangi meja kasir untuk membayar belanjaannya.
Kenzo sedang membungkuk, mengulurkan tangan untuk mengambil dan memasukkan tiga bungkus snack ketika mendengar gemerincing lonceng angin yang digantung di atas pintu masuk toko.
Kenzo tidak mengalihkan wajah ke pintu, sampai seruan penuh semangat menembus telinga Kenzo.
“Rena!”
Atmosfir gembira dalam teriakan itu membuat Kenzo menegakkan tubuh, mengarahkan pandangan ke meja kasir.
Kedua alis Kenzo terangkat tinggi saat kedua matanya mengerjap, lalu melebar melihat perempuan berambut kelabu melompat turun dari kursi, menghambur ke pintu dengan senyum lebar di wajah yang dipenuhi kegembiraan, serta kedua tangan terbuka lebar. “Sayangkuuu.”
Bibir Kenzo membentuk senyum tipis saat wanita berambut kelabu memeluk erat gadis dengan jaket dan topi denim. “Aku tidak mengira wanita seperti dia bisa melakukan itu, menunjukkan ekspresi cinta seperti itu.”
Senyum Kenzo melebar melihat perempuan berambut kelabu sedikit menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, membuat gadis dalam pelukannya ikut bergerak ke kanan atau kiri. “Sepertinya gadis itu putrinya, yang beberapa lama tidak dia temui. Karena itu dia memeluknya dengan begitu erat. Seakan tidak ingin melepaskan pelukannya. Dan gadis itu, menikmatinya.” Kembali, senyum di bibir Kenzo melebar.
Kenzo hampir saja memalingkan wajah saat perempuan berambut kelabu melepas topi gadis dalam pelukannya sambil berkata, “Aku tidak suka melihatmu memakai topi seperti ini. Rambut indahmu tidak akan terlihat.”
Mata Kenzo melebar takala rambut hitam bergelombang, dengan kilau indah, meluncur dari bagian dalam topi, jatuh ke tengah punggung Rena.
Mata Kenzo semakin melebar saat melihat wajah manis yang sebelumnya tersembunyi di balik topi yang dilesakkan dalam-dalam.
“Ya Tuhan, manis sekali,” bisik Kenzo.