SERENADE

Ratih Abeey
Chapter #12

11.

Bagaimana mungkin Faisal akan lupa dengan teriakan-teriakkan Bibi Megi?


Meskipun banyak sekali hal yang telah membuat Faisal sakit hati dari sosok tersebut. Dia masih harus berterimakasih padanya. Tanpa Bibi Megi, dia tidak akan menjadi sosok anak yang mandiri, sabar, pekerja keras dan tidak manja.


Sebetulnya, didikan Bibi Megi baginya cukup bagus. Terutama dalam hal yang tak pernah dilakukan oleh anak laki-laki lainnya. Hal itu sangat membantu di kondisi Faisal yang yatim piatu.


Tanpa didikan Bibi Megi, mungkin Faisal hanyalah seorang anak laki-laki nakal, pemalas, suka bermain dan pembangkang. Setidaknya, itu cukup baik dan sangat membantu sekali.


Terbukti. Meski tak ada orang tua, Faisal sudah pandai mencari uang sendiri.


Faisal melihat bahu Risa yang bergetar di samping pemakaman Bibi Megi. Dia sangat terpukul dari bagaimana caranya berkata padanya. Risa selalu mengolok-olok kematian kedua orang tua Faisal sehingga Faisal menjadi anak yatim piatu yang dikucilkan. Namun sekarang, semuanya berbanding terbalik. Ibunya Risa meninggal dan sementara ayahnya di penjara atas laporan Pak Imron yang menganiaya Faisal.


Faisal menyentuh pundak Risa pelan. Ikut prihatin dengan kejadian yang menimpanya. Tak ada yang akan tahu semua ini akan terjadi. Tak ada yang meminta pula. Tetapi dia masih belum percaya.


“Risa. Aku turut berduka cita.”


“Mau apa kau ke sini? Kau ingin menertawakan aku?”


Risa yang bersimbah air mata mendorong tubuh Faisal dengan kasar. Telunjuknya teracung ke arah Faisal dengan bergetar.


“Kau... Kau tahu, ini semua karena ulah mu,” desisnya garang. “Kalau saja kau tidak memenjarakan ayah ku, Mama ku tidak akan sakit-sakitan!”


Faisal hanya menunduk. Dia sendiri pun tak meminta semua ini terjadi. Bahkan untuk berdoa pada tuhan dan meminta balasan kejahatan keluarga Pamannya saja Faisal tidak pernah.


“Benar ya kata ayah ku. Bahwa kau itu memang pembawa sial Faisal! Kau itu pembawa sial!”


Ditabraknya bahu Faisal, lantas Risa pergi dari sana untuk pulang.


Manda yang setia menemani Faisal hanya terdiam pilu. Kasihan Faisal. Pasti dia merasa bersalah sekali. Dia pasti sedang sakit hati dikatai lagi sebagai orang yang pembawa sial.


Ditepuknya bahu Faisal oleh Manda.


“Faisal....”


“Seharusnya aku memang menanyakan kabar bibiku bagaimana...” lirih Faisal dalam, sambil berjongkok memegang nisan Bibi Megi.


“Kalau aku tahu dia sakit parah, aku bisa membantu Paman keluar dari penjara.”


“Jangan salahkan dirimu. Ini takdir.”


“Dan takdir kejam itu selalu ada pada ku.”


Hari demi hari. Faisal dirundung kelu. Memperhatikan Risa yang semakin ke sini semakin menjadi pendiam di sekolah. Sekalinya bicara dia akan marah-marah seolah orang yang bicara dengannya sudah membunuh Ibunya.


Faisal sungguh tidak tega. Apalagi seragam yang dikenakan Risa semakin hari semakin tidak rapih dan tidak terurus. Dia tahu Risa tidak pandai melakukan pekerjaan rumah dengan baik. Mungkin seragamnya juga tidak disetrika atau mungkin tidak dicuci.


Saat mendapatkan waktu luang Risa yang sedang sendirian. Faisal memutuskan untuk menghampirinya. Gadis itu ada di undakan tangga. Duduk dengan satu tangan menahan dagunya. Raut wajahnya seperti biasanya. Cemberut. Dan tangan satunya memainkan kuku.


“Risa,” panggil Faisal. “Aku ingin minta maaf.”


Risa segera memalingkan muka.


“Memaafkan mu tidak akan pernah membuat Mama ku kembali, Codet!"”


Risa berkata sinis sambil bangkit dan melenggang pergi.


Tidak tahu kenapa. Perasaan Faisal makin bersalah saja. Maka sepulang sekolah Faisal menemui Pak Imron di ruangannya. Membujuknya agar mau mengeluarkan Tundra dari penjara.


“Faisal, ini tidak mungkin. Kamu harus melihat resiko apa yang akan terjadi nanti,” kata Pak Imron.


“Tapi saya tidak tega melihat Sepupu saya Pak. Risa. Bagaimana pun dia itu masih saudari saya dan paman Tundra satu-satunya keluarga yang saya miliki,” papar Faisal. “Lagipula... saya tinggal di sekolah bukan? Dia tidak akan bisa menyentuh saya lagi.”


Pak Imron berpikir cukup lama. Dia membatin dalam hati kalau sikap Faisal ini sangat terpuji sekali. Tetapi dia menyesal karena keputusannya terlalu beresiko. Terutama pada kenyataannya bahwa Megi telah meninggal. Pasti Tundra tak hanya membenci keberadaan Faisal. Bisa saja sewaktu-waktu menemuinya dan menghajarnya lebih parah dari sebelumnya.


Pak Imron menghela nafas panjang. “Baiklah kalau itu mau mu. Bapak akan bantu kamu.”


“Terimakasih, Pak.”


Faisal sudah tidak sabar menunggu hari dikeluarkannya Tundra. Ini pasti akan menjadi berita bahagia bagi Risa. Setidaknya, Risa tak lagi murung setiap hari. Kalau soal cemoohan dari gadis itu, Faisal sudah terbiasa. Hanya saja melihatnya bersedih Faisal tidak tega. Meskipun perlakuan Risa terhadapnya sangat buruk.


Ditemani Pak Imron, Faisal menemui Tundra yang sudah dikeluarkan dari penjara di kantor polisi. Tubuh gemuk yang pernah dimilikinya kali ini agak kurus. Tidak terlalu kurus. Tapi sedang saja. Rambutnya lebat keriting dan acak-acakan. Wajahnya brewokan penuh. Sementara kelopak matanya menghitam dengan kerongkongan yang tidak terlalu menonjolkan lipatan lemak.

Lihat selengkapnya