SERENADE

Ratih Abeey
Chapter #18

17.

Ini pertama kalinya Faisal seolah-olah menghindar ketika Manda memanggil namanya dari jarak lima meter. Yang Manda lihat, Faisal masuk ke dalam kelasnya tepat pada saat Ratih juga masuk ke dalam kelas. Padahal, ada banyak hal yang ingin Manda ceritakan kepada Faisal. Tapi Faisal seperti enggan melihat keberadaan dirinya.


Di jam-jam kosong. Manda hanya diam memikirkan Faisal yang secara kontak berubah. Ia khawatir jika ada kata atau tindakan yang salah yang telah ia perbuat pada sahabatnya itu.


Mungkin, sebagian orang tidak suka jika dimarahi. Sejujurnya, Manda tak masalah malah, jika itu terjadi pada dirinya dan Faisal-lah yang marah itu. Asalkan, ia tidak didiamkan terus menerus seperti ini. Karena ini lebih menyiksa batin, terutama saat harus dipaksa mencaritahu sendiri letak kesalahannya di mana. Dan bukankah mereka sudah saling berjanji, untuk saling mengingatkan jika salah satu dari mereka bersalah?


Begitu jam terakhir telah usai, tak perlu waktu lagi. Manda mengambil tindakan untuk menemui Faisal lebih dulu dan bertanya kepadanya.


“Aku ingin bicara,” ucap Manda pada saat Faisal keluar dari kelasnya. Ratih di sisinya paham betul, gadis itu tidak mengatakan apa-apa lagi selain kata pamit lebih dulu untuk pergi ke kelas tambahan.


Kini, suasana menjadi canggung atau mungkin hanya perasaan sebelah pihak saja.


Namun, di kedua netra Manda terpancar perasaan resah yang dibendung. “Katakan,” lirihnya. “Katakan di mana letak salah ku?”


“Kau ini bicara apa?” sahut Faisal datar. Sama sekali tidak ingin bertemu pandang.


Setiap kali bertemu Manda memang tidak pernah bertatap langsung, tapi Manda bisa merasakan Faisal seperti ada yang disembunyikan.


“Faisal ...” Satu tetes air mata jatuh di sebelah mata Manda. “Aku lebih baik mendengar kau marah daripada kau mendiamkan ku seperti ini. Katakan. Katakan saja jika ucapan ku ada yang menyinggung perasaan mu? Tindakan ku yang ceroboh hingga membuat mu kesal atau apapun itu.”


Ia mencengkeram lengan Faisal kuat. Dan menumpahkan segala keresahan yang terjadi dan menimpanya selama kurang lebih tiga hari belakangan ini.


“Kau sama sekali tidak bersalah,” jawab Faisal. “Tapi ...” orang itulah yang salah telah merebut mu dari ku.


“Tapi apa?” desak Manda.


“Tapi ku pikir, kau sibuk dikelilingi teman-teman baru mu yang lain.”


“Teman ku hanya kau satu-satunya.” Manda menggenggam kedua tangan Faisal. Ia menyadari kemudian kata terselubung dari kalimat pemuda di depannya saat ini. “Tunggu. Siapa yang kau maksud teman baru ku?”


Ayolah. Masa harus ku katakan apa maksud ku. Suara hati kecil Faisal.


“Maksud mu Zidhan dan teman-temannya?”


Beruntunglah Manda tahu maksudnya. Faisal tidak perlu repot menyebut nama Zidhan yang sangat ia hindari saat berbicara.


Tidak percaya orang itu lancang sekali menyatakan cinta di depan Faisal yang terluka.


“Mereka tidak se-frekuensi dengan ku. Mereka hanya melakukan tugas kelompok dan latihan pentas saja.”


“Aku tahu,” sela Faisal lembut. “Dan aku sama sekali tidak marah pada mu.”


“Tapi kau tidak menoleh saat ku panggil?”


“Kapan kau memanggil ku?”


Seketika ia memukul lengan Faisal.


“Astaga, tadi pagi. Aku memanggil mu tapi kau masuk ke dalam kelas tanpa menoleh. Kau menyebalkan tahu!” ia kemudian membuang wajah sembari menyilangkan kedua tangannya itu di bawah dada.


“Kau mengira aku tidak menoleh?”


“Memang begitu kenyataannya.”


“Tapi faktanya. Aku sama sekali tidak mendengar. Aku hanya diberitahu oleh Ratih bahwa kau meneriakkan nama ku satu kali di koridor. Dan kau pikir aku akan menganggap aku betul dipanggil?”


Sepasang mata Manda terbuka lebar.


“Sementara yang ada di pikiran ku saat itu adalah aku salah mendengar. Fatal yang ada di samping ku menoleh. Jadi aku beranggapan kalau dia yang dipanggil.”


Mata Manda yang sejak tadi berkaca-kaca perlahan menghilang. Terganti oleh sapuan satu tangannya.


“Kau sungguh tidak marah kepada ku?” tanya Manda memastikan.


Faisal menggeleng mantap. Lengkung senyum langsung terukir di wajah Manda. “Ku kira kau marah karena aku membiarkan kau mengobati luka mu sendiri.”


Faisal senyum tipis. “Jika memang ada yang pantas aku salahkan adalah orang yang secara sengaja memisahkan kita.”


Dan panjang umur. Orang yang Faisal maksud tiba-tiba saja muncul.


“Ah, rupanya Mata Panda ku di sini,” gumam seseorang. Baiklah. Rupanya, memang tidak bisa dianggap remeh Zidhan itu. Dia selalu memiliki cara untuk mengganggu. “Hai, Faisal apa kabar?” sapa Zidhan menepuk satu kali punggung Faisal.


Lihat selengkapnya