SERENADE

Ratih Abeey
Chapter #20

19.

Seperti yang kita semua tahu, Faisal akan melakukan apa saja untuk Manda. Apapun itu. Bahkan Faisal membiarkan Zidhan gencar datang dan membawa Manda pergi. Tapi ia tak perlu khawatir, ia sangat kenal bagaimana sifat Manda. Manda tentu tidak akan membuka hati untuk orang seperti itu. Manda sangat pandai menilai sesuatu dan Faisal pikir Manda juga akan dapat memilih mana yang akan membawa pengaruh baik ataupun buruk.


Zidhan telah menunjukkan sikap asli yang dimilikinya di depan Manda. Ya. Orang itu senang mengacaukan segala hal dan membuat onar di mana-mana.


Lalu, apakah Manda akan menyukai laki-laki seperti itu?


“Faisal,” panggil Manda dengan nada putus asa. Saat itu, mereka sedang berada di atas bukit. Menatap langit biru dengan cahaya surya yang turun lewat celah-celah daun. Beberapa daunnya ada yang jatuh tertiup angin. “Aku ingin bicara,” kata Manda lagi.


Mata Faisal terbuka. Tangannya yang ditaruh di bawah kepala sebagai bantal, perlahan dia jauhkan dari kepalanya. Dia beranjak cepat saat Manda menyebut namanya. Seakan dia akan cepat sekali datang meskipun jaraknya sangat jauh sekalipun dengan gadis itu. Dia duduk dengan tangan di atas lutut.


“Bicaralah.”


Manda menatap danau yang jauh dari pandangannya dan rumah pohon yang ada di tepi danau itu. Seolah pertanda kalau dia akan membahas yang berkaitan dengan tempat itu. Lagipula, ia tidak berani menatap mata hitam di samping dirinya saat ia hendak bertanya dengan ragu.


“Faisal, apa kau memaafkan Zidhan dan teman-temannya?” lanjut Manda agak pelan.


Faisal memejamkan mata. Mengangguk. Tidak. Dia tidak ingin memaafkan mereka. Terutama Zidhan. Pertama, karena Zidhan selalu mengganggunya. Kedua, Zidhan secara terang-terangan mendekati Manda. Ketiga, dia memang pengacau. Bahkan dibanding dengan Risa, Faisal jauh memihak Risa. Meskipun Risa selalu mencemoohnya di depan para gadis, Risa tidak pernah membuatnya merasa malu atau diperlakukan seperti tontonan sirkus di depan seluruh penghuni sekolah. Hanya Zidhan dan teman-temannya saja yang berprilaku demikian. Mereka sangat-sangat menyebalkan, sombong karena berjalan angkuh dan dikelilingi para penggemar seakan mereka personil band The Beatles.


“Apakah kau memaafkan ku karena aku berteman dengan mereka juga?”


Faisal menggeleng. Menggenggam erat pergelangan tangan Manda seperti takut sekali Zidhan dan teman-temannya tiba-tiba saja datang dan memisahkan mereka berdua.


“Aku tidak akan marah pada mu seberapa sering pun kau menjahili ku ...” atau aku tidak akan bisa marah kepada mu Manda.


Senyap sejenak.


“Boleh ... Bolehkah aku bertanya sesuatu?”


Faisal mengangguk dengan mata masih terpejam.


“Apa ... Apa yang sebenarnya kau pikirkan setiap kali kau mengajak ku ke sini?” Manda bertanya ragu-ragu.


Faisal senyum tipis sekali hampir tak terlihat. “Banyak hal—”


“Banyak?”


“Ya, tentang masa lalu kita. Tentang hari ini. Tentang cita-citamu yang ingin ke tempat bersalju ....” Dia diam sebentar lalu membuka mulut lagi. “Kau tahu? Aku sungguh mempersiapkan semuanya. Dari mulai belajar lebih giat lagi dan aku juga tidak lupa belajar bahasa asing. Aku sudah menguasai beberapa bahasa. Inggris, Prancis, Jerman, Brazil, Korea Selatan. Tempat-tempat bersalju dan memiliki pesona estetik."


Hening lagi sejenak.


Manda membuka tutup mulutnya sangsi. “Um ... Lalu apa yang akan kau lakukan jika aku pergi atau aku tidak ada bersama mu?”


“Aku akan menunggu mu kembali.”


Kalimat itu benar-benar menohok di hati Manda.


“Faisal.”


“Hm?”


“Kau tahu Zidhan menyatakan perasaannya pada ku di lapangan waktu lalu?”


Manda menoleh kali ini. Dan dia dapat melihat mata hitam itu berubah tajam. Siapa yang akan senang membicarakan orang yang membuat dirinya menderita. Faisal sudah cukup menderita dengan apa yang Zidhan lakukan dan Manda seharusnya tidak membicarakan tentang laki-laki pembuat onar itu terus menerus. Karena dia juga sangat tahu bahwa dua pemuda yang dikenalnya tidak berteman seperti dirinya pada mereka.


Saat Manda berpikiran Faisal akan marah, ia keliru. Faisal justru tertawa. Tertawa yang membuatnya mengernyit. Memangnya ada yang lucu. Faisal berdiri. Rambut hitamnya tertiup angin sehingga aura panas di dalam dadanya sedikit tersapu. Sedikit saja.


Manda bisa melihat punggungnya yang berjalan sedikit menjauh. Faisal berdiri menatap danau dengan kedua tangan di dalam saku.


“Ya. Dia memang bodoh. Mempermalukan mu di depan umum,” desisnya dengan senyuman miring.


Manda ikut berdiri, menghampirinya dari belakang.


“Tapi, bagaimana jika aku menerimanya?”


Mendadak semua kegiatan seakan tak berjalan semestinya. Bahkan suara angin pun menghilang. Manda bersumpah. Ia bisa merasakan aura dan tatapan tajam Faisal yang seakan menusuknya sekarang. Bahkan bulu roma berdiri efek kegugupannya saat ini.


“Kau menyukainya? Laki-laki idiot itu?” tanya Faisal dengan kepala berpaling. “Kau ingin berkencan dengan orang aneh itu?” dia agak menegaskan suaranya yang sebelumnya hanya ada tawa. “Ku beri saran, lebih baik jangan.” Dia berkata lagi dengan nada hampa yang anehnya terdengar stabil. Dia kembali menatap ke depan.


Kuku jari tangan Manda bermain gelisah. Gadis itu hendak menepuk pundak Faisal untuk memenangkannya. Mungkin Faisal agak terkejut karena Manda harus berkata tentang musuhnya itu. Dia bisa merasakan kalau tatapan pemuda itu kosong. Ekspresi yang tidak pernah ada itu berubah semakin gelap. Dingin. Bak patung.


“Aku tahu dia sering mengganggu mu karena aku. Itu sebabnya aku harus menerimanya mungkin dengan begitu dia tidak akan mengganggu mu lagi—”


“Katakan pada ku kalau itu cuma bercanda Manda!” kata Faisal dengan suara yang hampir tidak terdengar.


Manda hanya mampu menelan ludah. Ia tahu ia salah bertanya pada Faisal karena sahabatnya ini tidak akan setuju. Namun karena itulah sebabnya. Faisal sahabatnya dan dialah orang yang paling berarti di hidupnya. Dia sudah menganggap Faisal lebih-lebih dari itu. Dia orang yang selalu Faisal lindungi dan jaga. Dia orang yang selalu menemaninya dalam suka maupun duka. Dia dipercaya oleh Faisal karena pemuda itu banyak menyimpan rahasia pahit. Terutama penyiksaan Paman dan Bibinya. Yang berarti orang tua Risa.

Lihat selengkapnya