Serenade di Musim Dingin

Heri ST
Chapter #4

Fragmen 3

Hari ini tepat minggu kedua semester genap. Karim akan menjalani wawancara sebuah Forum Studi Islam (FSI) di Fakultas Bahasa dan Seni. Sebelumnya, Karim juga tergabung sebagai staf PSDM BEM Bahasa Arab. Ia tidak jadi daftar anggota pecinta alam. Kali ini, organisasi rohis, tampaknya sangat familiar dengan latar belakang Karim. Pandangannya di awal, barangkali akan menjadi hal yang biasa saja. Bertemu dengan sekelompok orang-orang saleh. Bukan hal yang baru. Semua terjadi sepanjang hidupnya di rumah, pesantren, lingkungan SMA, dan kini, di kampus. Kalau bukan karena paksaan dari orang tuanya, ia tidak mau bergabung dengan forum ini. Semua pandangan itu kemudian melingsir ketika ia bertemu dengan kakak kelasnya yang bernama Zikri. Ada sebentuk jawaban yang selama ini tak pernah pecah dalam tempurung gelebahnya. Kakak kelasnya itu cerdas meyakinkan. Soal hidup, kuncinya hanya syukur dan sabar. Bergabung di forum ini bentuk syukur Karim atas apa yang telah ia dapatkan, terutama sosok ayah dan ibu yang begitu serius mendidiknya agar tidak jauh dari ajaran Islam. Betapa bodohnya ia selama ini, menguntai tasbih tanpa pernah melongok ke luar jendela. Ada begitu banyak ketidakadilan yang mencengkeram umat.

Selesai wawancara, Karim berpapasan dengan perempuan yang pernah bertemu dengannya di lorong Gedung Q. Ia juga terlihat sedang wawancara untuk forum yang sama. Di sebelahnya ada kotak kue. Rupanya perempuan itu jualan donat. Donatnya mirip sekali dengan donat yang diberikan Gian. Karim langsung berpikir untuk segera bertemu dengan laki-laki itu.

Begitu sampai di kelas, Gian tampak sedang mengerjakan tugas. Karim langsung mengganggunya. Gian sedikit menghindar dan mulai membelakangi Karim. Dia serius sekali, karena tugas itu akan ditagih siang ini.

“Eh Gi!”

“Apaan si Rim?!” tukas Gian seolah tak ingin diganggu.

“Eh, yang jualan donat itu mahasiswa ya?” Gian tak menjawab. “Mahasiswa Bahasa Indonesia.” Kali ini Gian tak melanjutkan tulisannya. Dia agak heran, Karim tahu hal itu. “Bener kan, Gi?” Gian tetap tak menjawab, dia menulis lagi. Karim mulai menebak-nebak. Sebelah hatinya bingung, kenapa Gian harus menyembunyikan hal yang tidak penting seperti itu?

“Dia tadi wawancara juga. Ternyata dia ikut FSI.” Gian kembali menghentikan tulisannya. “Pas gua liat dia, dia bawa kotak kue, isinya donat.” Beberapa saat kemudian, barulah dosen membuka pintu. Keadaan langsung hening. Gian menggerutu kesal pada Karim. Tugasnya belum selesai.

***

Tepat pukul 16.30, Karim dan Gian bertemu kembali di parkiran.

 “Kasih gua alesan, kenapa gua harus ikut FSI?”

“Ya.. temenin gua!”

“Tumben alesan luh gak cerdas, Rim.”

Lihat selengkapnya