Serendipity's Paradox menuturkan kisah seorang perempuan yang memulai perjalanan baru, terbang ke Kota Jakarta dengan semangat beasiswa magister yang baru saja ia raih. Di tengah gemuruh kota, takdir mempertemukannya dengan seorang laki-laki yang selama ini diam-diam memendam rasa—sejak mereka bersama-sama menapaki serangkaian ujian beasiswa. Kini, nasib mempertemukan mereka kembali di ruang kelas yang sama, di mana selama hampir setahun, laki-laki itu menyimpan cintanya dalam senyap. Hingga akhirnya, ia pun mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan perasaan yang telah lama bersemayam di hatinya.
PROLOG
Now Playing : I Don't Want to Miss a Thing by Aerosmith.
"Bang, ceritakanlah kisah abang."
Lelaki di hadapanku tampak terkejut, nyaris mengeluh, namun ia hanya menarik napas panjang sebelum berkata dengan nada tegas, "Selalu aku yang bercerita, bukan?”
"Nadia sudah banyak bercerita, Bang," jawabku sambil menyuap mie yang baru saja kuambil. Pedasnya luar biasa—meskipun hanya level 1, lidah dan bibirku langsung bergetar. Mie pedas ini adalah canduku, selalu kugapai walau tahu akhirnya akan berujung air mata.
Malam ini kami memilih tempat makan mie favoritku, setelah menonton film bersama. Karena terlambat, kami tak sempat memesan makanan sebelumnya, membuat perutku berkeroncong sepanjang film. Aku nyaris tertidur, namun ia dengan cekatan membangunkanku, menawarkan untuk pulang saja jika aku terus mengantuk. Refleks, mataku terbuka lebar. Ini adalah pertemuan yang mendadak, tanpa rencana.
Hari ini adalah hari terakhirku di Jakarta, dan aku memilih menghabiskan waktu dengan teman sekelasku yang selalu baik ini. Ia, yang selalu bisa diandalkan meski kadang menyebalkan.
Kami akhirnya tiba di tempat makan mie paling populer se-Indonesia. Kukira tadinya kami hanya akan makan mie, tapi ia mendesakku untuk menonton film terlebih dahulu. Aku sempat ragu karena filmnya hampir dimulai, tapi untunglah petugas box office masih mengizinkan kami membeli tiket, memberi kami kesempatan untuk menonton.
"Kapan kamu akan bercerita? Rasanya aku selalu yang bercerita," keluhnya. Tak heran, ia memang suka mengeluh tentang hal ini.
Ia menatapku yang masih berkutat dengan mie, mungkin ia berpikir, "Nih cewek lama banget makannya."
Dan aku pun berpikir, "Kenapa cowok makannya cepat sekali?"
Aku tersenyum sambil mengunyah udang keju. "Kemarin-kemarin, Nadia kan sudah banyak bercerita, Bang."
Ia menarik napas panjang sebelum akhirnya memulai kisahnya. "Dulu, saat SMA, aku pernah punya pacar."