Serendipity's Paradox

nandini s
Chapter #6

Celah

Chapter V : Celah

Now Playing : Somewhere Only We Know by Keane.

Dua hari sebelum hari ini, tepatnya di Minggu pagi, Kak Rumi dan beberapa teman, termasuk Bagas, melakukan perjalanan sehari penuh ke Bandung. Mereka memilih mobil Bagas sebagai kendaraan, mungkin sebagai perpisahan sementara sebelum perkuliahan kembali menyita hari-hari mereka. Mereka berangkat saat fajar menyingsing, seakan ingin mengecap kebebasan terakhir sebelum dituntut berjibaku dengan lautan mata kuliah yang tak berujung.

Pagi itu, pintu kamarku diketuk—suara yang datang tiba-tiba dan membuatku terbangun. Aku mengintip dari balik jendela, dan kulihat Kak Rumi bersama dua teman lainnya dari prodi yang berbeda, sudah siap dengan pakaian dan barang bawaan.

"Dek, mau ikut nggak?" Suara Kak Rumi lembut menyusup ke dalam kamarku saat aku menyibak tirai, mata kami bertemu dari balik kaca jendela.

Bagas sebenarnya sudah memberitahuku sehari sebelumnya tentang rencana mereka. Dia juga menawariku untuk ikut. Namun, entah kenapa, aku menolak. Aku merasa jika aku ikut, suasananya akan terasa asing, penuh kecanggungan. Jadi, aku memutuskan untuk tidak pergi.

Namun, kali ini, Kak Rumi sendiri mencoba merayuku. Dalam keremangan pagi, dengan tubuh yang masih terbalut kantuk, aku mendapati diriku bergelut dengan perasaan ragu-ragu untuk menolak.

Tanganku tergerak, membuka pintu sedikit saja, hanya sebuah celah kecil yang cukup untukku mengintip ke luar. Aku menjawab pelan, "Kayaknya nggak deh, Kak." Ekspresiku canggung, sambil memandang ke arah tubuhku yang masih berbalut pakaian tidur, wajah tanpa riasan. "Nadia juga belum mandi," aku menambahkan, seakan itu bisa menjadi alasan yang cukup.

"Gapapa, mandi aja dulu. Kita tunggu kok," sahut Kak Rumi, tanpa ragu.

Aku hanya bisa tersenyum tipis, tidak percaya dengan jawabannya. Jika mereka harus menungguku, perjalanan ke Bandung mungkin takkan pernah dimulai. Aku tahu, mereka akan bosan menanti.

"Enggak deh, Kak. Kakak-kakak aja," suaraku semakin pelan, berharap Kak Rumi mengerti.

"Serius?" Kak Rumi menatapku penuh ragu. "Kamu nanti sendirian loh, karena yang lain pada ikut."

Dari arah pintu depan, terdengar suara kakak-kakak lain. Zara dan Lala, dua teman Kak Rumi dari prodi lain, ikut menyuarakan ajakan mereka.

"Iya, ikut aja dek. Ada Bagas juga," ucap Kak Zara dengan senyum yang ramah.

Aku menyengir lagi, kali ini lebih lebar, tapi tetap ada keengganan. "Nadia nggak ikut dulu, ya, Kak. Lain kali mungkin," jawabku lembut.

Wajah mereka tampak sedikit lesu, namun tak ada yang memaksaku. Kak Rumi pun mengangguk pelan. "Oke, dek. Kita berangkat dulu, ya. Anak-anak cowok sudah nungguin."

Aku mengacungkan ibu jariku, melihat mereka melangkah pergi. Pintu kembali tertutup dengan lembut, hanya meninggalkan keheningan pagi yang menemaniku.

***

Lihat selengkapnya