Chapter XVII : Keberuntungan
Now Playing : Best Day of My Life by American Authors.
Seminggu sudah aku menghabiskan waktu di Jakarta, kota yang begitu penuh dengan hiruk-pikuk kehidupan, dan dalam kebosanan yang tak terelakkan, jemariku terpikat oleh sebuah kesempatan tak terduga. Sebuah giveaway yang diadakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga, menawarkan tiket gratis untuk menonton pertandingan bola basket FIBA Asia Cup antara Indonesia dan Australia. Hatiku bergetar, tak kuasa menahan antusiasme yang menjalar dalam tiap tarikan napasku.
Bola basket—olahraga yang tak pernah lepas dari hidupku sejak masa sekolah menengah atas. Dari lapangan sederhana hingga mimpi-mimpi besar yang kubangun di setiap pantulan bola, ada hasrat yang begitu kuat untuk bisa melihatnya lebih dekat, lebih nyata. Harapan itu menggantung, seperti bintang yang tampak begitu dekat namun tetap saja jauh. Aku tahu, momen ini adalah kesempatan emas yang tak boleh kulewatkan begitu saja.
Bayangan tentang berada di antara ribuan penonton yang bergemuruh, di tengah sorakan riuh rendah yang mendukung tim andalan masing-masing, terpatri jelas dalam pikiranku. Seakan aku bisa merasakan desah napas para pemain, gemuruh sepatu mereka yang berderak di lantai lapangan, dan dentingan harapan yang melonjak setiap kali bola mendekati ring. Adrenalin yang berbaur dengan semangat para penggemar, suasana yang hanya bisa dinikmati di arena, tidak bisa tergantikan oleh layar kaca.
Maka, di sinilah aku, mencoba peruntunganku dengan mengikuti giveaway itu. Dengan penuh harapan dan kecemasan kecil, kutuliskan alasanku di kolom komentar, berusaha merangkai kata-kata yang bisa mewakili betapa besarnya keinginanku untuk mendapatkan tiket itu. Setiap kata yang kugoreskan seperti doa yang melambung tinggi ke angkasa, berharap bisa sampai pada hati penyelenggara.
Larut malam menyelimuti kamar dengan kelembutan sunyi, sementara waktu seakan melambat, mengikuti detik yang berderap pelan. Mataku yang lelah masih mencoba bertahan, digelayuti kantuk yang mulai menebal. Namun, entah mengapa, rasa penasaran mendorong jemariku untuk meraih ponsel. Dengan sisa tenaga yang tertinggal di kelopak mata, kubuka Instagram, layaknya seseorang yang mencari cahaya di tengah kegelapan.
Tiba-tiba, pandanganku tertuju pada sebuah notifikasi, sebuah tanda kecil yang tampak biasa saja, namun segera membangkitkan denyut jantungku. Seseorang menandaiku dalam sebuah unggahan, dan seperti embun yang jatuh lembut di atas dedaunan, aku terkejut. Rasa kantukku seketika lenyap, digantikan oleh percikan kegembiraan yang tumbuh perlahan di dalam hati.
Ternyata, namaku termasuk dalam daftar keberuntungan. Aku adalah satu dari sepuluh orang terpilih yang mendapatkan dua tiket sekaligus—hadiah yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Keajaiban kecil itu menghampiriku di tengah keheningan malam, dan dalam sekejap, pikiranku dipenuhi oleh bayangan indah tentang kesempatan yang akan segera datang.
Bayangkan, betapa senangnya diriku saat itu. Senyumku perlahan merekah, seperti bunga yang terbuka saat fajar menyapa, sementara rasa syukur mengalir pelan, membanjiri relung hati. Rasa bahagia yang meluap tak mampu lagi kubendung. Dengan jari yang bergetar oleh kegembiraan, aku segera mengabadikan tangkapan layar pengumuman itu, lalu membagikannya di story WhatsApp. Seakan dunia sejenak berhenti, menunggu ikut menyaksikan momen ini—momen ketika namaku tertera sebagai pemenang.
Namun, meski hati berdebar penuh sukacita, aku masih diliputi rasa tak percaya. Segera setelah itu, dengan penuh harap dan keraguan, aku mengirim pesan langsung ke akun Instagram Kemenpora. Kata-kataku mengalir dengan kecemasan tersembunyi, mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa apa yang terjadi ini sungguh nyata.