Serenity

Nandreans
Chapter #9

Pertarungan


Dentuman musik dan kemerlip lampu warna-warni di dalam klub nyatanya tidak bisa mengalihkan perasaan Hera yang patah hati. Dia menyandarkan kepalanya pada meja bar yang menjadi tempatnya menikmati alkohol dengan kadar cukup tinggi. Tidak terasa, dia telah meneguk empat gelas malam ini. Kepalanya berputar-putar, isi perutnya minta keluar dan tenggorokannya sendiri mulai terasa dibakar. Hera menyodorkan kembali gelas kosongnya pada bartender di depannya. Lalu tahu-tahu gelas tersebut sudah diisi cairan keemasan mirip bensin.

Hera tidak habis pikir dengan keputusan papanya untuk menikah dengan wanita kurang ajar yang telah merusak keluarga mereka. Hera tahu Mega tidak benar-benar mencintai papanya, sebab dia yakin bahwa Mega hanya menginginkan kekayaan keluarganya. Bukannya dia berprasangka buruk karena menurutnya jika Mega wanita baik-baik, mana mungkin dia merusak kebahagiaan orang lain? Dia merusak keluarga Hardi dan Salma.

Hera akui Mega memang jauh lebih muda dari mamanya. Wanita itu berumur kisaran tiga puluh tahunan, sementara Salma sudah lebih dari setengah abad. Mega juga jauh lebih cantik dibanding Salma, tetapi kenapa Hardi tega? Apakah lelaki itu tidak pernah melihat Hera yang berharap orangtuanya bisa kembali seperti dahulu? Hera juga sama dengan anak-anak lain di luar sana, seberandal apa pun dia, Hera juga ingin bahagia.

Hera masih ingat ketika kematian Tora, Hardi sangat marah kepada Salma yang dianggapnya tak pernah bisa mengurus putra mereka. Namun, di satu sisi, Hardi sendiri juga melakukan hal yang sama. Dengan teganya dia menjadikan kematian anak kandungnya sendiri sebagai alasan menyudahi rumah tangganya, padahal dia hanya ingin hidup bersama dengan wanita pilihannya. Salma yang tahu lebih dahulu, akhirnya sangat membenci Hardi. Dia mengajukan perceraian tepat tiga minggu setelah kepergian Tora.

Mereka egois! Keduanya bahkan lupa kalau Hera yang paling tersiksa di sini.

Hera kehilangan satu-satunya idola yang dia punya. Kakak yang selama ini menemani, menjaga dan memeluknya telah tiada. Tora meninggal di arena balap dengan cara yang mengerikan. Motor yang dia tumpangi ditabrak dari belakang di depan mata Hera. Kemudian dia meninggal seketika.

Ketika Hera berharap mama dan papanya datang untuk menghiburnya, mereka malah sibuk dengan urusan perceraian. Kadang itulah sebabnya Hera ingin mati menyusul Tora. Dia bosan hidup terus-terusan. Namun, dia tak mau bunuh diri karena satu-satunya cara agar dia bertemu dengan Tora adalah mati dengan cara yang sama.

Selama dia ikut balapan, belum pernah dirinya kecelakaan. Padahal kalau boleh jujur, Hera selalu berdoa agar hal itu cepat terjadi. Meski begitu, sepertinya Tuhan sedang asik mengajaknya bermain-main. Dia tak mau Hera bahagia dan lebih suka melihatnya menderita di dunia.

“Halo, Manis!” Seorang pria melingkarkan tangannya ke leher Hera. “Sendirian saja, nih?”

Hera meliriknya dan berkata, “Lepasin!”

“Galak banget, sih?” Lelaki itu menyentuh dagunya menggunakan jari telunjuk. “Ayolah, kita bisa bersenang-senang malam ini.”

Hera berdiri, memukulnya keras hingga tersungkur di atas lantai. Kemudian pertarungan tak bisa dielakkan. Mereka berdua menjadi bahan tontonan. Hingga beberapa sekuriti datang untuk mengamankan karena mereka telah mengganggu kenyamanan pengunjung lainnya.

“AWAS SAJA LO!” kata cowok itu padanya sebelum Hera dilempar keluar. Sementara cowok itu ditenangkan oleh teman-temannya yang ada di dalam.

Hera tidak pernah takut dengan siapa dan apa pun yang bisa mengancam nyawanya. Dia merapikan jaketnya kemudian menaiki motor CB-nya dengan tidak seimbang.

Sesampainya di rumah, Salma sudah berdiri di ambang pintu dengan tatapan tajam. “Dari mana kamu?” tanyanya bernada otoriter.

Hera menoleh sebentar. “Bukan urusan Mama!”

“Hera, Mama ini ibumu, jadi apa yang kamu lakukan menjadi urusan Mama!” kata Salmamembentak.

Hera tersenyum sinis. “Sudahlah, Ma! Hera capek!” katanya berjalan menuju tangga, namun dengan cepat Salma menahan tangan anaknya.

Lihat selengkapnya