Orang yang mengambil risiko tanpa rasa takut adalah pemberani. Tapi, orang yang mengambil risiko ketika ia takut jauh lebih berani.
***
Saif sudah bersiap-siap dengan peralatannya. Ada tali sangat kuat yang baru selesai ia buat, juga tablet yang ia otak-atik sejak semalam.
"Kau tidak pernah meninggalkan tablet itu juga ternyata."
"Tentu saja. Siapa tahu kita bisa memecahkan kuncinya dengan ini."
Saif meletakkan keduanya ke dalam saku baju. Ukurannya menjadi lebih kecil menyesuaikan ukuran sakunya.
"Shawe."
Aku dan Saif menoleh ke asal suara. Ternyata Cake. Ia mendekat pada Saif. Tatapan mereka bertemu.
"Apa kau mau membantuku terlebih dahulu?" Tanya Cake.
"Tentu saja. Aku akan membantumu sebisaku. Apa yang bisa kubantu?"
"Aku ingin masuk agama yang kau ceritakan kemarin."
Aku terhenyak.
Saif menoleh padaku. Aku hanya mengangguk. Ini kabar yang sangat baik.
"Apa keputusanmu sudah mantap?" Saif berusaha meyakinkan dirinya.
Cake mengangguk. Ia meneteskan air mata lagi. "Entah mengapa aku merasa terharu ketika kau membaca al-Quran. Sungguh indah, Shawe. Sekarang aku tahu kenapa kalian berbeda. Karena kalian juga berasal dari dunia lain seperti Syin. Tapi, kau mengatakan bahwa siapa pun bisa masuk ke dalam agama ini, bahkan yang berasal dari dunia berbeda sepertiku."
Saif tersenyum. "Ikuti perkataanku."
Cake mengangguk.
"Ash hadu..."
"Ash hadu..."
"An laa ilaaha..."
"An laa ilaaha..."
"Illa Allah..."
"Illa Al..."
"Allah..."
"Allah..."
Saif memeluk Cake dengan erat. Pemandangan yang menyejukkan, pikirku.
Saif melepas pelukannya. "Kau sudah masuk Islam, Cake."
"Apa? Semudah itu?"
Saif mengangguk.
Cake memeluk Saif lagi. "Terima kasih, Shawe."
Saif melepaskan pelukannya. "Berjanjilah, kau akan selalu percaya pada Allah. Ya, Allah adalah Tuhanmu dan Tuhan kita semua. Allah yang menciptakan kita dengan bentuk yang sangat indah. Kau harus selalu percaya bahwa Allah mengutus Rasulullah Muhammad sebagai utusan terakhir dan untuk menyempurnakan agamanya. Percayalah, bahwa agama Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Selalu berbuat baiklah pada orang lain. Berilah makan pada orang miskin yang kekurangan. Dan niatkan penyerangan kita ini sebagai bentuk usaha menegakkan keadilan di alam semesta ciptaan Allah."
Cake mengangguk. Ia mengusap pipinya yang basah. "Setelah penyerangan ini selesai, aku akan mengajak keluarga kecilku masuk ke dalam Islam, dan aku juga akan menyebarkan ajaran Islam di kota ini agar kedamaian menyelimutinya."
Saif tersenyum lagi. "Dan setelah penyerangan ini juga, aku akan mengajarimu cara shalat yang baik, juga cara membaca al-Qur'an yang begitu indah."
"Terima kasih, Shawe. Kali ini kau yang sangat baik."
Saif menggeleng. "Kau berlebihan."
Aku menahan tawa. Ia mengatakan itu lagi.
"Baiklah. Kita berangkat sekarang?"
Cake mengangguk. "Aku akan siapkan mobilnya." Ia keluar lebih dulu menuju halaman.
Aku menyenggol tangan Saif. "Kau benar. Islam dan Rasulullah Muhammad adalah rahmat bagi seluruh alam. Dan aku tidak tahu mengenai batas alam semesta. Terlalu banyak kehidupan dunia yang belum kutahu"
"Tentu saja. Itu sudah jelas dalam surat al-Fatihah yang selalu kita baca dalam shalat. Alhamdulillahi rabbil 'alamin, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta Alam. Dan ternyata semesta alam sangat luas. Mungkin inilah bukti keagungan Tuhan."
Aku mengangguk setuju. "Dan Islam akan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Tidak akan ada tempat yang tidak dilaluinya."
"Kau pintar sekali. Ayo kita berangkat!" Ia tertawa kecil dan berjalan mendahuluiku.
Cake sudah menunggu di dalam mobil.
"Kak Hune!"
Aku menoleh. Gadis kecil itu lagi.
"Hati-hati!" Teriaknya lagi.
Aku balas melambaikan tangan dan mengangguk.
Mobil ini melaju dengan cepat melewati tempat yang kusebut padang pasir putih, melesat jauh menuju tengah kota dan berhenti di depan sebuah bangunan besar berwarna kuning keemasan. Pengangkatan Alle akan dilakukan di bangunan sebelah yang berwarna putih seperti tanahnya. Pusat pemerintahannya memang ada di sana.