Tak terasa sudah tiga bulan lamanya Hanif bekerja. Sepulang bekerja, Hanif melangkahkan kakinya menuju ATM terdekat. Rencananya hari ini ia akan mengambil uang gajinya yang ketiga.
Beruntung saat Hanif masuk ke dalam bilik ATM, suasananya tidak terlampau ramai. Setelah menekan beberapa tombol di mesin, tak lama dari itu uang pun keluar. Dirinya langsung tersenyum saat mengambil uang tersebut. Seperti biasanya setiap akhir bulan, ia akan memberikan sebagian uang gajinya untuk panti asuhan.
"Alhamdulillah, semoga berkah ya Nak. Terima kasih sudah memberikan sebagian uangmu untuk panti asuhan ini." Mira memegang amplop cokelat pemberian Hanif sambil tersenyum senang.
"Justru harusnya Hanif yang berterima kasih pada Ibu, kalau bukan karena bantuan Ibu mungkin Hanif tidak akan bisa seperti sekarang." Hanif tersenyum sendu.
Mira menggeleng lemah. "Semuanya adalah ijin Allah Nak. Ibu hanya jadi perantaranya saja. Lagi pula Ibu senang bisa merawat mu dan anak-anak yang lainnya di sini. Ibu justru sangat bersyukur karena keberadaan kalian lah hidup Ibu menjadi sempurna."
"Aku senang kalau Ibu bisa bahagia karena keberadaanku. Asal Ibu tahu, karena keberadaan Ibu juga lah aku bisa hidup kembali dengan baik."
"Orang tua mu pasti bangga jika bisa melihat mu tumbuh seperti sekarang."
Hanif mengangguk. "Itu karena Ibu yang sudah merawat ku dengan baik."
"Kau ingin berangkat lagi ke tempat kerja mu sekarang?"
"Iya Bu."
"Kalau lelah, jangan di paksakan untuk lembur ya Nak."
"Iya, Ibu tidak perlu khawatir. Hanif akan berusaha untuk menjaga kesehatan. Ibu juga ya."
Mira mengangguk sambil tersenyum. "Iya Nak..."
"Kalau begitu, Hanif berangkat dulu ya Bu. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Sore itu, Hanif kembali pergi menuju tempat kerjanya setelah memberikan uang untuk Mira. Kebetulan hari ini ia sedang di beri tugas untuk lembur dari atasannya.
Sesampainya di minimarket, Hanif melihat Adi sedang sibuk membawa beberapa stok barang dari truk untuk di taruh ke dalam gudang.
"Kau jaga di luar ya, aku dan Nino akan hitung stok barang di dalam gudang." Ucap Adi saat melihat Hanif sampai.
"Baiklah, kau pergi saja ke gudang. Biar di depan aku yang mengurus."
Hanif pun masuk ke dalam lalu menaruh jaketnya di loker. Setelah berganti pakaian, Hanif beranjak pergi ke area kasir. Sambil menunggu pengunjung, ia pun membereskan beberapa barang yang berantakan atau mengisi barang di rak yang mulai kosong.
Selama Adi dan Nino berada di gudang, Hanif bisa menangani semua pekerjaannya sendiri di kasir. Ia tak terlalu merasa repot karena ketika malam pengunjung yang datang tidak terlalu ramai.
Saat sedang fokus menata barang, tiba-tiba ada pengunjung ke sekian yang datang. Hanif menoleh sekilas ke arah pintu, ia bisa melihat ada pria paruh baya baru saja masuk. Pria itu terlihat berkeliling sebentar ke rak makanan, lalu menghampiri kasir setelah mengambil makanan yang ia inginkan. Hanif pun bergegas pergi ke kasir untuk melayani pengunjungnya itu.
Pria tersebut kemudian menaruh belanjaannya dan Hanif pun mulai menghitungnya. Saat Hanif sedang menghitung belanjaan, pria paruh baya itu terus menerus menatap Hanif seolah ia mengenal pemuda tersebut. Karena lumayan risih di tatap sedari tadi, Hanif pun memberanikan diri untuk bertanya pada pria paruh baya itu untuk menghilangkan suasana canggung.