Seorang pria muda tengah melangkahkan kakinya masuk ke sebuah hotel bintang lima. Dengan balutan jas hitam dan celana warna senada, pria muda itu semakin terlihat tampan dan berwibawa. Sesampainya di sebuah ruangan, ia merogoh kantong jasnya lalu menunjukkan sebuah undangan VIP pada penjaga yang menunggu ruangan tersebut.
Setelah di persilahkan masuk, pintu pun di buka oleh penjaga. Kini terpampang lah sebuah ruangan luas nan mewah di depan matanya. Dengan langkah tenang, ia pun mulai menjelajahi ruangan yang telah di penuhi oleh orang-orang berbusana mewah di dalamnya.
"Aku harap kalian semua bisa menikmati acara ini. Selamat malam."
Begitu lah kalimat penutup yang di bawakan oleh pembawa acara di atas panggung. Sambil membawa segelas minuman di tangannya, Pria muda itu kemudian mulai mendekati beberapa orang yang sedang berkumpul.
"Permisi, apa aku boleh bergabung dengan kalian?"
Lima orang yang sedang asik berbincang tiba-tiba berhenti saat pria muda itu menyapa mereka. "Tentu saja." Jawab salah satu dari mereka.
"Sepertinya aku baru melihatmu, kau pasti pengusaha baru kan?"
Pria muda itu tersenyum ramah. "Iya benar. Aku baru saja mendirikan sebuah perusahaan beberapa bulan yang lalu."
"Wah, pasti perusahaan mu sedang berkembang pesat saat ini. Kau tahu kan tidak semua orang bisa masuk acara ini dengan mudah?"
Adam alias Hanif yang sedang menyamar pun mengangguk mengiyakan perkataan pria di hadapannya itu. "Benar, setahuku hanya para pengusaha sukses lah yang bisa datang ke acara ini."
"Siapa namamu?"
"Aku Adam." Hanif kemudian mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Pria berusia 40an itu kemudian menyambut jabat tangan Hanif. "Aku Satria, kalau kau mau kau boleh ke kantorku untuk bermain-main sebentar anak muda."
"Sungguh suatu kehormatan bagiku bisa menerima undangan Bapak. Boleh aku meminta kontak Bapak?"
"Tentu saja. Ini kartu namaku. Kau bisa menghubungi sekertaris ku lebih dulu kalau ingin berkunjung ke kantorku." Pria di hadapan Hanif itu kemudian memberikan kartu namanya.
Tak hanya Satria, tapi juga 4 orang lainnya yang berkumpul di sana pun saling bertukar kontak dengan Hanif. Dalam hatinya, Hanif tertawa puas karena bisa mendapatkan kontak mereka secara langsung dengan mudah. Ia tak pernah menyangka bisa membodohi mereka dengan mudah seperti itu.
***
Sesampainya di kosan, Hanif melonggarkan dasinya yang membuatnya cukup sesak. Sebenarnya bukan dasinya yang membuat Hanif sesak, ia hanya terlampau muak karena menghadiri acara tadi. Acara yang di isi oleh orang-orang yang hanya peduli pada harta dan status seseorang saja. Tapi mau bagaimana lagi? Mau tak mau Hanif harus pergi ke acara tersebut untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya.
Bermodal tabungan yang ia kumpulkan dari uang jajan dan gajinya dulu, Hanif kini bisa menempati sebuah kosan kecil yang letaknya jauh dari keramaian. Ia juga membeli sebuah ponsel dan laptop bekas yang masih layak pakai untuk melancarkan aksi balas dendamnya.
Hanif kemudian mengeluarkan beberapa kartu nama yang ia dapat dari acara perkumpulan para pengusaha itu. Ia tersenyum remeh saat melihat kartu nama yang berceceran di lantai. Minggu ini rencananya Hanif akan langsung memulai misinya untuk target pertamanya itu.
"Pertunjukkan akan segera di mulai." Hanif menyeringai.
***
Beberapa hari kemudian setelah acara itu, Hanif pun menghubungi salah satu dari mereka.
Hanif mengambil ponselnya lalu mulai menekan angka-angka yang tertera di dalam kartu nama itu. Setelah menunggu beberapa saat, panggilan pun terjawab.
"Selamat pagi, dengan PT Satria di sini. Ada yang bisa di bantu?"
"Selamat pagi, bisa berbicara dengan Pak Satria?"
"Boleh tahu aku berbicara dengan siapa?"
"Aku Adam, beberapa hari yang lalu Pak Satria menyuruhku untuk menghubungi kontak ini."
"Baiklah, mohon tunggu sebentar."
Sekertaris itu kemudian menghubungi atasannya untuk memberi tahu telepon tersebut. Setelah atasannya mengiyakan, sekertaris itu pun menyambungkan telepon tersebut pada atasannya.
"Halo Adam, senang sekali kau segera menghubungi ku."