Mata yang sedari tadi terpejam, kini mulai terbuka perlahan. Hanif menatap ruangan di sekelilingnya yang terasa asing. Setelah beberapa saat otaknya mencerna, ia baru ingat kalau dirinya sedang berada di rumah orang lain. Ia kemudian menolehkan pandangannya pada jam dinding putih yang tergantung di tembok ruang tamu itu, sudah pukul 1 malam rupanya.
Hanif kemudian meregangkan tubuhnya sejenak lalu menyingkap selimut yang ia dapat dari si pemilik rumah. Setelah bangun, ia bisa merasakan tubuhnya sudah terasa lebih segar karena bisa beristirahat sebentar meski luka di kakinya masih terasa sakit. Ia kemudian merogoh ponsel yang ada di kantongnya lalu menekan beberapa angka untuk memanggil supir pribadinya. Ia harus segera pergi dari rumah itu sekarang juga.
Sebenarnya Hanif ingin sekali berada di rumah itu sedikit lebih lama, apalagi ia juga belum sempat mengucapkan terima kasih pada gadis yang sudah menolongnya itu. Tapi mau tak mau ia harus segera pergi dari sana untuk menyembunyikan diri dan menyembuhkan lukanya.
***
Sudah hampir 2 minggu ini Hanif tak keluar dari rumah utamanya. Untung saja waktu itu ia pergi ke kosannya saat di datangi polisi. Kalau tidak, sudah pasti rumah besarnya ini akan di geledah.
Hanif akui kali ini ia sedikit sembrono. Ia baru sadar kalau Rendi bukanlah orang yang bisa di anggap remeh. Harusnya ia tidak gegabah saat menghadapi orang licik itu. Ke depannya nanti Hanif harus lebih berhati-hati lagi saat menjalankan misi balas dendamnya.
Hari ini rencananya Hanif ingin kembali menghampiri rumah gadis itu. Ia ingin membalas budi kebaikan gadis itu karena telah menolongnya dari kejaran polisi.
"Pak, tolong antar kan aku ke toko perhiasan hari ini." Ucap Hanif setelah teleponnya tersambung dengan supir pribadinya.
"Baik Pak."
Setelah menutup sambungan, Hanif pun beranjak dari tempat tidurnya untuk segera mandi. Luka kakinya kini sudah membaik, ia bisa berjalan tanpa perlu tersendat-sendat seperti sebelumnya.
Selesai mandi, Hanif pun turun dari kamarnya. Ia bergegas pergi keluar rumah karena supirnya sudah menunggunya di halaman rumah.
Sampai di tempat tujuan, Hanif langsung masuk ke sebuah toko perhiasan.
"Selamat datang. Ada yang bisa kami bantu?"
"Aku ingin membeli sebuah kalung untuk seorang wanita berusia dua puluhan. Bisa tolong berikan yang paling mahal dan bagus?"
"Baik, tunggu sebentar."
Pelayan itu kemudian beranjak pergi mencari barang yang di minta Hanif. Setelah mencarinya beberapa saat, pelayan itu pun kembali ke hadapan Hanif dengan membawa sebuah kalung berhiaskan bandul permata.
"Ini adalah kalung edisi terbatas dan di buat khusus oleh desainer kami. Bagaimana Pak? Apa Bapak berminat membeli kalung ini?" Tawar pelayan itu.
Hanif memandang sejenak kalung tersebut. Dan setelah menimbang-nimbang sebentar, ia pun akhirnya memilih kalung tersebut untuk di jadikan hadiah.
"Baiklah, aku ambil kalung yang itu."
Pelayan itu pun segera mengemas kalung yang Hanif beli.
***
Hanif turun dari mobilnya dan menyuruh supirnya pulang. Ia terpaksa harus berjalan kaki menuju rumah gadis itu karena jalan yang di lalui memang melewati gang kecil.