Selagi dalam perjalanan pulang, Hanif masih memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa membalas kebaikan Maryam tanpa perlu membuat gadis itu tersinggung. Hanif paham betul kalau Maryam bukanlah seperti kebanyakan gadis di luar sana yang menyukai benda-benda mewah. Tadinya ia pikir dengan membeli kalung itu maka urusannya dengan gadis itu akan selesai, tapi nyatanya semua tak semudah yang ia pikirkan.
"Pak, kalau kita ingin membalas kebaikan seseorang tapi orang itu tak suka di beri hadiah mahal, kira-kira apa yang harus kita lakukan?" Tanya Hanif tiba-tiba pada supirnya.
"Mungkin Pak Hanif bisa memberinya sesuatu yang menurutnya lebih berharga. Lebih dari sekedar hadiah mahal, mungkin seperti membalasnya dengan kebaikan yang serupa?"
"Kebaikan yang serupa ya? Seperti?"
"Bapak bisa lihat apa yang sedang orang itu butuhkan. Mungkin hal itu lebih membuatnya nyaman di banding memberinya sesuatu yang mahal tapi tidak berarti sama sekali untuknya."
Hanif akhirnya mengangguk paham. Setidaknya sekarang ia sudah punya sedikit gambaran apa yang akan ia lakukan untuk gadis itu.
***
Satu pekan kemudian, Hanif kembali datang ke toko bunga milik Salma. Sesampainya di sana, ia memperhatikan ke sekitaran dari pintu masuk untuk mencari gadis yang ia maksud, namun nihil. Maryam tak ada di sana, begitu juga dengan Bibi gadis itu. Dengan hati kecewa, Hanif pun berniat pulang kembali tanpa bertemu dengan keduanya. Namun baru saja ia akan pergi, tiba-tiba suara Salma menyapa rungu Hanif.
"Mas Hanif?"
Hanif langsung berbalik ke arah sumber suara. Ia mendapati Salma tengah menatap bingung padanya.
"Kenapa kembali keluar? Mas Hanif mencari Maryam?" Tebak wanita itu yang nyatanya memang benar. Malu sekali rasanya ketika Hanif kedapatan tengah mencari gadis itu.
"I... Iya, aku mencari Maryam Bi." Jawab Hanif dengan jujur seraya memanggil wanita di depannya dengan sebutan Bibi agar lebih akrab. Ia pikir panggilan itu lebih nyaman di gunakan karena wanita di depannya itu memang Bibi dari gadis yang ia cari. Setidaknya menurut Hanif, ia dan Maryam terlihat seumuran. Jadi tidak ada salahnya kan kalau ia memanggil wanita itu dengan sebutan Bibi?
"Maryam bilang ia akan datang sedikit terlambat hari ini. Sedang ada urusan dulu katanya. Memangnya ada apa Mas Hanif ingin mencari Maryam?"
"I... Itu sebenarnya aku ingin minta tolong sesuatu pada Maryam."
"Minta tolong?"
"Iya Bi, aku tadinya ingin meminta tolong pada Maryam untuk mencari pekerjaan. Berhubung Maryam tidak ada, makanya aku mau kembali pulang."
Wanita di depan Hanif lantas mengernyitkan dahinya karena bingung. Bukankah kemarin pria itu datang membeli bunga untuk atasannya? Kenapa sekarang ia datang mencari pekerjaan? Tak mau terlalu banyak menduga-duga, lantas Salma pun kembali bertanya pada Hanif.
"Lho? Bukannya Mas Hanif sudah bekerja?"
Hanif menghela napasnya gusar lalu memulai aktingnya. "Aku baru saja di pecat Bi." Wajah Hanif terlihat murung.
Pandangan Salma yang sedari tadi menelisik penasaran kini melunak. Ia tak tega melihat Hanif murung seperti itu. "Ya Allah, kenapa bisa di pecat?"
"Aku terkena pengurangan karyawan Bi, mau tak mau sekarang aku harus jadi pengangguran."
Salma terdiam sejenak, ia sebenarnya lumayan bingung ketika Hanif mencari pekerjaan di tempatnya. Apalagi ia bisa memperkirakan Hanif bekerja di sebuah perusahaan setelah pria itu membeli buket bunga di tempatnya. Ia pikir pasti Hanif memiliki gaji yang cukup besar mengingat ia bekerja di sebuah perusahaan. Tentu saja menurut Salma, gaji di sana tak akan sebanding dengan toko bunga miliknya.
"Begini Mas Hanif, aku sebenarnya bisa saja memberikan pekerjaan untukmu. Kebetulan aku memang sedang mencari kurir untuk mengirim bunga yang di pesan oleh pelanggan ku. Masalahnya, aku tidak bisa memberikan gaji seperti di tempat kerjamu dulu. Kau tahu kan tempat bekerja mu yang dulu dengan di sini sangat berbeda?"