Seribu Langkah Menggapai Surga

Alin rizkiana
Chapter #12

Dua Belas

Senja telah menyapa, Maryam dan Hanif pun bersiap-siap untuk kembali pulang. Suara roda dua tiba-tiba terdengar dari luar toko. Salma yang sudah hapal suara motor tersebut lantas tersenyum.

"Azam pasti sudah datang menjemput mu."

Maryam pun keluar dari toko, Azam yang melihat Kakaknya keluar bersama Hanif langsunh mengernyitkan dahinya. Pikirnya kenapa pria itu muncul lagi di hadapan mereka? Tak mau buang waktu, ia pun menuntun Maryam ke dekat motornya.

"Sedang pulang cepat ya kuliahnya?" Tanya Maryam saat Azam sedang memakai helm nya.

"Iya Kak. Ngomong-ngomong kenapa pria itu bisa ada di sini?" Tanya Azam sambil melirik Hanif yang berdiri tak jauh dari mereka.

Mengerti maksud sang adik, Maryam lantas menjawab Azam sambil tersenyum. "Iya, Azam. Kak Hanif baru bekerja di tempat Bibi Salma hari ini."

Azam pun mengangguk paham sambil sesekali menatap curiga pada Hanif. Ia kemudian menyalakan motornya. "Ya sudah kita pulang ya."

Sebenarnya Azam masih ingin bertanya, tapi niatnya ia urungkan mengingat Kakaknya baru saja selesai bekerja. Pikirnya mungkin nanti saja di rumah ia akan bertanya kembali.

***

Saat Maryam sedang menyantap makan malamnya, Azam pun mulai bertanya.

"Kak?"

"Iya Azam?"

"Aku sebenarnya masih penasaran, kenapa pria tadi bisa bekerja di tempat Bibi Salma?"

"Dia baru saja di pecat dari pekerjaannya. Kebetulan karena Bibi Salma memang sedang mencari kurir, Bibi akhirnya menerima dia bekerja."

"Tapi kenapa harus di tempat Bibi Salma? Apa dia tahu Kakak bekerja di sana?"

"Dia tidak tahu, tapi sebelumnya Kak Hanif memang pernah datang ke toko untuk membeli buket bunga. Waktu itu dia membeli buket bunga untuk atasannya."

"Atasan? Dia bekerja di perusahaan?"

"Sepertinya begitu."

"Kalau bekerja di perusahaan, kenapa dia mau bekerja di tempat Bibi yang sudah pasti gajinya sedikit?"

"Mungkin untuk sementara. Kau tahu kan Azam, saat ini mencari pekerjaan memang sulit. Apalagi dia tak punya keluarga di sini. Memangnya kenapa sih? Sepertinya kamu curiga sekali pada Kak Hanif."

"Hanya aneh saja Kak. Jujur saja aku sedikit curiga padanya, aku takut dia berbuat jahat pada Kakak."

Maryam tersenyum mencoba menenangkan sang adik. "Dia sangat baik pada Kakak dan Bibi. Kakak tahu kamu khawatir, tapi kamu tidak perlu suudzon pada Kak Hanif. Insya Allah tidak terjadi apa-apa."

Azam menghela napasnya. "Semoga saja dia memang baik. Aku hanya tak mau Kakak kenapa-kenapa."

Lihat selengkapnya