Pria berkacamata bening itu baru saja masuk ke dalam toko bunga. Memakai kaos putih dan celana jeans abu-abu, pria itu tersenyum manis melihat mereka. Ia pun di sambut hangat oleh tiga orang yang ada di sana. Baik Maryam, Azam maupun Salma merasa senang kalau pria itu datang berkunjung ke toko.
"Waalaikumsalam. Kemari Nak Faris, Bibi kebetulan sedang mengupas buah mangga untuk Maryam dan Azam." Sapa Salma yang sudah menganggap pria itu seperti keluarga sendiri. Ia sengaja memanggil Faris ke tokonya karena Maryam ingin mengembalikan hadiah darinya.
"Bibi kan jualan bunga, kenapa malah menawarkan buah mangga padaku? Apa Bibi mau membuka toko buah juga di sini?" Canda Faris yang membuat mereka tertawa.
"Kamu ini... Ayo sini, nanti buahnya di habiskan Azam lho. Kamu tahu kan dia suka sekali dengan buah mangga."
Azam langsung mengerucutkan bibirnya. Seperti biasa ia akan merajuk kalau sudah di goda seperti itu. "Mangga nya masih banyak Bi, habis bagaimana? Aku saja baru makan dua potong."
Salma hanya tertawa melihat ponakan kesayangannya itu merajuk. Ia kemudian meninggalkan mereka bertiga untuk mengambil kotak hadiah milik Faris.
"Mana mangga nya? Katanya kamu mau suapi Kakak." Pinta Maryam agar Azam menyuapi buah tersebut padanya.
"Oh iya. Hehe... Sebentar Kak." Azam pun segera mengambil potongan buah itu dengan garpu.
Tiba-tiba perut Azam terasa mulas. Salma yang baru saja keluar rumah untuk mengambil hadiah Faris pun terlihat bingung melihat Azam yang lari terburu-buru ke dalam rumahnya
"Azam kenapa?"
"Mulas katanya Bi."
"Haha... Dasar anak itu."
Salma kemudian memberi paper bag itu pada Faris.
"Bibi sudah sampaikan amanat mu untuk Maryam." Ucap Salma setelah memberikan paper bag tersebut pada Faris.
"Aku tidak mau menerima gelang itu." Maryam menyahut perkataan Bibinya.
"Kenapa?"
"Itu terlalu berlebihan. Kau menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tak perlu."
"Aku tak bermaksud begitu. Aku pikir gelang itu bagus bila kau pakai. Karena bagus, jadi aku membelinya untukmu sebagai hadiah sekaligus permintaan maaf padamu karena jarang ke sini."
"Sebenarnya kau tak perlu melakukan hal itu, lagi pula aku tak enak menerima barang mahal dari mu. Kau juga pasti tahu kalau aku tak suka dengan barang-barang mewah seperti itu."
"Lalu gelang ini untuk siapa kalau aku bawa kembali?"
"Lebih baik kau jual lagi, lalu uangnya kau berikan untuk mereka yang lebih membutuhkan."
Faris pun menghela napas pasrah. "Ya sudah, kotak ini aku ambil kembali karena kau yang meminta. Maaf ya membuatmu jadi tak nyaman."
Maryam kemudian tersenyum. "Tidak apa, lain kali kau tidak perlu melakukan hal itu lagi ya."
"Kalau Kak Maryam tidak mau, berikan saja padaku Kak. Anggap saja gelang itu sebagai hadiah karyawan teladan untuk ku." Canda Azam sambil menaikturunkan alisnya. Ia tiba-tiba muncul di hadapan mereka dan tak lama dari itu ia mendapat jitakan halus dari Bibinya.
Azam meringis menatap melas pada Bibinya dan membuat yang lain tertawa.
Saat mereka sedang asik bercanda tawa, tiba-tiba terdengar suara Hanif dari luar toko.
"Assalamualaikum."
Mereka bertiga refleks menoleh ke sumber suara. Raut wajah Azam yang sedari tadi riang gembira langsung berubah datar saat tahu Hanif datang.
"Wa'alaikumsalam Nak Hanif. Bagaimana? Kau tidak tersesat kan?" Tanya Salma sambil tersenyum melihat Hanif.