Hanif sedang memperhatikan penampilannya di depan cermin. Pagi ini ia sudah berpakaian rapi, memakai stelan kemeja kotak-kotak merah dan celana jeans hitam. Selesai menyisir rambutnya, ia bergegas mengambil ponselnya dan keluar dari kamarnya.
Turun dari mobil, ia memilih untuk berjalan sedikit lebih jauh menuju panti asuhan sambil membawa beberapa bungkus bingkisan di tangannya. Ia tak mau Mira terbelalak kaget saat tahu dirinya datang ke sana di antar dengan mobil mewah. Ia benar-benar menyembunyikan apapun dari Mira. Termasuk sikapnya, berkali-kali Hanif harus memasang topeng yang berbeda jika menemui orang lain. Satu kata yang bisa menggambarkan perasaan Hanif saat ini, lelah. Ia lelah harus memasang semua topeng itu. Ya, mau bagaimana lagi? Menurutnya hal itu adalah salah satu resiko yang harus ia terima.
Saat membuka gerbang, Hanif bisa melihat Ibu angkatnya itu sedang menyiram tanaman dengan wajah serius. Lucu sekali pikir Hanif melihat Mira dengan tampang seriusnya itu, masih cantik dan terlihat imut di usianya yang telah berkepala empat. Mira pasti terkejut melihat Hanif datang ke sini hari ini, pasalnya ia memang sengaja tak mengabari Mira sebelum datang ke sini. Hanif akui, ia memang sudah lama tak berkunjung ke tempat itu. Ia pun melangkahkan kakinya untuk menghampiri Mira.
"Assalamualaikum Bu."
Mira refleks menoleh ke sumber suara. Bibir itu langsung merekah manis saat tahu siapa yang datang. Rindu sekali rasanya, apalagi sudah hampir 3 bulan ini Mira tak melihat sosok itu datang ke panti asuhan.
"Wa'alaikumsalam. Masya Allah Nak, akhirnya kamu datang juga."
"Iya Bu, Hanif rindu sekali pada Ibu dan anak-anak di sini. Maaf ya Bu kalau aku jarang berkunjung ke sini. Aku sibuk dengan pekerjaan ku."
Setengah benar setengah tidak, ia memang baru saja mendapat jatah libur dari Salma. Tapi setengahnya lagi ia bukanlah sibuk bekerja, melainkan sibuk dengan balas dendamnya.
"Tidak apa Nak, Ibu mengerti. Bagaimana kabarmu?"
"Alhamdulillah baik Bu. Ibu sendiri bagaimana?"
"Alhamdulillah baik seperti yang kau lihat."
"Anak-anak di mana Bu?"
"Mereka sedang belajar menggambar di ruangan. Kau mau menemui anak-anak sekarang?"
Hanif mengangguk semangat sambil tersenyum senang. "Ayo Bu! Aku sudah tak sabar melihat mereka."
Mereka pun beranjak pergi ke sebuah ruangan di mana anak-anak akan berkumpul setiap paginya untuk belajar menggambar.
Saat Hanif dan Mira masuk, mereka semua yang ada di dalam runagan sontak menoleh ke arah pintu. Mereka langsung berlari mengerumuni Hanif.
"Kak Hanif!" Ucap mereka sambil berteriak senang.