Hanif sudah sampai di kafe, tempat di mana Azam menyuruhnya datang. Sebuah kafe yang cukup luas dan pengunjungnya kebanyakan dari kalangan muda. Interiornya dominan berwarna cokelat dan memiliki kesan klasik.
Sebenarnya ketika Hanif menerima pesan dari Azam beberapa saat yang lalu, ia agak tak yakin. Pasalnya adik Maryam itu tampaknya tidak terlalu suka padanya. Namun meski begitu, Hanif tetap datang untuk memenuhi permintaan pria itu.
Masih menggunakan seragam kafe, Azam pun menghampiri Hanif yang baru saja datang.
"Kau mau pesan apa?" Ucap Azam sambil menyodorkan buku menu pada Hanif.
Hanif pun membuka menu tersebut lalu membacanya sejenak.
"Aku pesan cokelat hangat saja."
"Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan segera kembali."
Hanif pun mengangguk, entah kenapa ia jadi sedikit canggung dengan tatapan Azam yang cukup tajam padanya tadi.
Saat sedang menunggu, Hanif memainkan ponselnya sejenak untuk menghilangkan rasa jenuh. Dan saat ia mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk, ia justru melihat Faris masuk ke dalam kafe. Ah, ia lupa kalau Azam bekerja di tempat pria itu saat akhir pekan.
Tatapan mereka pun bertemu. Hanif hanya memandang Faris diam, sedangkan Faris sendiri menatap Hanif seolah bertanya kenapa dia bisa berada ke kafe ini? Namun hal itu tak berlangsung lama, pandangan itu langsung terputus kala Azam memanggil Faris.
"Kak Faris!" Azam melambaikan tangannya. Faris pun menyahut dan segera menghampiri pria itu ke arah dapur.
Tak lama kemudian, Azam kembali menghampiri Hanif sambil membawa cokelat hangat yang ia pesan sebelumnya. Hanif juga melihat Azam sudah berganti pakaian. Mungkin pekerjaan pria itu sudah selesai pikir Hanif.
Azam berdecak kesal. "Aku memanggil mu ke sini karena aku ingin berbicara tentang Kak Maryam."
Hanif masih diam memperhatikan Azam. Sepertinya pria itu masih ingin lanjut berbicara.
"Kau bertemu dengan dia di mana? Jujur saja aku curiga padamu." Lanjut Azam tanpa basa basi.
Setelah berdiam diri sedari tadi, Hanif kemudian mulai membuka suara. "Aku tak sengaja bertemu dengannya di jalan. Saat itu kakiku terkena gigitan anjing, lalu aku melihat Maryam melewati ku. Karena sudah tak kuat untuk berjalan, aku pun akhirnya meminta tolong padanya."
Azam akui ia masih ragu, namun untuk sementara ia mencoba menerima ucapan Hanif terlebih dahulu. "Lalu kenapa kau bisa bekerja di tempat Bibi Salma?"
"Aku pernah membeli buket bunga di tempat Bibi mu untuk bos ku dan ternyata ada Maryam di sana. Tapi seminggu kemudian, aku di pecat karena terkena pengurangan karyawan. Saat itu aku tak tahu lagi harus mencari uang ke mana. Aku tak memiliki keluarga untuk berdiam diri sementara waktu. Aku pun akhirnya memutuskan untuk pergi ke toko bunga Bibi mu. Aku pergi ke sana karena ku pikir Maryam mau menolongku lagi seperti sebelumnya. Dan tak ku sangka, ternyata di tempat Bibi mu memang sedang membutuhkan kurir. Ya sudah, akhirnya aku pun bekerja di sana."
"Memangnya kau tidak memiliki teman yang lain? Kenapa harus minta tolong pada Kakak ku?"