Hanif melangkah gontai menuju kamarnya. Perasaannya saat ini benar-benar campur aduk. Ia masih tak menyangka kalau dirinya lah penyebab gadis yang ia cintai buta.
Rasanya semakin tak pantas saja kalau ia masih memaksakan diri untuk bisa hidup bahagia bersama Maryam. Kalau pun di paksakan, sudah pasti hidup Hanif akan di hantui oleh rasa bersalah seumur hidupnya.
Lalu apa bedanya dirinya dengan mereka? Kalau dirinya hancur karena perilaku serakah rekan-rekan Ayah nya dulu, ia pun sama karena telah menghancurkan masa depan Maryam karena rasa dendamnya itu.
Air mata itu kembali keluar. Rasa bersalah Hanif semakin menjadi kala ia mengingat kejadian itu. Menyesal sekali rasanya meninggalkan mereka begitu saja saat itu.
"Ya Allah, apa ini hukuman untukku? Aku memang bisa bertemu dengan gadis yang ku cintai, tapi nyatanya masa depan miliknya telah ku hancurkan bahkan sebelum aku mengenalnya. Ya Allah, tidak bisa kah aku hidup bahagia bersama orang yang ku cintai?"
***
Sudah beberapa hari ini, Hanif tak datang ke toko bunga milik Salma. Baik Maryam maupun Salma tak pernah mendengar kabar apapun dari pria itu. Padahal biasanya, salah satu dari mereka akan mendapat kabar kalau terjadi sesuatu dengan Hanif. Tapi nyatanya hingga beberapa hari ini, Hanif tak pernah terlihat lagi di hadapan mereka.
"Maryam, apa kamu benar-benar tidak mendapat kabar sama sekali dari Hanif?"
"Tidak Bi. Azam saja tak pernah bertemu lagi dengan Hanif. Terakhir kali mereka bertemu adalah akhir pekan sebelumnya. Setelah itu, Azam bilang Hanif sulit untuk di hubungi."
"Ada apa ya kira-kira? Bibi jadi khawatir."
"Apa dia sedang sakit? Tapi kalau pun Kak Hanif sakit, kita tidak bisa menjenguk dia karena tak tahu rumahnya."
"Benar juga ya. Kita bahkan tidak pernah tahu rumahnya di mana. Tapi kalau Bibi perhatikan, ia setiap hari datang ke toko ini dengan berjalan kaki, apa rumahnya dekat di sekitar sini?"
"Tidak tahu Bi, Maryam juga tidak tahu. Aku jadi merasa bersalah padanya, kita benar-benar tak tahu apapun tentang Kak Hanif. Dia selalu tertutup, padahal dia lah yang selalu membantu kita di sini dengan baik."
Ketika mereka larut dalam percakapan itu, tiba-tiba saja ada seseorang masuk ke dalam toko tersebut.
"Permisi?" Sapa seorang pria paruh baya yang terlihat menggunakan jas hitam.
Salma pun menoleh untuk melihat siapa yang baru saja datang. Saat melihat ada pria paruh baya itu datang ke toko miliknya, Salma langsung menghampiri.
"Mau pesan apa Pak?" Sapa Salma seperti biasa dengan ramah.
"Aku mau pesan 2 buket bunga mawar merah dan putih ada?"
"Ada Pak, tunggu sebentar ya. Sambil menunggu, Bapak bisa duduk dulu di sini." Tangan Salma menunjuk pada sebuah kursi yang tak jauh dari kasir.
Salma pun pergi mengambil beberapa bunga mawar, pria paruh baya itu kemudian duduk di dekat kasir. Tak lama kemudian ia mulai mengajak Maryam mengobrol.