Seribu Langkah Menggapai Surga

Alin rizkiana
Chapter #25

Dua Puluh Lima

Azam duduk menunggu Hanif di ruang kunjungan. Sudah hampir 7 tahun ini Azam selalu rutin menemui Hanif di penjara.

"Bagaimana keadaan mu Kak?"

"Alhamdulillah baik seperti biasanya. Kalian?"

"Alhamdulillah sama seperti mu. Tapi tidak dengan Kak Maryam. Kasihan sekali Kakak ku masih jomblo, sepertinya hatinya masih setia pada seseorang di luar sana." Sindir Azam yang membuat Hanif tertawa.

"Kau ini. Sudah ku bilang, aku tak pantas untuk Kakak mu. Dia terlalu baik."

"Ya, terus saja bicara seperti itu. Kau terdengar seperti seorang pria palyboy yang ingin memutuskan kekasihnya dengan alasan basi seperti itu." Ucap Azam dengan sebal.

Hanif hanya terkekeh melihat wajah sebal Azam. "Bagaimana Bibi Salma dan Ibu ku?" Ucapnya mencoba mengalihkan perhatian.

Azam berdecak kesal. "Kau memang pintar mengalihkan perhatian Kak. Tak perlu khawatir, aku dan Kak Maryam sering berkunjung ke panti asuhan untuk menemui Ibu mu. Ibu Mira benar-benar memperlakukan kami dengan baik. Bibi Salma pun keadaannya baik, hanya saja ia sedikit lebih tua sekarang."

"Apa bedanya dengan mu?"

"Aku masih cukup muda asal kau tahu, berbeda dengan mu yang sudah berkepala tiga."

Hanif hanya tersenyum mendengar sindiran Azam. Pikir Hanif, tingkah Azam masih sama tak jauh berbeda dengan yang dulu—masih keras kepala dan jahil. Namun meski pun begitu, Hanif tetap menyayangi Azam karena bocah itu sudah di anggap seperti adiknya sendiri olehnya.

***

Akhirnya setelah sekian purnama berlalu, Hanif di bebaskan dari penjara. Ia kini bisa menghirup udara luar dengan bebas. Azam yang telah menantinya di luar pun langsung memeluk Hanif.

"Ayo kita bertemu dengan Bibi Salma!" Hanif dan Azam pun pergi menggunakan taksi menuju rumah Salma.

Azam telah bekerja di sebuah perusahaan setelah lulus kuliah. Sedangkan Maryam masih tetap bekerja di tempat Salma. Semuanya masih sama tapi beberapa hal telah berubah.

"Kak, jadi kapan kau akan melamar Kakak ku?"

"Azam, aku malu. Sekarang aku tidak punya apapun. Kau tahu susahnya mencari pekerjaan sekarang, apalagi mantan napi seperti ku. Aku tidak bisa menikahi Maryam hanya bermodal cinta saja. Aku harus bertanggung jawab penuh padanya."

"Masalah itu kau tak perlu khawatir. Aku akan membantu mu."

"Maksud mu?"

"Sudah, nanti aku akan jelaskan semuanya setelah kita bertemu Bibi Salma dan Bu Mira."

Setelah berada di mobil selama 1 jam lebih, mereka pun sampai di tempat Salma.

"Assalamualaikum Bibi! Lihat siapa yang datang!" Teriak Azam dari luar toko dan membuat Salma langsung berhambur keluar untuk melihat siapa yang datang.

"Masya Allah! Hanif! Bibi rindu sekali padamu Nak."

"Hanif juga rindu sekali pada Bibi. Syukurlah kalau Bibi baik-baik saja selama ini."

"Tentu saja. Tidak ada Kak Hanif maka aku yang harus menjaga mereka. Ngomong-ngomong kau tidak rindu dengan yang satu lagi?" Azam menyenggol Hanif bermaksud menggoda pria itu.

Wajah Hanif langsung memerah. Jujur saja ia benar-benar grogi terus di goda oleh Azam. Padahal dulunya pria itu bahkan berlaku ketus padanya, tapi sekarang malah kebalikannya. Lucu sekali kalau ingat itu. "Memangnya boleh?" Kini Hanif malah balik bertanya.

"Tentu saja boleh! Apalagi dia masih setia menunggu mu di sini." Awalnya suara Azam terdengar antusias namun lama-lama berubah menjadi pelan di akhir kalimat.

Mereka pun masuk ke dalam toko dan menemukan Maryam sedang sibuk menerima telepon dari pelanggan seperti biasanya.

"Assalamualaikum Maryam..." Sapa Hanif.

"Wa'alaikumsalam. Kak Hanif? Itu benar Kakak?"

"Alhamdulillah kalau kau masih mengingat ku."

Maryam tersenyum. "Tentu saja aku tidak akan lupa padamu Kak."

"Nah, karena kalian sudah saling melepas rindu, bagaimana kalau kita makan bersama?"

Lihat selengkapnya