Seribu Langkah Menggapai Surga

Alin rizkiana
Chapter #1

Satu

Sejak pagi tadi, Adnan masih berkutat dengan laptop hitamnya. Layar berukuran 15 inci itu menampilkan beberapa dokumen digital yang sedang di kerjakan oleh Adnan. Tatapan pria tersebut sesekali beralih pada layar dan keyboard. Jemarinya dengan lincah membuat rangkaian kata demi kata pada tiap dokumen. Setelah berhasil menyelesaikan beberapa file, pria itu kemudian mengambil cangkir putih gading yang berisi kopi susu di dekat meja kerjanya.

Tak butuh waktu lama untuk membuat isi cangkir tersebut habis, lalu tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. "Pak Adnan?" Panggil seseorang sambil mendorong daun pintu ruangan yang bernuansa abu-abu muda dan krim itu.

"Ada apa Pak Burhan?" Sahut Adnan sambil membenarkan kacamatanya.

"Bapak di panggil Pak Alvin ke ruangannya sekarang."

"Baiklah, aku akan segera ke sana."

Sebelum beranjak pergi, pria itu menyimpan terlebih dahulu file yang baru saja ia selesaikan. Baru setelah itu, Adnan beranjak dari bangku kebesarannya dan pergi keluar menuju ruangan atasannya.

Setelah mengetuk pintu dan di persilahkan masuk, Adnan kemudian masuk ke dalam ruangan tersebut. Adnan bisa melihat atasannya sedang menaruh ponselnya ke atas meja. Sepertinya atasannya itu baru saja selesai melakukan panggilan.

"Oh, kau sudah datang rupanya. Silahkan duduk Pak Adnan." Alvin dengan ramah mempersilahkan Adnan untuk duduk.

Adnan menurut. Ia pun duduk berhadapan dengan atasan barunya itu.

"Apa Pak Adnan sudah menerima file yang di kirim oleh sekertaris ku sebelumnya?" Tanya Alvin membuka pembicaraan.

"Sudah Pak."

"Jadi bagaimana? Kau sudah memeriksa file itu?"

"Aku sudah memeriksa semua file itu, tapi ada yang aneh Pak. Perencanaan dana yang ada di dalam proyek itu, beberapa di antaranya ada yang membengkak. Kalau Bapak ingin aku segera mengubah..."

Perkataan Adnan tiba-tiba terhenti karena di potong oleh Alvin. "Tidak perlu. Aku mau kau segera menjalani proyek itu tanpa perlu di revisi ulang."

Adnan mengerutkan dahinya dan terlihat berpikir sejenak, ia merasa tak setuju dengan perintah atasannya tersebut. Masalahnya kalau ia menjalani proyek baru itu tanpa melakukan revisi, itu artinya ia melakukan kecurangan terhadap perusahaan. Atau bahasa kasarnya ia baru saja di suruh melakukan korupsi pada perusahaan.

"Aku tidak bisa melakukan hal itu Pak. Kalau kita menjalankan proyek itu tanpa melakukan revisi, perusahaan akan rugi puluhan milyar." Bantah Adnan sehalus mungkin.

Wajah Alvin yang sedari tadi penuh keramahan, kini berubah dingin. "Aku tidak butuh persetujuan mu. Sebagai bawahan kau seharusnya menurut saja. Apa susahnya tinggal menjalani proyek itu?" Tanya Alvin sambil mengangkat sebelah alisnya. Memastikan Adnan menuruti perkataannya.

"Aku tidak bisa menuruti perintah Bapak, apalagi hal itu bisa merugikan perusahaan."

Alvin kemudian tertawa remeh. "Jadi kau menolak?"

"Iya Pak." Adnan menjawab dengan tegas.

"Baiklah, kalau kau menolak kau harus terima konsekuensinya."

***

Suasana di kelas pagi itu cukup hening, para pelajar yang memakai seragam putih biru itu sedang melakukan diskusi dan berbagi cerita.

"Kalau aku, aku ingin menjadi guru." Ucap salah satu dari mereka dengan semangat.

"Baik Almira, sekarang jelaskan pada Ibu dan yang lainnya. Kenapa kau ingin menjadi guru?"

"Karena menjadi guru itu enak Bu. Tinggal memberi nilai, menyuruh murid untuk mengerjakan tugas lalu keluar kelas. Sisanya setelah itu, aku bisa bersantai atau pun bergosip." Celoteh anak itu dengan santai.

Tiba-tiba salah satu dari mereka malah menyoraki dan menertawakan hal tersebut. "Huh... Dasar tukang gosip. Hahaha..."

Lihat selengkapnya