Seribu Langkah Menggapai Surga

Alin rizkiana
Chapter #4

Empat

Tawa bahagia anak-anak yang sedang bermain di lapangan membuat Hanif tersenyum. Hanif jadi ingat saat bahagia bersama Ayah dan Ibunya dulu. Pikir Hanif kalau mereka masih ada, ia pasti sedang mengobrol dan bercanda tawa dengan mereka sekarang.

"Seandainya kalian masih ada di sini."

Setelah Ayah dan Ibunya meninggal, Hanif tinggal di sebuah panti asuhan. Ia di pungut oleh pemilik panti asuhan yang merupakan teman lama wali kelasnya dulu. Pada saat Ibunya Hanif meninggal, wali kelasnya itu bercerita pada teman lamanya yang bernama Mira Zahira. Karena terharu mendengar kisah Hanif, teman lamanya itu akhirnya menawarkan Hanif untuk tinggal di panti asuhan miliknya.

Mira sendiri merupakan sosok janda kaya yang sangat menyukai anak kecil. Namun sayangnya ia sendiri tak bisa memiliki anak karena mandul. Suaminya sudah lama meninggal dan ia tak menikah lagi setelah itu. Karena sangat menyukai anak kecil, akhirnya Mira mendirikan sebuah panti asuhan untuk merawat anak-anak yatim piatu di sekitarnya.

Saat awal-awal Hanif tiba di panti asuhan itu, Hanif lebih banyak diam. Ia bahkan jarang berbicara dengan teman sekamarnya. Trauma akibat kematian kedua orangtuanya dan juga tindakan perundungan yang di lakukan teman-temannya itu lah yang menyebabkan Hanif seperti itu. Tidak ada lagi sosok Hanif yang riang dan bersemangat, yang ada hanya lah Hanif yang penyendiri dan pendiam.

Namun seiring berjalannya waktu, Hanif mulai berubah dan menerima kenyataan yang ada. Perhatian dari Mira dan juga teman-teman pantinya membantu Hanif kembali merasa hidup. Hanif bisa merasakan lagi kehangatan dan kasih sayang keluarga meski pun mereka semua bukan lah keluarga kandung.

"Ada apa Nak? Kok senyum-senyum sendiri seperti itu?" Tanya Bu Mira yang ternyata telah memperhatikan Hanif sedari tadi. Bu Mira kemudian duduk di samping Hanif.

Hanif lantas tersenyum memandang Mira yang sudah ia anggap seperti Ibu kandungnya sendiri lalu menggeleng lemah. "Tidak Bu, hanya senang saja melihat anak-anak itu."

"Ibu harap kau tidak menyimpan kesedihan mu sendirian lagi, Ibu siap menjadi pendengar yang baik untukmu kalau kau ada masalah."

"Aku baik-baik saja, Ibu tidak perlu khawatir."

"Oh, ya kemarin Ibu lihat kamu sedang mempersiapkan lamaran kerja. Kamu yakin tidak ingin mengambil beasiswa yang di berikan sekolah untukmu?"

Hanif mengangguk. "Aku ingin cepat-cepat bekerja supaya bisa memberikan uang yang banyak untuk Ibu. Kalau aku mengambil beasiswa itu, aku harus fokus kuliah dan tak bisa bekerja. Dan untuk lulus kuliah, aku harus menunggu beberapa tahun lagi. Menurutku itu terlalu lama."

Mira kemudian tersenyum menanggapi perkataan Hanif. "Ibu sebenarnya tidak keberatan kalau kamu kuliah, justru Ibu bangga kamu bisa mendapatkan beasiswa itu. Kalau soal uang kamu tidak perlu khawatir, karena donatur panti asuhan ini sudah cukup banyak. Tapi kalau kamu keputusanmu sudah bulat, Ibu tidak akan melarang. Ibu akan mendukung apapun keputusanmu."

"Aku tahu, hanya saja aku ingin memberikan uang hasil jerih payahku sendiri untuk Ibu. Karena Ibu sudah banyak berjasa untuk hidup Hanif. Terima kasih ya Bu."

Tiba-tiba sebuah bola plastik mendarat di dekat mereka, siapa lagi pelakunya kalau bukan anak-anak yang sedang bermain bola di lapangan tadi.

"Kak Hanif, ayo main." Ajak salah satu dari mereka pada Hanif.

"Bu, aku main dulu ya. Hehe..."

Hanif kemudian segera menendang bola tersebut dan ikut bergabung dalam permainan meninggalkan Mira sendiri di tempatnya.

Mira menatap Hanif dari kejauhan. Mira sangat bersyukur karena keadaan Hanif sekarang sudah jauh lebih baik dari pada sebelumnya. Ia hanya berharap Hanif dan anak-anak lainnya dapat tumbuh normal seperti anak-anak lainnya meski tak memiliki orang tua.

***

Pagi itu, Hanif sudah berpakaian rapi untuk menjalani tes wawancara akhir. Ia berharap bisa di terima bekerja di tempat itu karena lokasinya tidak terlalu jauh dari panti asuhan.

"Bu, aku pergi dulu ya. Doakan aku berhasil."

"Iya Hanif, semoga kamu berhasil Nak."

"Assalamualaikum..."

Lihat selengkapnya